Wednesday, October 20, 2010

DIA BUKAN BADUT!!

Dia, seseorang yang hanya ingin hidup biasa saja. Selalu ingin merasakan betapa dunia bersahabat dengannya, melenyapkan semua derita yang ada dalam hatinya. Tertawa! Hanya itu yang dia tawarkan untuk dirinya sendiri. Dengan tawa itu dia berharap bahagia akan benar menghampirinya. Bukan berarti dia tak bahagia. Dia bahagia, dia hanya punya luka. Itu saja.
Entah dengan alasan apa seseorang menjadikan dia badut yang dengan gratis bisa dijadikan bahan tertawaan. Dipermalukan dengan kejam di depan semua orang dengan dalih hanya bercanda. Ketika gadis itu marah, semua memandangnya dan tersenyum. Seolah mengatakan dia tidak pantas untuk marah atau sakit hati karena dia hanya seorang badut. Tugasnya untuk membuat semua orang tertawa.
Apalah arti dari semua sakit itu??? Tak ada. Dia pernah mengalami sakit yang lebih parah lagi. Berdiri tegar menatap tubuh kekasihnya ditelan tanah merah. Segenggam tanah ada dalam tangannya yang gemetar, dia tahu dia takkan pernah melupakan hari itu maupun sosok yang telah terkubur itu. Dia sudah merasakan penyesalan karena tak sempat menghadiri pemakaman ayah tercintanya, hanya tersisa segenggam tanah (lagi!) untuk dia taburkan ke atas makam itu.
Dia sudah merasakan malam-malam panjang ketika melihat bunda tercintanya terbangun dan menangis dalam diam. Dan, dia hanya tertawa. Karena dia harus menyimpan kepedihan itu sendiri, dia harus selalu tertawa untuk sang bunda. Tapi, dia bukan badut!! Ada saat dia menangis ketika teringat akan melewati Lebaran tahun-tahun mendatang tanpa bisa membelikan baju koko malah akan bersimpuh di depan nisan.
Dia terus berdiri, mengejar cita-cita yang dulu selalu mendapat dukungan dari ayahnya. Satu-satunya cara untuk mengurangi penyesalan itu. Dia terus berusaha keras. Tapi, dia berakhir menjadi badut!!! Sepedih apapun dia, dunia terus berputar. Dia tak berarti apapun untuk dunia. Dia harus mencari dunia sendiri. Semua jalan itu tak mudah tapi dia terus berjalan. Ketika ketegaran makin diuji, sang bunda terbaring sakit. Dan dia hanya bisa berdoa dalam malam-malamnya yang makin panjang. Hanya doa.
Dan lagi-lagi dia menjadi badut ketika semua perasaan dan doa tercurah untuk sang bunda. Sungguh ironis, dia bagai Don Quixote yang harus terus menari dan tertawa meski hatinya berdarah.
Ketika semua orang menatapnya dan tertawa, dia hanya memandang mereka satu persatu dan bertanya dalam hati “inikah dunianya?” Dia ingin berteriak “Aku bukan badut!!” tapi semua menutup telinga. Bagi mereka, cukuplah dia berdiri dan tertawa dengan apapun yang terjadi. Tapi sayangnya dia manusia biasa yang punya hati. Apakah dia tak berhak untuk marah dan sakit hati?? Apakah dia tak berhak untuk meminta mereka diam dan tak tertawa???
Dia ingin berkata pada orang itu:
“Sudahkah kau merasakan tanah kuburan untuk kekasihmu??”
“sudahkah kau merasakan betapa lucunya datang ke pemakaman ayahmu?”
“sudahkah kau merasakan malam-malam panjang melihat ibumu menangis dalam diam?”
“Sudahkah kau merasakan sulitnya menghapus kesedihan itu dan ketika hampir terhapus kau terpuruk lagi?”
“Sudahkah kau melewatkan Lebaran, ulang tahun, pernikahanmu tanpa ayahmu hadir?”
“Sudahkah kau merasakan kepala dan hati mau pecah ketika ibumu terbaring sakit dan kau tak bisa ada disampingnya?”
“Sudahkah kau merasakan betapa lucunya ketika ibumu terbaring sakit ada seseorang mengatakan akan memberikan segenggam tanah kubur untukmu?”
Tapi, dia tahu semua kata itu percuma saja karena orang itu takkan peduli dan akan mengeluarkan jurus andalan mengubah dia jadi badut lagi. Kata-kata itu berubah menjadi doa dalam malam-malam panjangnya. Dia ingin orang itu merasakan betapa lucunya semua itu. Bahkan mungkin 100x lebih lucu dari yang dia rasakan. Dan ketika saat itu tiba dia akan datang ke tempat orang itu, sebagai badut!!! Dia akan melihat dan bertanya pada orang itu sambil tertawa:
“Kau ingin aku bawakan sisa kain kafan atau segenggam tanah kuburan?”

No comments:

Post a Comment