Friday, March 11, 2011

ANGEL pt.4

      Malam ini aku tidak bisa memejamkan mata sedetikpun. Balik kanan, balik kiri, duduk lalu berdiri, mondar – mandir dalam kamar dengan gelisah. Kali ini berbaring di atas tempat tidurku, memandang langit – langit kamarku.
Aku keluarkan kalung bulan separuh dari saku celana dan memandangnya. Sama persis dengan yang ada di Donghae. Kalau dilihat lagi, kalung ditanganku terdapat ukiran huruf H, sedangkan di kalung Donghae berukir huruf D. Donghae dan Hyun Ra?  Kalau kedua kalung ini disatukan, akan membentuk sebuah bulan bulat sempurna dengan huruf DH. Donghae patah hati, demikian juga diriku. Beruntung aku masih ada kesempatan untuk memperbaiki patah hati ini, lalu bagaimana dengan Donghae??
      “Karena… aku akan menyakiti seseorang kalau aku bersamanya.”
Terngiang di kepalaku kalimat Donghae itu. Melepaskan begitu saja gadis yang dia tunggu selama ini? Seribu persen aku menyakini bahwa Donghae sangat dan masih mencintai gadis itu. Dan siapa yang tidak ingin dia sakiti? Aku mengenal Donghae cukup lama untuk mengetahui sifatnya satu ini. Orang yang tidak ingin dia sakiti pastilah penting baginya juga. Seorang gadis lain? Apa mungkin salah satu diantara kami?? Ah, tidak mungkin!! Tidak ada satupun yang mengenal Hyun Ra.
      Entah sampai pukul berapa semalam aku memikirkan Donghae hingga jatuh tertidur. Pagi ini saat melihat kalung dalam tanganku, satu pikiran melayang memberikan ide cemerlang. Kalau ingin tahu siapa gadis pemilik kalung ini, Kim Hyun Ra, bukankah lebih baik aku ke kafe saja. Seandainya kalung ini sangat berarti baginya seperti Donghae, dia pasti kembali kesana untuk mencarinya, kan?! Aku bisa bertanya padanya secara langsung apa yang sesungguhnya terjadi. Giliranku membantu Donghae setelah apa yang dilakukan untukku. Baiklah… begitu saja.

      Seperti yang sudah aku rencanakan sebelumnya, menunggu dengan cemas gadis itu muncul. Dari seorang waitress aku tahu bahwa gadis itu mahasiswa di kampus ini juga. Bagaimana bisa  mereka tidak tahu dan baru sekarang bertemu? Takdir memang punya jalan sendiri. Informasi yang aku dapat dari waitress, mereka sempat bicara serius sebelum pergi dari tempat ini. Gadis itu ataupun Donghae belum kembali ke kafe untuk mencari kalung itu. Mungkin tanpa sadar dia menjatuhkannya dan belum tahu kalau kalung itu sudah tidak ada bersamanya, pikirku.
      Pikiranku masih melayang tak karuan ketika sosok Edith kulihat memasuki kafe dengan langkah tergesa, wajahnya memerah tertimpa sinar matahari musim panas, begitu masuk dia langsung menghampiri seorang waitress dan terlibat percakapan serius. Dari tempat aku duduk tidak memungkinkan untuk mendengar percakapan mereka. Tapi, aku masih bisa melihat jelas raut wajah Edith berubah menjadi kecewa setelah waitress yang dia ajak ngobrol menggelengkan kepalanya. Dia terdiam sejenak lalu berbalik menuju pintu keluar.
      “Edith!” panggilku mencegahnya pergi. Beberapa saat dia menoleh kebingungan sebelum menemukan sosokku di sudut kafe, sebuah senyum terbentuk dibibirnya kemudian. Dia berjalan ke arahku dengan pandangan heran melihatku di tempat ini pada jam kuliah.
      “Kyu?? Bolos??” benar dugaanku dia akan menanyakan hal ini. Aku tersenyum menyilahkan duduk di depanku.
      “Bagaimana denganmu?” tanya balik padanya. Dia tertawa malu.
     “Aku yang bertanya duluan padamu, kok kau balik tanya, sih?” protesnya memasang muka cemberut, membuatku tersenyum.
      “Kuliah masih 1 jam lagi. Dan kau? Apa yang kau lakukan disini? Tidak sedang mencariku, kan?” tanyaku sedikit menggodanya. Edith tertawa lagi.
      “Aku memang sedang mencari sesuatu, tapi bukan kau!” sahutnya sambil tertawa. Sejurus kemudian raut mukanya berubah sedikit lebih kelam.
      “Apa yang kau cari?” tanyaku. Semoga bukan benda yang tersimpan dalam saku celanaku ini.
      “Kemarin aku menjatuhkan benda yang sangat berharga. Aku pikir jatuh di kafe ini, rupanya tidak ada. Mungkin aku menjatuhkannya di tempat lain,” Edith menjawab dengan lemas. Wajahnya kini nampak lesu, senyum yang tadi menghiasi bibirnya hilang sudah. Namun aku sedikit lega, dia pasti  diberitahu waitress kalau kalung yang dia cari aku bawa seandainya benda itu yang terjatuh darinya.
      “Kau ingin aku membantumu mencarinya?” kataku menawarkan bantuan. Kelihatannya benda itu sangat penting.
      “Tidak usah, terima kasih, Kyu. Aku akan mencarinya sendiri,” tolaknya halus.
      “Sepertinya benda itu penting bagimu. Aku harap kau segera menemukannya,” kataku memberinya semangat. Benar – benar tulus keluar dari lubuk hatiku berharap dia menemukan apapun itu, meskipun benda itu dari orang yang dia sukai sekalipun, aku hanya tidak bisa melihat wajahnya muram.
      “Ya, aku harap juga begitu. Aku sudah kehilangan orang yang memberikan kalung itu padaku dan kini kalung itu turut hilang. Hanya benda itu yang tersisa darinya,” sahutnya membuatku tersentak kaget. Kalung??? Dia jelas menyebutkan bahwa benda yang dia cari adalah sebuah kalung.
      “APA?? Kalung?” tanyaku memastikan. Bukan!! Jawab bukan!! Pintaku.
      “Iya, kalung berbentuk bulan separuh dan ada huruf H diatasnya,”  katanya mendeskripsikan benda itu. Doaku tak dikabulkan. Memang sebuah kalung. Petir menyambarku. Mungkinkah?!!!
      “Hah?!!”
    “Kenapa kau nampak terkejut? Apa kau pernah melihatnya, dimana?” tanya Edith beruntun. Aku menggeleng membuatnya kecewa.
    “Aniyo…” sahutku ragu. Bisa kurasakan keberadaaan kalung itu di sakuku dan aku mengatakan tidak tahu??!! Tidak!! Bukan dia!!
     “Oh… ya sudahlah. Aku pergi dulu, Kyu,” pamit Edith berlalu dari hadapanku.
     “Ne…” jawabku lemah. Ini lebih sakit dari patah hati. Langit seakan jatuh menimpaku dan bumi membelah bersiap menelanku. Ada ribuan jarum menusuk jantungku dan makin nyeri ketika sebuah kesadaran menamparku. Sekali lagi ingin memastikan dugaanku, berharap apa yang aku pikirkan adalah sebuah kesalah pahaman, tanpa ragu aku memanggil Edith. Dengan nama lain.
     “Kim Hyun Ra!!”
     Edith berhenti mendadak, reflek membalikkan badan dan menatapku dengan wajah memucat, matanya membelalak, tak menduga aku memanggilnya. Dia terkejut, tak seterkejut diriku yang tak menyangka Edith akan benar - benar memberi reaksi dengan panggilanku. Kami masih mematung saling memandang.

      Semenjak peristiwa pagi itu aku belum bertemu Edith atau Kim Hyun Ra lagi, dia berlari dan aku tak berhasil mengejarnya, dari Lany aku ketahui dia juga tidak pernah lagi datang ke kampus. Aku mencarinya kemana – mana, bahkan ke tempat rahasianya tetapi dia tidak ada. Begini rasanya mencari seseorang yang kita cintai, sekarang aku bisa merasakan perasaan Donghae 7 tahun ini. Dan hanya karena diriku dia melepaskan Hyun Ra.
      Sore ini aku kembali datang ke tempat rahasia Hyun Ra, sudah kuputuskan, kalau Donghae bisa melepaskan Hyun  Ra, aku juga pasti bisa melepaskannya demi Donghae. Kalau aku bertemu dengannya, aku akan beritahu Edith yang sebenarnya. Mengatakan perasaan Donghae sejujurnya pada Edith, mereka saling mencintai dan aku tidak pernah mau menjadi orang yang memisahkan kisah cinta itu. Biarkan berakhir dengan indah, luka itu akan mengecil dan hilang dari hatiku pada akhirnya. Masih ada Angel lain bagiku, tapi Hyun Ra hanya satu bagi Donghae. Sesampainya di tempat itu, aku melihat seorang gadis berambut panjang sedang melukis. Aku terpana tak percaya. Edith?? Akhirnya aku menemukannya…. Senyuman melebar di wajahku. Bagai menemukan harta karun.
      “Edith!!” seruku berlari ke arahnya. Dia  menoleh dan memandangku dengan tatapan heran. Langkah kakiku terhenti. Edith… baru beberapa tidak ketemu terlihat perubahan padanya.
      “Kau siapa? Apa aku mengenalmu?” tanya Edith membuatku tertawa. Gadis itu sudah bisa bercanda rupanya. Leganya hatiku….  Sempat terpikir dia akan lari atau bersikap canggung.
      “Astaga, kau amnesia, Dith?” kataku bergurau. Edith tetap menatapku tajam dengan raut muka bingung. Wait!! Jangan – jangan dia benaran amnesia karena terlalu stress dan patah hati.
      “Edith? Yang kau maksud Kim Hyun Ra?” tanyanya membuatku ikutan bingung. Kok dia menanyakan namanya sendiri. Aku mengawasi Edith dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dia benar Edith…. Tunggu! Ada yang aneh! Rambutnya lebih panjang dari biasanya dan berkaca mata. Aku tidak pernah melihat Edith memakai kacamata.
      “Iya, Kim Hyun Ra. Kau!” sahutku ragu. Apa dia hantu??? Membayangkannya membuatku bergidik ngeri.
      “Kau siapanya Hyun Ra?”  dia bertanya dengan heran, aku memandangnya tak mengerti. Dia mengujiku dengan pertanyaan itukah? Siapaku Hyun Ra? Iya, bagi Hyun Ra aku siapa?
      “Temannya,” jawabku. Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya.
      “Kau salah orang. Kenalkan, aku Hyun Ah, Kim Hyun Ah, adik kembar Hyun Ra,” jelasnya hampir membuatku pingsan!! Kembar?!!!! Sungguhan?!!! Seperti patung aku menatapnya, melihatku bengong dia lantas mengambil tanganku dan menjabatnya.
      “Sepertinya dia tidak menceritakannya padamu. Dia tidak pernah berubah,” katanya sambil tersenyum. Ku kerjapkan mata mengembalikan kesadaran pada tempatnya.
      “Kembar?!!” teriakku terkejut. Mereka kembar???? Kok aku tak pernah tahu hal ini.
      “Ya. Kembar. Twins! Dia kakakku,” dia menambahkan tak menghiraukan keterkejutanku.
      “Kau bercanda! Edith, hentikan candaanmu,” kataku sewot melepaskan tangannya. Dia tersenyum, tanpa bicara dia membuka dompetnya, mengambil identitas dirinya dan memperlihatkan nama yang tertera disana, KIM HYUN AH. Masih membaca berulang identitasnya tak percaya.
      “Jadi, bagaimana kau bisa tahu dia Hyun Ra?” tanya orang yang mengaku kembaran Hyun Ra sambil mengembalikan kartu identitasnya ke dalam dompet. Aku bengong berusaha mempercayai hal mustahil ini. Kembar… Hyun Ah dan Hyun Ra. Apa Donghae tahu hal ini??
     “Donghae,” sahutku lirih masih setengah sadar. Giliran dia yang terkejut saat aku menyebut nama Donghae.
      “Lee Donghae??!! Kau mengenalnya?” serunya kaget sekaligus takjub.
      “Dia sahabatku,” sahutku pendek, mata bulatnya semakin bulat terbelalak kaget. Mereka benar – benar mirip. Mungkin kalau dia tidak berambut lebih panjang dari Edith, tidak memakai kacamata dan belum melihat identitasnya, aku akan menganggap dia bercanda dan berpura – pura menjadi orang lain.
      “Apa mereka sudah bertemu kembali?” tanya dia penuh rasa selidik. Aku mengangguk, kembali teringat tujuan awalku mencari Edith atau Hyun Ra. Ah, siapapun  itu.
      “Ya. Karena itu aku mencari Hyun Ra,” sahutku membuatnya terheran – heran.
     “Ada apa? Kenapa? Apa yang terjadi? Mereka balikan lagi? Berantem??” dia menyerbuku dengan pertanyaan secara bertubi. Ah, makin mirip mereka berdua.
      “Karena aku tidak ingin Donghae melepaskan Hyun Ra demi aku,”  kataku membuatnya terbelalak.
      “Demi kau?? Artinya… kau juga menyukai Hyun Ra?” dia bertanya. Aku mengangguk.  Dia melihatku tak percaya.
       “Iya..”
       “Bagaimana bisa kau menyukai kekasih sahabatmu sendiri?” katanya menuduhku. Enak aja, mana ku tahu dia pacar Donghae?? Kalau tahu aku ga bakalan mencarinya mati – matian dulu malah akan memberitahukan pada Donghae.
        “Aku tidak tahu Edith itu Hyun Ra,” kataku membela diri. Dia mengangguk, bibirnya membentuk huruf ‘o’ tanda dia mengerti.
        “Hmm… Edith trauma memakai nama Hyun Ra. Dia punya kenangan buruk dengan nama itu, pantas kau tidak tahu dia bernama Hyun Ra,” jelas Hyun Ah membuatku bertanya – tanya. Banyak yang tidak aku ketahui tentang Edith.
       “Apa yang terjadi?”
       “Waktu di SMP dia dikerjain abis – abisan oleh sekelompok cewek karena merasa sakit hati ditolak Heechul oppa, juga para cowok karena cewek yang mereka suka semua menyukai Heechul oppa. Donghae yang menolongnya,” jelas Hyun Ah membuatku mengerti.  
       “Begitukah?”
       “Hyun Ra pindah sekolah sampai 3 kali, akhirnya appa dan amma menitipkannya pada pamanku dan memakai nama Indonesianya, Reredith,” tambah Hyun Ah menjawab pertanyaan yang selama ini berputar di kepalaku.
       “Pantas saja,” gumamku. Hyun Ah menengadah menatap langit biru.
       “Aku lebih beruntung darinya karena dari kecil aku tidak di Korea, baru kembali beberapa bulan lalu,” katanya. Perhatianku kini tak lagi padanya, terpaku pada sebuah lukisan di hadapan kami. Goresan yang aku kenal.
       “Tunggu dulu. Apa kau pernah ke kampus kami?” tanyaku masih terus menatap lukisan tak berkedip. Kalau dugaanku benar…..
      “Hmm.. iya secara sembunyi – sembunyi. Kau pernah melihatku?” sahut Hyun Ah.
      “Kau…. Apa kau pernah ketemuan dengan Heechul hyung di taman?”
      “Bagaimana kau tahu? Padahal aku sudah berhati – hati agar tak ada seorangpun melihat kami,” ucapnya kecewa seakan dia sudah melakukan sesuatu yang salah. Berarti benar….
     “Dan… kau sering duduk di kafe kampus?” tebakku sekali lagi. Mataku belum beralih dari lukisan setengah jadi itu.
      “Ya. Di hari dimana Hyun Ra tidak ke kampus. Aku tidak ingin semua orang tahu kami kembar,” jawab Hyun Ah menguatkan dugaanku. Aku ambil sebuah kertas dari tas ranselku, benda yang selama ini aku simpan, lukisan Angel.
      “Apa… ini punyamu?” tanyaku menyodorkan pada Hyun Ah yang nampak terkejut. Dia mengambil tisu itu dari tanganku dan menatapku tak mengerti.
     “Darimana kau mendapatkannya?” tanya dia. Aku tersenyum.
     “Di kafe. Hahahahaha…. Aku tahu sekarang!” kataku tertawa. Selama ini ternyata aku salah orang. Angel yang aku cari, gadis di kafe itu, orang yang membuatku buta tuli akan sekelilingku, membuatku tertarik padanya ibarat ada magnet, bukan Edith atau Hyun Ra, tapi dia.
     “Tahu apa??” tanya Hyun Ah terheran – heran.
     “Angel. Siapa Angel sebenarnya, bukan Hyun Ra rupanya tetapi orang lain. Aku salah sangka,” jawabku. Hyun Ah menaikkan alisnya, bingung.  Aku tertawa seperti orang bodoh, menertawakan nasib yang lucu. Kesalahpahaman atas perasaanku. Menjawab keraguanku setiap bersama Edith, perasaan sedikit hambar begitu menatap Edith.
     “Aku tidak mengerti maksudmu,” kata Hyun Ah menggeleng. Mungkin dia mengira aku sudah tidak waras. Ya!! Dia benar!! Aku sudah gila. Hyun Ah membiarkan aku tertawa, tanpa tahu apa sebenarnya, dia ikut tersenyum bersamaku.
     “Hahahahaha….”
     “Hyun Ah!” tiba – tiba seseorang memanggil Hyun Ah yang langsung menoleh ke belakang, aku juga.
     “Hyun Ra!” seru Hyun Ah melambai pada seseorang, aku ternganga tak percaya yang aku lihat. Edith!! Dia membeku di tempatnya, tak menyangka menemukanku disana.
     “Kyu??”

Edith pov
“Oppa!” teriakku memanggil Donghae, aku menarik lengannya agar dia berhenti saat hendak beranjak mengacuhkan panggilanku.
“Hyun Ra, lepaskan!” kata Donghae menyentakkan tanganku. Makin kupererat memegang lengannya, tak ingin melepaskannya lagi.
“Aku ingin bicara, oppa,” kataku memohon. Dia melihat ke arah lain berusaha tidak memandangku.
“Sudah tak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Semuanya sudah berakhir,” katanya berusaha mengelak. Aku memutar badan Donghae perlahan, sekarang kami berhadapan.
“Aku ingin tahu alasannya. Apa karena aku tidak datang ke tempat itu, mianhae..” tanyaku. Aku menunduk, semua salah Chulie oppa yang hanya ingin melindungi saja, dia tidak pernah mengira akan terjadi kesalahpahaman sedemikian rupa. Aku tidak bisa menyalahkan siapa – siapa, kecuali diriku sendiri.
 “Bukan!” sahut Donghae pelan. Aku mengangkat kepalaku menatap kedalam matanya.
“Lalu apa alasannya? Oppa menemukan orang lain?” tanyaku bernada getir. Lagi – lagi Donghae hanya menggeleng.
“Tidak!”
“Oppa!! Jelaskan padaku kenapa oppa marah!” teriakku mulai kesal dengan sikap diam Donghae.
“Oppa tidak marah, Hyun Ra! Sudah oppa bilang, semua telah berakhir,” jawab Donghae melepaskan tanganku dari lengannya. Aku memandangnya masih menunggu penjelasan dari Donghae.
“Iya, tapi kenapa?? Jangan katakan oppa sudah tidak menyukaiku lagi, aku masih melihat kalung itu tergantung di leher oppa!” kataku tajam, terlambat bagi Donghae menyembunyikan kalung di lehernya. Aku menarik liontin dari balik t-shirt Donghae, tersenyum penuh kemenangan membuat Donghae tak berkutik dan membuat alasan tak masuk akal lagi.  Donghae menghela napas, akankah dia jujur sekarang??
“Bukan karena itu, Hyun Ra. Oppa hanya tidak ingin menyakiti sahabat oppa, itu saja,” jawab Donghae.
“Aku tidak mengerti…”
“Kyu menyukaimu,” beritahu Donghae. Bukan aku tak tahu perhatian dan perasaan Kyu selama ini, bukan aku jahat tak mempedulikan perasaan Kyu, untuk kali ini aku ingin egois.
“Apa hubungannya dengan kita?”
“Dia sahabatku!! Dan dia menyukaimu, aku tidak bisa berada diantara kalian,” katanya membuatku mendengus geli sekaligus kesal. Diantara aku dan Kyu??? Siapa diantara siapa??? Bagaimana dia ada diantara aku dan Kyu kalau sebenarnya tidak pernah ada kata ‘aku dan Kyu’.
Kali ini Donghae benar – benar membuatku pusing. Apa aku egois saat dalam hati berteriak bahwa aku tak peduli siapa yang dia sakiti atau kami sakiti asal kami bisa bersatu? Apa aku berlebihan berharap dia memikirkan dirinya sendiri atau lebih tepatnya memikirkan perasaanku saja? Adilkah ini dia lebih memilih tidak menyakiti sahabatnya tapi melukaiku sekali lagi? Tidakkah dia berpikir sekali saja demi aku?? Aku!! Kim Hyun Ra. Bukankah dia menunggu jawabanku atas pernyataan rasa sukanya 7 tahun lalu? Karena itu kan dia dingin pada setiap gadis yang mencoba mendekatinya. Apa ini hanya pemikiran sepihakku saja?? Aku menghela napas panjang. Dadaku terasa sesak.
“Dia berhak menyukaiku, dan aku berhak menyukai oppa, kan?!!” kataku tajam. Donghae memalingkan wajahnya dariku menghindari tatapan mataku, ciri khasnya kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu.
“Aku pun sama. Berhak menolakmu, kan?” jawab Donghae lirih tanpa menoleh padaku. Terpana mendengarnya. Dia menolakku.
“Jadi… maksud oppa, kau menolakku,”
“Apa perkataanku kurang jelas, Hyun Ra?” tanya Donghae meninggikan suaranya. Kudorong bahunya menjauh dariku, dia memilih Kyu. Lebih penting dariku??
“Fine!! Kau boleh menolakku. Jangan larang aku untuk menolak Kyu dan tetap mencintaimu!!” bentakku berjalan menjauh darinya, kali ini dia yang menahan lenganku, segera saja aku menepisnya.
“Hyun Ra!!”
“Oppa masih tetap egois seperti dulu, selalu berbuat sesuatu yang menurut oppa terbaik bagi orang lain. Apa oppa tak tahu kalau itu yang membuat kita seperti sekarang ini?” teriakku. Tak lagi kupedulikan air mata turun ke pipiku, aku tak mau menahannya lagi, terlalu lelah menyimpan air mata ini selama 7 tahun. Kubiarkan saja runtuh di depan Donghae. Biar dia tahu betapa sakit hati ini. Donghae  memejamkan mata, menghela napas panjang dan melepaskan lenganku dari pegangannya, dia tidak menghapus airmataku.
“Mianhae…”
“Aku tidak butuh permintaan maafmu!!” teriakku marah, berlari pergi.
“Hyun Ra!!! Tunggu!!”


Author pov
Sekali lagi Donghae pergi dari hidup Edith, Donghae meninggalkannya tanpa satu kata perpisahan. Sama seperti dulu. Kali ini Edith tahu dia tidak akan menunggu ataupun mencari, dia benar – benar melepaskan Edith. Kalung itu memang sudah menyatu dan tersimpan rapi dalam laci meja rias Edith dan setiap sore akan tergantung manis di lehernya, sayang pemilik kalung itu harus berpisah. Semua sudah berakhir. Haruskah Edith menyerah begitu saja? Haruskah kehilangan Donghae sekali lagi? Haruskah  menunggunya kali ini? Percaya suatu saat Donghae akan kembali mencarinya?? Entahlah… hatinya terlalu banyak kebimbangan.
Hari berganti, bulan berlalu, kini memasuki tahun kedua penantian Edith. Dan Kyu setia selalu berada disisinya, menopangnya kala dia lelah dan terjatuh.  Sama halnya dengan Edith, dia juga sedang menunggu Donghae. Tentu saja dengan tujuan berbeda.
“Edith, sampai kapan kau seperti ini?” tanya Heechul prihatin melihat kondisi Edith.
“Apa?!” Edith balik bertanya dengan nada ketus. Tidak akan dia lupakan kalau dia berpisah dengan Donghae dulu semua gara – gara Heechul! Meskipun dia tahu Heechul melakukan hal itu karena menyayangi Edith, sekarang dia perlu orang untuk melampiaskan kemarahan.
“Kerjaanmu tiap hari keluyuran keliling kota Seoul, ga ke kampus. Oppa ga ngerti apa maumu,” omel Heechul tidak peka dengan perasaan kacau Edith. Edith menutup buku di tangannya, berdiri dan melemparkan buku ke kursi tempat dia duduk semula. Dia menatap marah pada kakaknya itu.
“Edith ga minta oppa ngerti,” desisnya mendorong minggir Heechul dari jalanya. Meraih kamera diatas meja, keluar dari ruangan dan membanting pintu di belakangnya.
“Hyun Ra!!” Heechul memanggil nama asli Edith emosi. Tangan lembut Yura menahannya berusaha menenangkan.
“Biarkan saja,” cegah Yura.
“Aku ga ngerti kenapa dia bisa berubah seperti ini,” keluh Heechul sedih. Yura menarik tangan Heechul menyuruhnya duduk disampingnya. Menepuk pelan punggung tangan Heechul.
“Patah hati,” kata Yura.
“Donghae?”
“Siapa lagi. Hanya Donghae yang membuatnya seperti ini, kan?” jawab Yura tertawa.
“Aish!! Orang itu lagi! Di dunia mana dia sembunyi sekarang? Aish!!” gerutu Heechul sebal.
“Menurutmu dia akan kembali?” tanya Heechul kemudian pada Yura.
“Entahlah. Menurutmu?” sahut Yura mengangkat bahu.
“Yah!! Mana kutahu pikiran orang gila itu!!” sungut Heechul.
“Sama.”

Donghae melangkah gontai keluar dari bandara internasional Korea, menyetop sebuah taksi, duduk di dalamnya setelah menaruh semua barangnya dalam bagasi. Taksi meluncur membelah jalanan, Donghae melihat keluar jendela, tidak ada yang berubah sama sekali semenjak dia pergi dari Korea dua tahun lalu. Semuanya sama saja. Apakah orang – orang yang dia tinggalkan juga tetap sama? Mereka bukan benda. Pastinya berubah. Ini yang dia harapkan atau dia takutkan? Donghae menghela napas panjang. Dia pergi dari Korea ke Italia untuk apa sebenarnya dia juga tak mengerti. Melarikan diri?? Menenangkan diri? Atau ingin lepas dari kemelut itu.
Ah, lamunan membuatnya tak sadar telah sampai ke sungai Han. Donghae menyuruh sopir taksi menepikan mobil, dia turun dari taksi berjalan menyusuri tepi sungai Han. Udara musim semi sungguh menyegarkan, Donghae merapatkan jaket yang membalut tubuh kurusnya, menurunkan topi untuk menutupi wajahnya. Donghae mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tepian sungai Han, hari sudah sore saat dia tiba disana, wajar kalau banyak orang berlalu lalang menikmati indahnya sungai Han, ada yang bersepeda, main skateboard, lari – lari kecil, menuntun seekor anjing, ataupun sekedar duduk.
Matanya menangkap sosok seseorang yang dia kenal. Gadis yang memakai kaus hitam dan hoodie hijau army yang sedang asyik memotret adalah Hyun Ra. Dari tempat Donghae berdiri agak tersembunyi di belakang pohon, dia dapat melihat gadis itu dengan jelas. Tidak ada yang berubah dari dia. Masih tetap sama seperti waktu dia tinggalkan mematung di tepi sungai Han ini dua tahun lalu. Apa yang dia lakukan disini?? Kalau hanya untuk memotret tidak mungkin dia acapkali melirik jam di pergelangan tangannya dan menoleh kesana kemari seakan sedang menunggu seseorang. Siapa? Kyu kah??
Gadis itu masih disana, sesekali mengatur posisi topi di kepalanya. Ingin sekali Donghae menghampiri Hyun Ra dan memeluknya. Keraguan menyelimutinya membuatnya tetap diam. Masihkah hati gadis itu untuknya? Bagaimana kalau sudah bukan miliknya lagi?? Dia akan nampak bodoh sekali seandainya mendadak muncul dihadapan gadis itu. Mungkin bukan sebuah pelukan yang didapat, sebuah tamparan atau makian lebih masuk akal.
Tiba – tiba Hyun Ra tersenyum dan melambai pada seseorang, Donghae mengikuti arah pandangan Hyun Ra, tersentak kaget begitu melihat siapa yang datang menghampiri Hyun Ra dengan senyuman lebar. Kyu. Astaga, Donghae!! Apa yang kau harapkan?? Sudah seharusnya kau tak terkejut dan bisa menduga hal ini, bukan??? Desis Donghae marah dalam hati. Marah?? Pada siapa?? Dirinya sendiri.  Dia melihat keakraban diantara mereka berdua, ada rasa sakit di hatinya, bukankah ini yang dulu dia harapkan, kenapa harus sakit??? Inikan yang dia mau?!! Melihat Hyun Ra memilih Kyu, karena alasan ini kan dia meninggalkan Hyun Ra.
Donghae beranjak meninggalkan tempat itu, kembali masuk taksi yang sedari tadi menunggunya. Menyuruh sopir menuju rumahnya. Donghae menengadahkan wajahnya berusaha mencegah air matanya runtuh. Gagal. Masih ingat dulu sesaat sebelum pergi dia hanya mengatakan satu kalimat pada gadis itu.
“Kalau kita bertemu di tempat ini suatu saat, itu artinya kita mempunyai perasaan yang sama.”

“Aish! Kyu telat lagi!!” Gerutu Edith melihat jarum jam di lengannya. Sudah hampir 1 jam dia menunggu Kyu di sungai Han ini, udara dingin membuatnya nyaris mati beku. Hari ini mereka berjanji bertemu ditempat itu karena Kyu ingin mengajak Edith membeli sesuatu untuk hadiah ulang tahun Rere alias Hyun Ah, saudara kembar Hyun Ra. Sudah setahun ini mereka pacaran, dan seenaknya saja Kyu mengajaknya membeli kado. Emangnya cuma Hyun Ah yang akan ulang tahun minggu depan?? Dia juga!! Kyu cuek saja dan mengatakan untuk mengharap kado dari orang lain saja karena dia tidak akan memberikan kado selain pada kekasihnya itu. Membuat kesal saja kalau mengingat kata Kyu tempo hari di telepon.
Awalnya Edith khawatir perasaan Kyu pada Rere hanya pelarian saja agar membebaskannya menunggu Donghae, agar Donghae mau kembali padanya. Ratusan kali Kyu membuktikan bahwa hatinya tulus mencintai Rere karena dari awal memang Rere yang dia sukai, mengejar Edith hanyalah sebuah kesalahpahaman saja. Mengira dirinya adalah Hyun Ah. Mengetahui hal itu membuat perasaan Edith sedikit lega, dia tidak ingin menyakiti Kyu seandainya dia bersama Donghae.
Kyu sebenarnya ingin bertemu dengan Edith di tempat lain, namun Edith menolak. Kyu tahu setiap sore tak peduli hujan badai, panas ataupun salju turun Edith akan selalu berdiri di tepi sungai Han, menunggu Donghae bodoh itu. Sudah dua tahun dia menunggu, tidak seharipun luput. Pernah dia harus berbaring di rumah sakit terpaksa tidak bisa berdiri disini, Hyun Ah dengan sukarela menggantikannya, bersama Kyu tentu saja. Dia bukan Siwon yang tega membiarkan Lany menunggu sendirian dalam mobil, juga bukan Donghae selalu seenaknya meninggalkan orang yang dia cintai. Tetap saja Donghae bodoh tidak muncul walaupun mereka berdua sampai menggigil kedinginan. Bahkan hari ini juga.
“Edith!!” teriak Kyu sambil berlari menuju Edith yang melambai tak sabar. Pasti bakal kena omelan nih, batin Kyu sambil tersenyum berharap bisa meluluhkan amarah Edith. Sampai sekarang dia tidak pernah memanggil dengan Hyun Ra, tetap Edith. Hyun Ra, hanya Donghae yang bisa memanggilnya dengan nama itu. Hyun Ra, hanya Donghae yang bisa memilikinya.
“Yah!! Adik ipar macam apa kau membuatku menunggu 1 jam?!!” gerutu Edith menyindir Kyu. Dasar!!! Mentang – mentang sekarang Kyu pacaran dengan adik kembarnya, dia bertingkah sok kuasa.
“Maaf noonim… jalanan macet!” sungut Kyu menyindir Edith dengan memanggilnya ‘noonim’, Edith hanya bisa mendelik kesal pada Kyu.
“Dia belum datang juga?” tanya Kyu mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu mencari sosok sahabat bodohnya. Sekilas dia melihat seseorang mirip Donghae, cowok berjaket hitam dan bertopi di balik sebuah pohon. Tapi bukan! Dia hanya orang lain yang sedang menikmati sunset sore ini.
“Sudahlah, kita pergi dari sini. Aku udah nyaris mati beku,” sahut Edith seakan itu salah Kyu yang membuatnya menunggu. Kyu membelalakkan matanya gemas ingin menjitak kepala gadis itu. Tanpa mempedulikan raut masam Kyu, Edith melangkah pergi.
“Yah!! Siapa yang menyuruhmu menunggu disini??!! Dasar bodoh!!” Kyu bersungut – sungut tak karuan mengikuti di belakang Edith.
“Berisik!!”
“Kau pacaran dengan Rere bukan supaya Donghae kembali padaku, kan?” untuk sekian kalinya Edith menanyakan hal yang sama pada Kyu. Kyu membuang napas kesal, harus berapa kali dia menyakinkan gadis ini.
“Sinting!! Emangnya aku sebodoh Donghae yang suka membohongi diri sendiri?! Aku tipe orang jujur pada perasaanku sendiri,” gerutu Kyu sebal. Dia pernah mengungkapkan hal ini pada Hyun Ah yang meresponnya dengan tertawa saja. Menenangkan Kyu dengan mengatakan kalau sikap Edith seperti itu karena terlalu sayang pada dirinya. 
“Syukurlah. Berarti seandainya Donghae kembali aku ga akan menyakitimu,” kata Edith.
“Itu kalo dia balik lagi,” timpal Kyu menggoda Edith. Bukan Edith saja yang mengharapkan pahlawan kesiangan itu kembali, dia dan Siwon juga. Mereka sepakat akan menghajar Donghae saat bertemu nanti.
“Yah!! Sialan kau!”
“Hahahaha… salah sendiri kau terlalu ge-er ma perasaanku ini,” kata Kyu mengejek Edith sampai membuat muka Edith memerah.
“Kan dulu kau ngejar – ngejar aku!” bela Edith berusaha mengingatkan tingkah Kyu dulu.
“Soalnya aku belum tahu kalo Angel itu Hyun Ah!! Kalo tau, ngapain capek – capek nyari kamu,” bantah Kyu membela diri.
“Kau emang minta dihajar, Kyu!” ancam Edith merasa kalah, tidak tahu harus bicara apa lagi dengan cowok di sebelahnya ini. Dia terlalu pandai dalam berbantah – bantahan dan semua yang dia ucapkan mengandung kebenaran.
“Aku katakan pada Hyun Ah kau menyiksaku,” balas Kyu balik mengancam. Sesadis apapun Edith, dia bertekuk lutut pada saudara kembarnya itu. Dibalik sikap anggun Hyun Ah, dia menyimpan racun mematikan bagi Hyun Ra, yang bahkan Heechul dan Teuki tak pernah bisa menjinakkan. Begitu berhadapan dengan Hyun Ah, bagai singa kehilangan taringnya. Kyu tertawa setiap mengingatnya.
“Dasar tukang lapor!!!” gerutu Edith.
“Biarin aja!!”
“Menyebalkan!!”

Bug!! Bag!! Bug!!
Terdengar suara gaduh dari dalam kamar Siwon. Kyu dengan semangat tinggi dan dendam membara memukul tubuh Donghae yang 30 menit lalu tiba – tiba muncul di depan pintu kamar Siwon. Kyu yang kebetulan ada disana langsung menyambar leher Donghae dan tanpa bicara sepatah katapun menghajar Donghae. Siwon si empunya kamar malah duduk menyilangkan kaki di ambang jendela kamarnya tidak mempedulikan kedua sahabatnya baku hantam, tidak ada niat sedikitpun untuk melerai perkelahian mereka karena dia tahu adu jotos itu sebagai pelampiasan segala amarah antara keduanya. Dia malah melihat prihatin kamarnya yang hancur berantakan. Bergidik ngeri membayangkan reaksi kekasihnya, Lany, yang bakalan kena getahnya membereskan kamarnya. Bisa – bisa giliran dia yang dihajar nanti.
Badan Kyu dan Donghae sakit semua, darah menetes dari sudut bibir Donghae yang pecah kena tonjokan dari Kyu. Keadaan Kyu juga tidak lebih baik dari Donghae, mata kanannya memar kena bogem mentah dari Donghae, bibirnya juga mengeluarkan darah. Kini mereka berdua kehabisan tenaga, terengah – engah sampai akhirnya jatuh terlentang di lantai kamar Siwon. Melihat kedunya terkapar, Siwon berdiri dan berjalan keluar kamar menuju dapur, mengambil minuman untuk kedua petarung tadi. Kalau dipikir – pikir, tadi dia seperti melihat pertandingan tinju saja. Bedanya tidak ada pemenang ataupun pecundang dalam pertandingan dalam kamarnya barusan.
Siwon kembali ke kamarnya dan mendapati Kyu sedang heboh memaki – maki Donghae. Kalau yang satu ini, dia juga perlu ikutan kayaknya. Setelah meletakkan kaleng minuman di meja, dia duduk di lantai berhadapan dengan Donghae disebelah Kyu.
“Kau..!!!! Bodoh!!!! Ga punya otak!!! Sinting!! Dasar manusia ga tahu diri!!! Egois!! Bebal….. bla bla bla!!!” segala macam kata jelek keluar dari mulut Kyu. Siwon menghitung ada lebih 20 kata. Kyu terengah antara capek setelah berantem sekaligus marah. Donghae hanya tertunduk merasa bersalah. Dia bisa mengerti kemarahan Kyu dan Siwon padanya. Sedikit rasa terima kasih pada Siwon yang tidak turut serta menghajar ataupun memakinya seperti Kyu. Namun…
Plakk!! Siwon memukul kepala Donghae dengan majalahnya. Aish!! Sama saja ternyata. Donghae mendongak ingin menghajar Siwon, tangannya yang sudah terangkat berhenti di udara tatkala melihat mata kedua sahabatnya itu berkaca – kaca. Dia menurunkan tangannya dan kembali tertunduk.
“Cowok macam apa kau membiarkan seorang gadis menunggumu selama 2 tahun?” kata Siwon tajam menyentakkan hati Donghae. Dia mengangkat muka dan menatap Siwon tak mengerti.
“Edith!! Kim Hyun Ra!! Masih menunggumu, bodoh!” bentak Siwon lagi. Donghae menatap Siwon dan Kyu bergantian. Hyun Ra? Menungguku? Bukankah dia…
“Hyun Ra? Untuk apa dia menungguku? Bukankah dia sudah bersama Kyu?” tanya Donghae menoleh ke arah Kyu yang langsung meluap lagi emosinya. Kalau tangannya tidak ditahan oleh Siwon mungkin dia akan menyarangkan kepalan tangannya ke muka Donghae lagi.
“Bodoh!! Makanya, kalo mau kabur tuh tanya dulu!! Jangan suka mengambil keputusan seenaknya. Memangnya kau siapa berani – beraninya memutuskan kalo dia harus bersamaku? Hah?!!!” bentak Kyu marah. Donghae tidak mengerti maksud perkataan Kyu. Artinya mereka, Kyu dan Hyun Ra…
“Dia tidak pernah menyukaiku dan dari awal secara teori aku juga tidak menyukai Edith,” jelas Kyu mulai reda emosinya setelah Siwon memaksanya minum dan menepuk punggungnya menenangkan.
“Maksudmu? Bukannya kau sendiri yang bilang kau suka dia?”  tanya Donghae kebingungan.
Siwon menggaruk kepalanya ikutan bingung, dia tidak tahu akan menjelaskan darimana permasalahan itu pada Donghae.
“Well. Dia emang suka pada Hyun Ra atau lebih tepatnya dia kira Hyun Ra. Apa kau tahu dia kembar?? Nah, si Kyu ini ternyata salah orang. Dia sukanya bukan pada Hyun Ra tapi kembarannya, Hyun Ah. Karena kita tidak tahu selama ini mereka kembar, terjadilah salah paham ini. Waktu kita tahu semuanya, kau sudah terlanjur kabur entah kemana. Jadi, selama dua tahun ini Hyun Ra masih menunggumu. Kau paham, otak udang?!!” panjang lebar tanpa jeda sedetikpun Siwon menjelaskan kronologi peristiwa dua tahun lalu itu pada Donghae yang bengong berusaha mencerna kata – kata teramat rumit baginya dari Siwon. Otaknya yang mulai rusak gara – gara baku hantam dengan Kyu barusan atau memang dia mendengar Hyun Ra kembar?? Dan Kyu… APA?!!
“Jadi.. aku…”
“Jadi, kau kabur itu sia – sia. Dasar bodoh!! Hahahaha…”

Hyun Ah melihat sinis pada sosok di depannya. Jadi manusia ini yang sudah membuat saudara kembarnya menderita? Dia juga yang membuat dirinya dan Kyu berdiri mematung di satu hari bersalju untuk menggantikan Hyun Ra menunggu?? Kalau tidak ingat Hyun Ra pasti dia bakalan menambah koleksi luka di wajah laki – laki itu dengan sebuah tamparan. Sama halnya dengan Donghae yang menatap tak percaya gadis di depannya itu. Tadi dia mengira gadis itu Hyun Ra, ternyata bukan. Benar kata Kyu mereka kembar yang sulit dibedakan. Kalau tidak ada Kyu tadi, mungkin dia tak akan percaya begitu saja pengakuan Hyun Ah.
Setelah mendengar penjelasan Hyun Ah, Donghae tahu harus mencari Hyun Ra kemana. Tempat terakhir kali mereka bertemu untuk berpisah. Tempat dimana Donghae mengikatkan nasibnya. Tanpa dia sadari dia sudah menyuruh gadis itu menunggunya.
“Kalau kita bertemu di tempat ini suatu saat, itu artinya kita mempunyai perasaan yang sama.”
Sepertinya Hyun Ra ingin membuktikan pada Donghae bahwa dia masih mempunyai perasaan suka meskipun harus menunggu berapa tahun sekalipun. Karena itulah Hyun Ra masih menunggu dirinya disana sambil terus berharap suatu saat dia datang ke tempat itu. Hyun Ra tidak ingin ketika Donghae datang ke tempat itu tidak menemukan dirinya dan berpikir dia sudah melupakan Donghae.
Donghae menyusuri tepian sungai Han mencari keberadaan Hyun Ra. Akhirnya dia menemukan gadis itu seperti biasanya, memotret. Kali ini dia memakai kemeja merah dan jaket berwarna biru diatasnya. Donghae tersenyum ragu melangkahkan kaki menghampiri Hyun Ra dari arah belakangnya. Hyun Ra mendadak menoleh ke belakang, sepertinya dia merasakan seseorang sedang mengawasinya, dia membelalakkan mata tak percaya, membeku di tempatnya saat mendapati Donghae di hadapannya. Beberapa saat tak ada satu katapun keluar dari mereka berdua, hanya saling memandang. Perlahan Donghae tersenyum pada gadis di depannya itu. Betapa dia merindukannya ternyata.
“Kalau kita bertemu di tempat ini suatu saat, itu artinya kita mempunyai perasaan yang sama,” kata Donghae mengulang perkataannya pada Hyun Ra dua tahun lalu. Hyun Ra tersenyum, penantiannya tidak sia – sia. Angelnya sudah kembali dari pengembaraan ke hadapannya.
Syal di leher Hyun Ra tersingkap tertiup angin, memperlihatkan sepasang kalung berbentuk bulan dan berukir DH berkilauan tertimpa sunset sungai Han.



 *the end


No comments:

Post a Comment