Friday, October 22, 2010

ANGEL pt.3


“KALIAN APA – APAAN, SIH?????” teriakku menumpahkan rasa kesal. Teuki oppa dan Chulie oppa memandangku tak percaya bisa marah.
“Kayak anak kecil aja. Jadiiiii… oppa manggil Edith hanya karena ingin tau Edith lebih nurut ama siapa, gitu??!!! Oppaaaaaa……!!!”
omelku membuat mereka diam tak berkutik. Ampuuun… mereka tuh ya….. sekalian aja deh aku marah, itung – itung buat ngebalas kelakuan mereka yang suka seenaknya padaku selama ini. Oppa macam apa sih, mereka???
“Sudah Edith bilang, kalau di kampus jangan dekat – dekat Edith!!!! Bukannya nurut malah suka manggil Edith seenaknya. Gara – gara oppa, cewek – cewek pada sebel ma Edith dari dulu!! Huh!!” amukku. Cewek – cewek centil itu semua suka salah paham padaku, mereka juga ga berani marah pada kedua pacar oppaku, makanya yang jadi sasaran selalu aku. Menyebalkan!! Aku pelototin mereka bergantian.
“Udah!!! Edith mau ke kelas aja!! Lain kali kalau oppa manggil Edith ga datang, itu salah kalian sendiri. Arrasseo??!!” bentakku sekali lagi seraya membalikkan badan pergi dari tempat kedua oppaku yang masih shock melihat aku marah. Hehehe…. Lega juga akhirnya. Ada yang terlupa, aku memutar badan menghadap Chulie oppa.
“Satu lagi!!! Jangan telepon Edith kalo ga ada tragedy!!” kataku memberikan peringatan. Chulie oppa mematung belum lepas dari rasa kagetnya. Anggukan kepalanya mirip gerakan robot aja, hampir aku tertawa.
“Dith…” panggil Teuki oppa lembut. Aku menghentikan langkah dan menoleh padanya.
“Apa?!!” jawabku ketus.
“Omma nyuruh kau pulang. Makanya tadi oppa panggil, kita pulang bareng,” kata Teuki oppa berusaha meredamkan emosiku dengan bernada lembut.
“Arraseo!! Edith ntar pulang, tapi sendiri! MA…LES… bareng oppa!!” sahutku masih ketus dan langsung pergi meninggalkan mereka. Sayup – sayup kudengar pertengkaran mereka saling menyalahkan. Dasar.. kapan sih, mereka akan bersikap dewasa sedikit aja???
Dari dulu belum berubah. Suka seenaknya memperebutkanku seakan aku ini boneka saja. Tarik sana… tarik sini…  aku tau mereka sayang padaku. Aku mau apa aja pasti mereka turuti, aku mau kemana aja, mereka akan selalu siap mengantarku, ke bulan sekalipun. Namun, perhatian mereka terlalu berlebihan dan cenderung over protektif terhadapku.  Sejak masuk kuliah mereka sudah kuperingatkan untuk tidak menunjukkan gejala bahwa mereka mengenalku, tidak menguntitku ataupun menyuruh gerombolannya mengawasiku seperti waktu SMP dulu.  Aku sempat ngambek ga mau masuk kuliah sampai pada akhirnya appa turun tangan dan mengultimaltum kedua oppa geblekku itu.

“Edith, apa kemarin kau bersama Heechul?”  tanya Yura onnie. Aku menggeleng. Bagaimana kami bersama kalau sedang dalam keadaan perang.
“Onnie kan tau kami berantem,” sahutku dengan tampang masam.
“Bukan kemarin ini, sekitar seminggu lalu,” jelas Yura onnie.
“Di kampus aku jarang ketemu Chulie oppa, kalo  Teuki oppa sih, sering,” kataku lagi.
“Ada orang yang memberitahuku kalau kemarin melihat kalian berdua di lapangan parkir utara dekat taman,” sambung Yura onnie. Aku mengerutkan kening, mengingat, lalu menggeleng. Seingatku, aku tidak pernah bertemu dengan Chulie oppa di tempat yang Yura onnie sebutkan tadi. Setiap kami bertemu pasti di lapangan parkir belakang kampus. Dan itupun jarang terjadi, kalau tidak terpaksa.
“Kalau bukan kau, lalu siapa? Katanya mesra sekali,” keluh Yura onnie membuatku menahan ketawa. Hahahaha…. Cemburu ya??? Cemburu untuk seseorang seperti Chulie oppa??
“Onnie, jangan khawatir. Cuma onnie yang mau ma oppa, cewek lain masih waras otaknya,” kataku berusaha menenangkannya. Tentu saja itu bohong!! Fans oppa bejibun, meskipun mereka tahu oppa sudah bertunangan, masih saja keukeuh ngedeketin oppa.
“Edith! Kau ngatain onnie, ya?” kata Yura onnie baru sadar dengan kalimat terakhirku. Aku tertawa.
“Sudahlah, onnie. Kau jangan percaya omongan orang lain. Edith tau, oppa itu cintanya ma onnie, ga bakal berbuat aneh,” hiburku sekaligus membela Chulie oppa. Wah, aku ga mau kehilangan calon kakak ipar sebaik Yura onnie. Lagipula aku percaya oppa tidak bakalan berbuat macam – macam.
“Entahlah. Sahabat onnie yang melihatnya, kebetulan waktu itu dia ada diparkiran. Dari ciri – ciri yang dia sebutkan, aku pikir itu kamu,” kata Yura onnie sedikit sedih.
“Onnie sudah tanya ke oppa, belum?”
“Kau tau sendiri oppamu itu gimana. Ditanya apa, jawabnya juga apa. Kalo sampai onnie bertanya masalah ini, oppamu bisa ngamuk nuduh onnie ga percaya ke dia. Bingung, Dith!” keluh Yura onnie. Ada benarnya juga. Temperamen oppaku satu itu emang mirip roller coaster, ga jelas, suka naik turun seenaknya tanpa mikirin orang lain. Aku jadi kasihan ama Yura onnie yang menurutku kelewat sabar menghadapi Chulie oppa.
“Tenang onnie, ntar Edith tanya ke oppa, deh. Tapi Edith yakin oppa ga bakal berkhianat,” kataku lagi sambil mengelus punggung Yura onnie. Ah, oppa bikin gara – gara aja. Mumpung masih kesal karena kejadian kemarin, nanti di rumah aku marahin lagi aja, batinku kesal.
“Oh ya, Dith, mianhae. Onnie belum sempat mengenalkanmu pada Donghae, onnie belum  bertemu dengannya. Sepertinya dia sibuk belakangan ini bahkan dia ga datang rapat,” kata Yura onnie mengganti topik pembicaraan. Aigooo… my angel, Lee Donghae. Memikirkannya saja membuat wajahku memanas.
“Astaga…. Edith! Kau benaran suka padanya, ya? Mukamu sampai merah gitu hanya dengar namanya aja. Hahahaha….” Goda Yura onnie membuatku makin tersipu. Yura onnie tertawa geli.
“Onnie, dia sekelas denganku di kuliah umum,” ujarku memberitahu Yura onnie.
“Hah?? Benarkah?? Kau pasti jadi rajin kuliah, kan?” tanya Yura onnie menggodaku.
“Onnie, dari dekat dia ganteng sekali. Edith sepertinya jatuh cinta padanya,” kataku memberi pengakuan, kembali membuat Yura onnie terkaget – kaget.
“Kau serius?!!” seru Yura onnie menatapku tak percaya.
“Hmm…yup!” sahutku mengangguk tanpa ragu.
“Edith akan mendekati Donghae dengan cara Edith sendiri. Jadi, onnie tidak perlu membantuku lagi,” sambungku lagi. Yura onnie menepuk pundakku dan tersenyum lembut.
“Ya, onnie mengenalmu. Kau selalu mendapatkan apapun yang kau inginkan dengan tanganmu sendiri. Onnie hanya bisa mensupportmu saja,” kata Yura onnie. Aku memeluknya dengan penuh rasa sayang dan terima kasih. Dia emang paling mengerti diriku, wajar saja aku sudah mengenalnya sejak dulu. Sejak aku menjadi adik Teuki oppa.
“Bantuan kecil dari onnie, Donghae masih available alias belum punya kekasih,” beritahu Yura onnie mengedipkan matanya padaku. Wah, info yang sangat berharga sekali. Senyumku semakin lebar.
“Gomawo, onnie!! Ga tau deh, kalo ga ada onnie,” kataku berterima kasih. Sepertinya ucapan terima kasih saja tidak cukup, aku harus membantunya menyelesaikan masalah Chulie oppa.
“Bukan apa – apa. Tanpa onnie kau juga pasti bisa. Hwaiting!” sahutnya memberi semangat. Aku memeluknya lagi, lebih erat.
“Ah, onnie! Edith menyayangimu!! Onnie emang the best, deh!! Edith ga akan melepaskan onnie jadi kakak ipar Edith!” seruku memujinya. Yura onnie hanya tertawa mendengar kata – kataku. Dia mengacak poniku dengan gemas.
“Onnie juga akan membantumu merahasiakan ini dari oppamu,” janji Yura onnie mengacungkan jari kelingkingnya. Akupun menautkan jari kelingkingku, lalu kami berdua tertawa. Kalau ada Hyeon onni pasti lebih seru, sayangnya dia sedang ke pulau Jeju menemani kedua orang tuanya.
“Oppa pasti heboh kalo tau aku jatuh cinta. Trus jadi detektif dadakan, over protektif ala mafianya bakal kumat lagi. Seperti dulu waktu Edith SMP,” kataku teringat waktu SMP, oppa heboh luar biasa untuk mencari tahu tentang cowok yang aku suka. Sampai menyusup ke database sekolah segala.
“Kau benar, Dith. Onnie pasti bakal pusing dan disalahin ma oppamu, ngiranya onnie yang ngenalin Donghae ke kamu,” timpal Yura onnie tertawa.
“Edith ga mau itu terulang lagi. Cukup sekali aja. Hahahaha,” kataku bergidik ngeri membayangkan tragedi itu terulang lagi. Pikiran Yura onnie ternyata sama, kami berpandangan dan tertawa geli. Salah satu alasan kenapa aku merahasiakan hal ini dari oppa dan juga alasan menyembunyikan hubungan keluarga dengan kedua oppaku itu dari orang lain adalah peristiwa di masa lalu yang tak ingin ku ulang lagi. Yura onnie teringat sesuatu dan menepuk lenganku pelan, aku menoleh.
“Berarti, Donghae itu cinta keduamu, kan?” tanya Yura onnie. Aku menggeleng.
“Mwo? Bukankah cinta pertamamu itu sunbae SMPmu?” lanjut Yura onnie bingung.
“Aniyo…” jawabku menggeleng. Yura onnie mengerenyitkan dahinya mengingat sesuatu.
“Seingat onnie, kau jatuh cinta pada sunbaemu. Setelahnya kau belum jatuh cinta lagi, kan? Karena kau masih suka padanya,” papar Yura onnie sedikit ragu. Aku mengangguk membenarkan.
“Onnie benar.”
“Sekarang kau sudah melupakan cinta pertamamu itu, kan?” tanya Yura onnie menyelidik. Aku menggeleng lagi. Yura onnie terperanjat.
“Belum…”
“Mwo?” serunya tak mengerti.
“Onnie, ada yang belum Edith ceritakan pada onnie,” kataku padanya. Dia memandangku penuh tanya.
“Apa? Jangan buat onnie penasaran,” desaknya mencengkram lenganku agak kuat. Aish!! Kebiasaan nih, Yura onnie kalo ga sabar suka nyiksa orang. Dia mengguncang lenganku saat melihat aku masih terdiam.
“Tentang cinta pertama waktu SMP itu benar. Tentang aku masih menyukai orang itu juga benar. Aku belum melupakannya sampai sekarang. Tentang Donghae adalah cinta keduaku itu, salah,” kataku berusaha menjelaskan malah membuat raut muka Yura onnie berkerut, mata menyipit, diliputi kebingungan.
“Onnie ga ngerti apa maksudmu. Kalau Donghae bukan cinta keduamu, artinya…” kalimat Yura onnie menggantung. Dia terbelalak menatapku, dia mulai paham.
“Ga mungkin!” teriaknya kaget campur tak percaya. Kedua tangannya menekap mulut, matanya makin terbelalak sewaktu melihatku mengangguk.
“Onnie, Donghae itu adalah sunbae Edith. Cinta pertama Edith. Orang yang selama ini Edith cari. Lee Donghae,” kataku lirih. Ada kristal bening di ujung mataku, mulai menetes di pipi kiriku.
“MWO?!!!!”

Author pov
“MWO??!!!” seru Siwon kaget. Dia menoleh dan menatap Lany dalam - dalam, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari mulut kekasihnya itu. Saat ini mereka berdua sedang dalam mobil Siwon, baru saja menghabiskan malam minggu di sebuah restoran di Apgeujeung. Untung saja sebelum Lany mengatakan hal yang membuat Siwon kaget sampai hampir kena serangan jantung dia menyuruh Siwon memarkirkan mobilnya di tepi sungai Han.
“Aduh, Wonnie, bisa ga sih kau ga teriak?” sungut Lany menutup kedua telinganya.  Siwon masih melotot bagaikan patung lilin. Lany sampai harus menepuk pipi Siwon untuk menyadarkannya dari kebekuan.
“Tunggu..tunggu dulu.  Biar aku cerna perkataanmu tadi,” sahut Siwon mengalihkan pandangannya dari Lany, kedua tangan mencengkram stir mobil, tatapannya lurus ke depan.  Tak lama kemudian Siwon mengacak rambutnya, gelisah. Berkali – kali dia menghela napas, kembali menoleh pada Lany.
“Apa benar yang barusan kau katakan?” tanya Siwon setelah berhasil mengatur napas dan mengikis rasa terkejutnya. Lany mengangguk.
“Ottoke?”  Lany balik bertanya berharap Siwon dapat menemukan solusi bagi masalah mereka berdua.
“Entahlah, aku juga ga tau harus bagaimana. Mereka berdua sahabatku, Lan. Aku ga bisa memilih salah satu diantara mereka,” sahut Siwon bingung. Lany mendengus kesal mendengar jawaban tak memuaskan dari Siwon.
“Aku tahu. Tapi, Edith juga sahabatku,” gerutu Lany merasa kalau Siwon hanya memikirkan Donghae dan Kyu serta mengesampingkan perasaan Edith.
“Aku masih belum percaya kalau orang yang disukai Edith adalah Donghae,” desah Siwon menerawang. Kenapa mendadak menjadi secomplicated ini? Pantas saja reaksi Lany aneh tempo hari saat mendengar pengakuan Kyu dan terlihat enggan mengenalkan Edith pada Kyu.
“Dan orang itu malah membantu Kyu mendekatinya tanpa tau perasaan Edith sebenarnya,” sambung Lany melirik Siwon yang menatap keluar jendela. Biasanya mereka menikmati pemandangan di luar sana sambil mendengarkan musik favorit Lany dan berpegangan tangan atau berjalan – jalan saja mengelilingi sungai Han. Kali ini terasa bagai neraka.
“Tidak menyangka Kyu suka pada Edith,” kata Lany lagi membuyarkan lamunan Siwon.
“Jadi serba salah. Kalau aku bantu Kyu mendekati Edith padahal Edith suka Donghae berarti secara tidak langsung aku menjauhkan Edith dari Donghae. Itu tidak adil bagi Edith. Tapi, kalau aku membantu Edith mendekati Donghae, bagaimana dengan Kyu?? Seperti berkhianat jadinya…. Aish!!” kata Siwon bingung, menggaruk kepalanya lalu memukul pintu mobil agak keras. Dia benar – benar tidak tahu harus bagaimana. Bagai makan buah simalakama.
“Ya udah, kau diam saja. Ga usah bantu siapapun,” usul Lany ketus membuat mata Siwon melotot. Saran macam apa itu?!!
“Ga bisa!! Aku harus bantu Kyu. Kan dia yang suka pada Edith. Donghae ga suka, kan?” kata Siwon bersikeras.
“Bagaimana kalau akhirnya Kyu terluka??? Atau Edith?? Karena kita sok ikut campur?” cecar Lany. Lebih baik Kyu yang terluka daripada melihat Edith terluka. Sebaliknya bagi Siwon, dia tidak ingin melukai sahabatnya. Hanya Donghae yang tidak bakal terluka dalam kasus ini, malah akan memberikan luka mungkin. 
“Aish.. molla!! Kau bikin aku pusing aja!” gerutu Siwon memukul dashboard mobil karena kesal. Lany memandang kekasihnya itu berusaha memahami kemelut dalam dirinya.
“Waktu pertama tahu aku nyaris pingsan! Makanya aku ga mau ngebantuin Kyu waktu itu. Sekarang aja aku ngrasa bersalah pada Edith,” keluh Lany lirih. Siwon menoleh pada Lany yang tertunduk menatap kakinya sendiri. Kasihan juga melihat Lany, Siwon menggenggam jemari Lany, terasa dingin dan sedikit gemetar.  
“Kenapa?”
“Aku ga memberitahukan alasan sebenarnya kenapa aku mengenalkannya pada Kyu. Seharusnya kan aku mendekatkannya dengan Donghae, bukan Kyu,” Lany memberikan penjelasan. Rasa penyesalan terlihat jelas di wajahnya.
“Tapi, Kyu yang suka Edith, bukan Donghae,” bantah Siwon keras.
“Donghae yang disukai Edith!!! Pertama kalinya aku melihat Edith suka seseorang,” nada suara Lany meninggi. Dia kesal, kenapa Siwon tak paham juga???
“Kyu juga..” desah Siwon memukul pelan keningnya. Lany memegang lengan Siwon, air mata hampir runtuh. Siwon meraih Lany ke dalam pelukannya, membelai lembut rambut panjang Lany, membiarkan gadis itu terisak di dadanya, menumpahkan segala resah dalam hatinya.
“Ottoke????”
Siwon terdiam tak menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir Lany. Dia sendiri sungguh tak tahu lagi. Seharusnya dia tak perlu tau hal ini, tak perlu mendengarkan pengakuan Lany, tak usah terjebak dalam kisah cinta rumit ini, kini semua tak lagi mudah. Parahnya, hanya dia dan Lany yang menyimpan rahasia ini. Tidak bisa mengatakan pada Donghae apalagi Kyu, terpaksa disimpannya dalam hati. Untuk pertama kalinya dalam hidup Siwon dan selama bersahabat dengan Donghae dan Kyu, dia menyimpan rahasia dari mereka berdua.




Kyuhyun pov
“Kyu!” seseorang menegurku. Aku turunkan tanganku yang sedang memegang kamera, menoleh ke arah sumber suara. Edith! Dia tersenyum padaku dan tangannya juga sedang memegang kamera, sama denganku.  Aku membalas senyumnya. Dia berjalan ke arahku.
“Edith? Ga nyangka ketemu disini. Apa yang kau lakukan?” tanyaku senang. Edith mengacungkan kameranya.
“Melihat kota Seoul. Sama sepertimu,” jawabnya tersenyum. Makin aku sadari senyumnya itu bagaikan obat bius. Membuatku terpana. Pandangannya mengitari tempat itu.
“Kau sering ke tempat ini, Kyu?” tanya Edith sambil memotret sebuah objek di tengah kota Seoul.
“Ya. Aku bisa menemukan banyak hal unik disini,” terangku tanpa menoleh padanya yang sibuk mengambil gambar berbagai hal di sekitar kami.  Dia berhenti memotret daan menatapku.
“Ini salah satu tempat favoritku di Seoul. Ada satu tempat lagi, selain bagus juga tenang untuk menyendiri,” katanya. Dia memandangku, belum sempat aku tahu maksudnya dia sudah menarik tanganku berlari menyusuri jalanan Seoul. Cuma bisa pasrah mengikuti langkah kakinya. Sesekali aku tersenyum melihat tangan kami saling bertaut.
Sudah hampir 20 menit kami berlari, napasku hampir mendekati limit. Dia berbelok di sebuah jalanan sempit, setelah melalui jalan setapak yang menanjak, dia berhenti, dia menoleh padaku dan melepaskan genggaman tangannya. Sudah sampai. Tanpa perlu dia jelaskan aku sudah tahu kenapa ini menjadi tempat favoritnya. Dari tempat ini, kami bisa melihat kota Seoul dalam dua sisi. Gemerlapnya kehidupan kota di depanku dan kesejukan pegunungan serta lembah menghijau di belakangku. Tempat ini juga dipenuhi pepohonan, bunga dan burung berkicau. Hanya ada kami berdua disini.
“Bagaimana? Keren, kan?! Ini tempat rahasiaku, dengan sukarela aku berbagi tempat ini denganmu. Kau boleh datang kesini kapan saja,” katanya menawarkan tempat ini. Hah?? Edith?? Membagi tempat rahasianya denganku?? Tidak terbilang rasa gembiraku. Ku toleh dia yang sekarang berbaring di sebuah bangku tua, memotret langit. Kedua kakinya menjuntai dari sisi lain bangku itu. Ada yang aneh dengan perasaanku saat melihatnya kali ini.
“Kau selalu sendirian?” tanyaku memecah kesunyian. Selama ini aku selalu melihatnya sendiri, sesekali dengan Lany, selebihnya dia sendirian, sibuk dengan kameranya. Di tangga kampus, di taman, di lapangan, aku mengawasinya tanpa dia sadari.
“Kau juga. Apa kau tak pernah pergi dengan kedua sahabatmu itu?” dia balik bertanya. Dia merubah posisinya dari berbaring kini duduk menghadap ke arahku.
“Kadang bersama Siwon, dia juga hobi fotografi. Kalau Donghae, dia lebih sering pergi sendiri,” jawabku menjelaskan. Dia mengangguk.
“Kalian ga sekompak yang aku pikir. Bahkan masalah pacaran pun  kalian ga kompakan, cuma Siwon yang unavailable kan? Hahahaha….” Katanya ceplas ceplos. Mau tak mau aku ikutan tertawa.
“Bagaimana denganmu?” tanyaku penasaran. Dia terdiam sejenak dan menghela napas. Tolong, jangan bilang kau sudah mempunyai kekasih, doaku dalam hati.
“Aku? Ada seseorang yang aku sukai sejak lama, sayangnya aku ga tau perasaannya padaku,” jawabnya seraya menatap langit. Matanya mengguratkan kesedihan, membuatku bersedih sekaligus patah hati.
“Sama. Gadis yang aku sukai menyukai orang lain,” sahutku lirih. Tersentak dia melihatku.
“Mwo?!! Benarkah?” serunya kaget.
“Saranku, jangan menyerah. Kau pasti bisa membuat gadis itu berpaling padamu, hanya gadis bodoh yang menolakmu,” katanya menghiburku dengan menepuk punggungku. Apa kau akan seperti itu? Apa kalau aku terus mengejarmu kau akan berpaling dari orang yang kau sukai itu? Tanyaku dalam hati.
“Benarkah?”
“Ya, kau baik, tampan, pintar, perhatian, ramah. Hampir memiliki semua kriteria idaman semua gadis,” sahutnya tersenyum. Seandainya aku belum tau kau menyukai orang lain, mungkin aku akan melambung ke angkasa dan memelukmu serta meneriakkan perasaanku padamu, batinku.
“Aku harap gadis itu berpikir seperti itu,” desahku lirih dan perih. Dia memberikan senyuman berusaha menyemangatiku, entah kenapa malah membuatku sakit.
“Bagaimana dengan Donghae?” tanyanya.
“Donghae?? Ada satu orang yang mengisi ruang hatinya dari dulu,” sahutku.
“Eh?!!”
“Dia masih menanti cinta pertamanya sampai sekarang,” kataku lagi. Saat aku berpaling ke arah Edith, aku melihatnya tertunduk dengan ekspresi yang susah aku tebak. Kecewa?? Sedih?? Datar – datar aja??
“Begitukah??” gumamnya masih memandang kakinya, membuat guratan kecil di tanah.
“Yaah… itulah Donghae. Masih menyimpan Kim Hyun Ra dalam hatinya,” kataku lebih pada diriku sendiri sebenarnya, Edith mendengar perkataanku. Edith tersentak mendengar nama itu dan langsung berdiri memandangku tajam.
“Nugu?!!” tanyanya kaget. Aku terheran melihat reaksinya. Apakah dia mengenal gadis itu?
“Kim Hyun Ra,” sahutku pelan.  Edith terbelalak kaget, tanpa perlu aku bertanya lagi sepertinya dia memang mengenal orang yang aku sebutkan. Wah, kalau memang benar dia mengenalnya, aku bisa minta tolong Edith membantu Donghae menemukan cinta pertamanya itu.
“MWO?!!!”

Edith pov
“Donghae oppa, bisa bicara denganmu sebentar?” tanyaku sedikit ragu ketika melihat dia masih asyik mencatat. Di melirikku sekilas, lalu menutup buku dan membereskannya. Dia menarik kursi di sebelahnya menyuruhku duduk. Kesunyian menyelimuti kami setelah aku duduk di sebelahnya.
“Ada apa?” tanya Donghae heran. Ku rogoh saku jaketku dan menyorongkan sebuah kotak mungil berwarna biru ke arahnya. Dia melihatku keheranan, dengan gerakan tangan  aku menyilahkan dirinya membuka kotak itu. Sejurus kemudian dia memegang kalung dengan liontin bulan separuh dengan tangan gemetar.
“Darimana kau dapat ini?” tanya Donghae gugup.
“Oppa yang memberikannya padaku,” sahutku pelan, dia menggeleng.
“Tidak!! Aku memberikan ini pada orang lain,” katanya membantah.
“Kim Hyun Ra, kan?” saat ku sebut nama itu, dia tersentak kaget luar biasa. Kalung itu meluncur lepas dari tangannya, jatuh ke lantai.
“Kau siapa?? Bagaimana kau mengenal dia??” tanya Donghae dengan muka pucat. Ah, kau masih mengingat dia rupanya, oppa.
“Oppaaa…. Kau benar – benar tidak mengingatku?” aku balik bertanya, sedikit sedih. Dia hanya ingat nama itu, tapi tidak bisa mengingat siapa yang sekarang ada di hadapannya. Ini aku!!
“Kau….” Kalimatnya menggantung. Dia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki, tak percaya.
“Ne. Aku Kim Hyun Ra, adik kelasmu di SMP Yongsan,” terangku membuatnya terperanjat.
“Tidak mungkin!!” serunya masih tak percaya.
“Ini aku, oppa!!” kataku berusaha menyakinkan dia sekali lagi.
“Bagaimana bisa kau menjadi Edith?” tanyanya menyelidik. Aku menghela napas panjang. Kalau kau tahu, oppa….
“Hidupku tak lebih mudah setelah kau pergi, oppa. Aku juga pindah sekolah dan memakai nama non-Koreaku,” jelasku, ekspresinya berubah menjadi sedikit iba.
“Kau…benar Hyun Ra? Gadis kecil yang suka dibully hanya karena bersaudara dengan Heechul?” tanya Donghae mulai percaya. Aku mengangguk sambil tersenyum.
“Akhirnya oppa percaya padaku, kan?”
“Kau banyak berubah, oppa hampir tidak mengenalimu. Sejak kapan kau menyadarinya? Sejak kita sekelas?” dia bertanya. Dan kali ini dia tersenyum, senyum yang sudah sekian tahun aku rindukan.
“Aniyo.. sejak Yura onnie menyebutkan namamu,” jawabku. Dia kembali terdiam. Cukup lama kami terdiam, hanya saling menatap.
“Oppa, kenapa waktu itu kau pergi tanpa berpamitan padaku?” akhirnya aku bertanya tentang kejadian 7 tahun lalu.
“Mianhae…” dia tertunduk, aku lihat ada air mata di pelupuk matanya.
“Aku mencarimu. Selalu mencarimu,” kataku lagi membuatnya tercengang.
“Mencariku?!! Aku yang selalu menunggumu, tapi kau tak pernah datang,” bantahnya. Ganti aku yang menatapnya bingung. Menungguku???
“Apa maksudmu?”
“Sebelum pergi aku datang ke rumahmu, tapi Heechul hyung mencegahku bertemu denganmu. Aku hanya bisa menitipkan  pesan untukmu,” jelasnya. Apa??!! Bagaimana bisa aku tidak tahu tentang hal ini??? Apa yang sebenarnya terjadi?? Kepalaku penuh dengan tanda tanya.
“Pesan?? Pada Heechul oppa??” tanyaku memastikan.
“Ne. kau tidak menerima pesanku?” Donghae menatapku heran. Aku menggeleng pelan. Donghae menghela napas demikian juga aku. Ada yang harus aku tanyakan pada Chulie oppa.
“Aku tidak pernah menyangka akan bertemu denganmu lagi,” gumam Donghae tersenyum. Tapi, kenapa kau terlihat sedih, oppa? Ada apa?? Aku bertanya – tanya dalam hati.
“Ada yang ingin aku sampaikan pada oppa. Karena itu aku mencari oppa selama ini,” kataku. Kuputuskan, aku akan mengatakannya sekarang, saat ini juga sebelum dia menghilang lagi dari hidupku.
“Apa??” dia mendongak menatapku.
“Aku menyukai oppa,” kunyatakan perasaanku. Dia terpana menatapku. Jantungku berdegup kencang.
“Hyun Ra…”
“Apa oppa masih menyukaiku?” tanyaku penasaran. Ingin memastikan sekali lagi perasaannya, apakah waktu yang panjang sudah mengikis rasa itu dari hatinya. Dia tertunduk, wajahnya terlihat bimbang.
“Mianhae.. keadaan sekarang sudah berubah. Aku tidak bisa lagi…” katanya minta maaf. No!! aku ga mau dengar itu. Kenapa kau tak lagi bisa jujur padaku, oppa?
“Wae??” cecarku ingin tahu alasannya.
“Aku sudah melupakannya, semua hanya masa lalu bagiku. Kau, sudah kuhapus dari hatiku, mianhae..” katanya menghujam jantungku. Sekali lagi aku merasakan patah hati karena dia.
“Oppa jangan bohong!! Aku tahu oppa masih menyimpan perasaan itu,” kataku memaksanya bicara. Ku buang rasa malu jauh – jauh, aku ingin tahu perasaannya. Aku melihat itu di matanya, kalau dia sudah tidak mencintaiku, kenapa kalung itu masih ada di lehernya?? Aku pernah melihatnya kemarin dan hari ini.
“Semua sudah terlambat,” kata Donghae lirih.
“Apa maksud oppa?” tanyaku tak mengerti.
“Hyun Ra, mianhae…..” Donghae langsung beranjak dari tempat kami duduk, tergesa meninggalkan kafe. Aku mengejarnya. Kali ini aku takkan melepasmu!!
“Oppa!!”
Brukkk…
Ketergesaanku mengejar Donghae yang sudah keluar dari kafe membuatku menabrak seseorang. Aku mengangkat kepala ingin minta maaf, dan kudapati seraut wajah Kyu melihatku heran.
“Ah, Kyu.. maaf… maaf..” kataku cepat. Aku berbalik kembali berlari mengejar Donghae oppa yang sudah menghilang diantara orang berlalu lalang, meninggalkan Kyu yang masih mematung.

Kyuhyun pov
“Donghae!” panggilku saat melihat sosoknya keluar dari kafe. Ketergesaannya membuat panggilanku bagai angin di telinganya, bahkan dia tidak menyadari kehadiranku di depan pintu kafe. Aku mengernyit bingung. Tumben dia seperti itu, ada apa, sih??? Belum sempat aku mengejarnya, seseorang menabrakku. Edith.
“Ah, Kyu.. maaf… maaf..” serunya sambil membungkuk dan berlalu begitu saja dari hadapanku. Terlihat samar air mata di pelupuk matanya, dia menangis?? Membuatku terkejut. Ada apa dengannya? Apa ada hubungannya dengan orang yang dia sukai? Masih dengan tanda tanya kuawasi kemana Edith pergi, sepertinya dia sedang mengejar seseorang. Perasaanku makin tak tenang saat aku melihat dia mendekati seseorang dengan kemeja berwarna biru. Donghae??? Aish!! Ga mungkin!!
Brukk…
Aduuuh… aku meringis kesakitan saat untuk kedua kalinya aku ditabrak. Kali ini oleh waitress kafe yang terlihat mencari seseorang.
“Maaf, saya tidak sengaja. Saya sedang mencari pelanggan yang baru saja pergi,” katanya minta maaf. Aku hanya mengangguk sambil mengusap pinggangku, sial banget hari ini! Tiba – tiba mataku menangkap benda di tangan waitress. Lho.. bukannya itu kalung Donghae???
“Maaf, bisa lihat kalung itu?” tanyaku. Waitress tersebut melihat dan sedikit ragu akhirnya menyerahkan kalung itu padaku. Benar, ini kalung Donghae. Dia selalu memakainya. Jangan – jangan tadi terjatuh.
“Ini punya orang yang berkemeja biru tadi, kan?” tanyaku memastikan.
“Iya. Benar, dia menjatuhkannya disana,” jawab waitress membenarkannya, dia menunjuk ke sebuah meja, tempat dimana biasanya Donghae duduk. Aku tersenyum.
“Dia sahabatku, aku akan mengembalikan padanya,” kataku sambil memasukkan kalung itu ke saku celanaku.
“Oh, terima kasih,” kata waitress itu lagi. Untung saja dia sering melihatku bersama Donghae, jadi dia percaya dengan apa yang aku katakan.
“Sama – sama,” sahutku. Kuputuskan untuk mencari Donghae dan mengembalikan kalung kesayangannya ini. Tapi, harus aku cari kemana dia?? Ke kelasnya?? Ga mungkin! Ah, sudahlah ntar aja kalo kita lagi ngumpul di rumah Siwon, putusku akhirnya.

Seharian ini aku merasakan suatu kejanggalan pada sikap kedua sahabatku. Dari melihat Donghae yang lari bagai orang kesurupan tadi pagi, dan sore ini masih berlanjut. Mendadak mereka berdua menjadi pendiam. Curiga mereka sedang berantem. Benarkah itu?? Jangan – jangan dugaanku tentang perasaan Lany tempo hari itu benar?? Sering aku pergoki Siwon melirik Donghae dengan tatapan yang sulit aku artikan. Donghae yang pendiam makin jadi pendiam dan menghindari kontak mata denganku. Ada apa sih???
“Tumben pada diem? Ada apa?” tanyaku memandang mereka satu persatu. Siwon balas memandangku.
“Hah? Ga ada apa – apa,” sahut Siwon singkat.
“Kau berantem ama Lany, Won?” selidikku. Siwon menggeleng. Dia sibuk memutar – mutar bolpoin ditangannya.
“Ga. Kami baik – baik aja,” sahutnya lagi. Lalu terdiam.
“Kalo kau Hae? Ada masalah apa?” ganti aku bertanya pada Donghae yang sedari tadi membaca buku tapi tetap di halaman yang sama.
“Ga ada,” sahutnya.
“Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?” tanyaku lagi pada mereka. Kompakan mereka langsung melihat padaku.
“GA!” bantah Donghae dan Siwon barengan,
“Astaga, iya. Aku cuma bercanda kalian ga usah treak,” kataku sambil tertawa. Aku semakin yakin ada sesuatu yang terjadi.
“Sorry Kyu, aku lagi memikirkan sesuatu,”  jelas Siwon. Bisa aku lihat raut gundah dari dia.
“Dan… aku ga boleh tahu, gitu?” tanyaku semakin membuatnya terlihat merasa bersalah. Aku menghela napas panjang.
“Untuk kali ini, aku belum bisa memberitahukanmu,” katanya. Aku mengangguk, sedikit kecewa sebenarnya. Bukankah kita sudah berjanji untuk tidak menutupi sesuatu dari yang lainnya?
“Oke, arraseo. Itu privasimu kan. Oh ya, Hae. Apa kalungmu hilang?” kataku ganti bertanya pada Hae. Saat aku ingin merogoh saku celanaku, jawaban Donghae mengurungkannya.
“Kalung?? Ga. Ini masih aku pakai, kenapa?” jawabnya menunjuk pada seuntai kalung di lehernya. Kalau kalung itu masih ada disana, lalu kalung siapa ini? Kalung itu terasa dingin dalam jemariku.
“Eh?? Oh.. ga apa – apa. Aku cuma bertanya. Seberapa pentingnya sih, kalung itu bagimu?” penasaran aku bertanya. Selama ini yang aku tahu, kalung itu tidak pernah lepas dari lehernya dan setiap kami bertanya dia hanya menjawab, sangat berarti.
“Sangat berarti,” sahutnya singkat tanpa lanjutan apapun.
“Ada hubungannya dengan Hyun Ra?” Donghae tersentak mendengar pertanyaanku. Ternyata benar, ini ada hubungannya dengan gadis bernama Hyun Ra. Siwon bergerak sedikit dari tempatnya, dia juga tertarik dengan pertanyaanku. Belum pernah sekalipun Donghae menceritakan kisah cintanya. Hanya nama Kim Hyun Ra sebagai cinta pertamanya saja yang kami tahu.
“Ya. Aku memberikan pasangan kalung ini padanya, berharap suatu saat kami bisa menyatukannya lagi,” terang Donghae sambil menerawang. Dia… masihkah mencintai gadis itu? Masihkah dia mencari gadis itu? Menunggu jawaban atas perasaannya pada gadis itu?
“Sekarang semuanya sudah tidak ada gunanya lagi,” sambung Donghae menggenggam kalung di lehernya, aku mendongak memandangnya.
“Kau…sudah bertemu dengannya?” tanya Siwon membelalakkan mata.
“Ya, aku sudah menemukannya,” sahutnya mengangguk lesu. Seharusnya dia bahagia, aku malah melihatnya teramat sedih. Kesedihan yang belum pernah aku lihat darinya.
“APA!! Hebat!! Akhirnya kalung itu bisa bersatu kan?” serub Siwon menepuk pundak Donghae. Kau buta, ya??? Kau tak lihat ekspresi Donghae?? Apa masalahmu sedemikian rumit sampai kau tak peka lagi?? Tanyaku dalam hati melihat tingkah aneh Siwon.
“Aniyo… kami tidak bisa menyatukannya,” Jawab Donghae membuat bukan saja Siwon tercengang, tapi juga hampir jatuh dari kursinya. Menatap Donghae tak percaya membuat aku tak bisa berkata.
“Tapi kenapa? Bukankah kau masih mencintainya, buktinya kau masih terus mencarinya,” tanya Siwon tak mengerti. Donghae diam memandang jauh keluar jendela kamar Siwon.
“Apa dia… menolakmu?” tanyaku berhati – hati. Tidak tahu harus berbuat atau berkata apa seandainya itu yang memang terjadi. 7 tahun dia menunggu dengan setia, tetap menyimpan perasaannya dalam hati, menjaganya dan membuatnya terkesan dingin pada orang lain.
“Aniyo…”
“Lalu?” tanyaku makin heran.
“Karena… aku akan menyakiti seseorang kalau aku bersamanya,” jelas Donghae tertunduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Terdiam cukup lama sampai akhirnya Siwon memecah kesunyian diantara kami, bertanya padanya.
“Kau melepaskannya?”
“Ne.”

#to be continue

No comments:

Post a Comment