Wednesday, October 20, 2010

SERENADE HUJAN

Siang tadi hujan turun deras. Bukan dari langit tapi hujan itu ada dalam hatiku. Hujan yang tak sempat terhenti sejak 10 tahun semakin deras. Hujan dengan guliran penuh luka, hujan dengan pedihnya membasahi lukaku. Hujan yang tak lagi menyejukkanku, hujan yang tak lagi mampu menghapus duka lara. Hujan yang tak bawakan aku pelangi, hanya hujan yang kini turun bersama air mataku.

Aku suka hujan, karena setiap hujan ada pelangi. Aku suka pelangi, karena setiap pelangi membawa janji. Janji untuk tersenyum, janji untuk bahagia. Tapi hujan di dalam hatiku ini tak ada pelangi. Meskipun aku menunggunya, tapi pelangi itu tak tercipta untukku. Pelangi itu kini tergantikan oleh awan pekat yang menyelimuti hatiku. Hanya asa yang mampu hapuskan hujan dihatiku, meniup hilang semua awan hitam pekat itu dan membiaskan pelangi dihatiku yang luka. Hanya dia. Tapi, ternyata hari ini dia tak bawakanku pelangi. Hanya petir. Ya, petir!!

Petir yang menyambarku, memutuskan aliran otakku kala memikirkannya, petir merobohkan jiwaku tempat menyimpan kenangannya, petir yang menghanguskan hatiku yang selama ini terisi penuh dengan cinta untuknya. Ya, petir!! Petir itu telah membumi hanguskan tubuhku, jiwa dan setiap sel-sel di dalamnya. Seperti kanker yang menggerogoti melalui pembuluh darah dan menikam pelan otakku. Kini semuanya membeku. Kini semua rasanya mati membeku. Mati rasa!!
Mungkin petir itu telah membunuhku. Mungkin sekarang aku mati rasa, mungkin hatiku telah membeku, dan mungkin sekarang ak telah hancur lebur. Tapi, aku masih tetap disini. Masih tetap menunggu dia! Masih tetap menanti hadirnya matahari untuk menghapus embun-embun itu. Masih tetap menanti pelangi itu ada memberi warna dalam hidupku. Aku masih disini dengan sejuta pengharapan semuku. Berharap dirinya datang merangkum hatiku dan meniupkan nafas jiwaku.

Biarlah… Biar!!
Biarlah aku disini berhenti semua langkahku. Biarlah tetap setia sampai hari itu tiba. Hari dimana hujan berhenti, pelangi menghiasi langitku dan matahari mendekap lembut dengan sinarnya. Hari dimana dirinya datang untukku. Dan aku yakin hari itu akan tiba, seperti yakinku pada matahari yang selalu bersinar. Seperti yakinku pada hujan ini. Seperti yakinku pada hati ini yang masih menyisakan cinta untuk dirinya. Sama seperti 10 tahun lalu, hari ini dan esok.
Entah kenapa disaat-saat seperti ini aku mengharapkan angin kencang datang mengusir awan-awan nakal itu. Ingin hidup dibawah sinar matahari yang garang, ingin menari dibawah siraman lembut cahaya bulan. Menatap nanar pada langit biru yang cerah. Disisi lain aku takut semua itu akan melenyapkanku, menghilangkan jejak-jejak yang ada padaku. Seperti embun dipagi hari yang selalu lenyap karena matahari. Meskipun esoknya masih bergelut mesra di dedaunan, tapi apakah itu embun yang sama? Aku tak tahu. Sama halnya apabila aku lenyap. Apakah aku akan tetap menjadi hujan yang sama??? Dan dia pelangi yang sama??

Aku ingin bertemu sekali lagi dengannya sebelum akhirnya aku menghilang dan menjelma menjadi kabut. Melihat senyumnya yang sehangat mentari, mendengar tawanya yang selalu mampu mendamaikan galauku, menatap matanya yang selalu berbinar selaksa bintang menghujam jantung ini, menyentuh helai rambutnya, mencium wangi tubuhnya, merasakan hangat genggam tangannya yang selalu membuatku nyaman.
Mungkin rasa itu hanya ada untukku, mungkin rasa itu bertepuk sebelah tangan, mungkin rasa itu takkan terbalaskan meski hanya secuil saja. Tapi, aku takkan pernah menyesalinya, aku tahu itu. Karena sama halnya dengan pelangi yang selalu setia ada di langit biru itu, entah tercipta untuk siapa, tak peduli angin dan matahari akan mengusirnya. Dia hanya perlu hadir untuk kebahagiaan seseorang. Hanya ingin melihat seseorang tersenyum. Itu aku untukmu. Dan nyanyian hati ini aku lukiskan di setiap warna merah, kuning, hijau, biru, nila, jingga, ungu pelangi.

Tentangmu, seakan………
Kutangkupkan tanganku pada angin yang berhembus
Kuraupkan telapakku pada air yang mengalir
Kurangkulkan lenganku pada ombak yang menepi
Kudekapkan diriku pada hujan yang gerimis
Kugenggamkan jemariku pada embun yang meluruh
Kugantungkan asaku pada bintang yang meredup
Kulukiskan dirimu pada awan yang menipis
Kupotret senyummu pada bulan tanggal satu
Kuukir namamu pada langit yang mengelam
Kutuliskan kisahku pada daun yang mengering
Kutitipkan cintaku pada mentari yang tenggelam
Dan semua itu……………
Adalah sia-sia!
Selamanya kau takkan bisa kuraih dan kumiliki
Karena kau bagiku……………
Adalah maya, antara ada dan tiada

Saat aku bertemu dengannya, entah kapan itu, meski untuk terakhir kalinya, aku akan memberikan senyuman terbaikku. Karena aku tak bisa menggapai hatinya, merengkuh jiwanya, mendapatkan cintanya. Hanya satu inginku, mengucapkan sesuatu yang tak pernah sempat aku katakan padanya. Menyingkirkan semua takut dihati dan mengumpulkan seluruh kekuatan yang selama ini tak pernah bisa aku lakukan. Aku tak mau menyesal untuk kedua kalinya, aku tak bisa menunggunya 10 tahun lagi, aku tak bisa terlambat lagi.
Kata-kata yang mewakilkan perasaanku selama ini. Rasa hati yang sama 10 tahun lalu, hari ini, sampai kapanpun. Sampai pelangi tak ada lagi di langit biru. Hanya kata ini yang dulu tak sempat aku ungkap, kata yang aku harap bisa sampai padanya. Aku ingin katakan padanya sekali saja. “Aku mencintaimu”.
Cukup bagiku kau mendengar dan merasakannya.

No comments:

Post a Comment