Tuesday, January 15, 2013

MEMORIES - LAST PART


He is like an angel
His smile bring me happiness
His scent give me strength
When he is stare at me
My heart is melt, so warm
What i should do?
Take his hand or let it go
Then i stay away with my memories??

“Eh??!!! Kau bercanda!!” teriakku kesal sedikit tak sopan.. oke... sangat tak sopan pada CEO SM alias Mr. Soo Man. Beliau hanya tersenyum geli melihat tingkahku. Beberapa menit lalu dia menyampaikan usul untuk mengikut sertakan aku WGM!! Kalian dengar??? WGM!!! Acara yang juga diikuti Siwon. Tentu saja dengan pasangan berbeda. Aaarrggghhh... mengingat Siwon mau tak mau aku teringat peristiwa di kamar hotel tempat Siwon menginap waktu di Jeju sebulan lalu.
“Banyak request agar kau ikut variety ini,” bujuknya lagi. Harusnya aku sadar alasan beliau memanggilku setelah Changsun oppa menyampaikan tentang WGM kemarin. Management beranggapan hanya sang direktur yang bisa membujukku.
“No!! Aku ga mau!!” tolakku mentah-mentah.
“Bagaimana kalau kau dipasangkan dengan Won Bin? Apa kau tetap menolak?” kali ini dia mengeluarkan jurus andalan yaitu menyebut salah satu aktor papan atas Korea idolaku. Aku bergeming, melipat kedua tangan di depan dada dan membuang muka.
“Aku tidak peduli apakah Won Bin bahkan Kim Nam Gil sekalipun, jawabanku tetap sama!”
“Ayolah Hyeon... ini demi kebaikanmu juga. Tak ada ruginya kau ikut,” Mr. Soo Man masih membujukku. Aku yakin, meski aku menolak dia tidak akan memaksaku karena dari nada bicaranya tak terkesan ‘mengancam’, tak seperti waktu dia menyuruhku melakukan pemotretan wedding dress.
“Anak – anak SNSD aja ato EXO??!!” usulku demi meloloskan diri.
“Kangin, Leeteuk mewakili Super Junior. Lalu dari SNSD Seohyun dan Taeyeon. Victoriapun ikut,” jawab M r. Soo Man santai.
“Kai!!! Kai!! Ato itu Onew!” teriakku menunjuk ke arah poster SMTown dimana ada Onew dan Kai.
“Mereka masih terlalu muda, lagipula mereka sibuk promo di Jepang,” elak sang direktur membuatku tak berkutik. Salahku juga memilih menghentikan aktivitas di luar Korea. Jadi management punya alasan untuk mengikut sertakan aku di berbagai variety.
“Kau takut Heechul marah kalau kau ikut WGM? Tenang saja aku yang akan menjelaskan sendiri pada bocah itu,” sambung Mr. Soo Man hampir membuatku tersedak.
“Tak ada hubungannya dengan orang itu!” sanggahku  kesal.
“Kalau bukan dia, berarti Siwon??” kali ini dia sukses membuatku jantungan. Aku melotot ke arah pria paruh baya yang sedang tersenyum menggodaku itu. 
“Oke!! Aku terima tawaran dari Amerika itu asal aku tidak perlu ikutan WGM ini. Bagaimana??”  tawarku.
“Oke, Deal!!” sahut Mr. Soo Man tanpa pikir panjang membuatku mengerenyitkan dahi. Pria yang sudah aku anggap sebagai paman itu kini tersenyum penuh kemenangan.
“Sebenarnya kau menggunakan WGM agar aku mau ke Amerika lagi, kan??” tanyaku penuh selidik.
“Sejak awal memang aku tidak merencanakan kau ikut serta WGM meskipun banyak request. Oke, next week kau ke Amerika!” sahut Mr. Soo Man cuek. Sejurus kemudian dia sudah mengangsurkan map berwarna biru berisi jadwal dan kontrakku di Amerika. Dan.... beliau tersenyum puas melihatku kesal setengah mati. Ah!! Aku terjebak!!
Lunglai akupun menyeret kaki ke arah pintu keluar dari ruangan CEO itu, saat tiba – tiba perkataannya membuatku berhenti.
“Dan... aku bisa melihat barusan kalau Siwon sudah menggantikan Heechul di hatimu, Hyeon. Itu melegakan... kau tak terlihat muram lagi.”
Menyebalkan memang kalau ada orang yang begitu mengenalmu lebih dari dirimu sendiri.

Dan disinilah aku....
Seperti orang bodoh, sudah lebih satu jam melempari koperku dengan berbagai barang.  Pada akhirnya omma dan Yoon Hee yang kelabakan merapikan. Tak ada komentar menyadari moodku yang buruk, seburuk cuaca musim dingin Seoul.
“Apa kau akan bawa ini juga??” tanya Yoon Hee ragu merujuk pada buku kuliahku yang sebenarnya tadi asal aku lempar saja.
“Aish... molla!!” sahutku masih mengaduk isi lemari. Tanpa menunggu jawaban lanjut dariku, buku itu sudah teronggok di bawah kasurku.
“Kau ini kesal karena tidak ingin pergi ke Amerika, tidak ingin meninggalkan Heechul lagi atau karena Siwon tidak menelponmu??” kali ini omma yang bersuara dan aku rasanya ingin terjun ke sungai Han yang beku itu daripada menjawab.
“Tidak ada hubungannya dengan kedua orang itu!” sahutku kesal.  Mengenyakkan diri di atas ranjang, memberengut.
“Apa susahnya bagimu untuk jujur, Hyeon? Paling tidak pada perasaanmu sendiri,” kata omma sambil duduk di tepi ranjang dan mengelus kepalaku lembut. Yoon Hee pura – pura melipat sweeter.
“Omma tidak melarangmu pergi ke Amerika lagi. Hanya saja, omma berharap kepergianmu kali ini dengan alasan yang berbeda dari sebelumnya. Sejauh apapun  kau lari pasti akan terseret kembali kesini. Jangan pergi karena ingin lari, Hyeon.”
Aku terdiam, hanya menatap langit sore dari jendela kamarku. Bisa saja aku menolak tawaran presdir untuk berkarir di Amerika lagi, tapi saat itu entahlah aku sangat menginginkan pergi dari Korea. Jauh... jauh... apakah akan sama seperti dulu lagi? Terjebak masa lalu dan kenangan. Kuhela napas panjang dan menatap omma.
“Hyeon tidak tahu, omma. 3 tahun  lalu Hyeon punya alasan untuk pergi, setahun lalu Hyeon punya alasan untuk tinggal, dan sekarang Hyeon tidak punya alasan apapun untuk pergi maupun tinggal. Yang Hyeon mau dengann kepergian kali ini Hyeon bisa benar – benar melihat ke dalam hati Hyeon. Entah apakah itu tentang Heechul oppa, Siwon ataupun hidup Hyeon sendiri.” Omma mengangguk mendengar ucapanku.
“Kau sudah dewasa, Hyeon, meski di mata omma kau selalu jadi anak kecil, dan omma yakin kau bisa memilih mana yang baik dan tidak. Kau tahu kan, omma selalu percaya dan mendukung semua keputusanmu,” kata omma memelukku erat. 20 jam lagi aku akan terbang ke Amerika. Sekali lagi aku akan pergi. Hanya saja kali ini aku tahu Kim Heechul tidak akan ada untuk mengantarkan kepergianku, aku tidak perlu melihat punggungnya lagi yang menjauh dari pandanganku.
Sisa sore itu aku isi dengan membereskan sisa barang yang akan aku bawa, makan malam  bersama omma, Yoon Hee, Donghae dan Ryeowook. Membujuk kedua namja cengeng itu untuk berhenti menangis dengan menjanjikan akan menelpon mereka sesering mungkin. Lagipula, 3 bulan lagi kami akan bertemu di SMTOWN konser yang akan digelar di LA.
Saat mereka berpamitan kembali ke dorm, Donghae sempat menanyakan apakah aku sudah memberitahukan Siwon ataupun Heechul oppa mengenai keberangkatanku ini. Dia hanya mendesah pelan saat aku menggelengkan kepala. Meskipun kepergianku pastinya sudah diketahui semua orang, akan lebih baik aku memberitahukan sendiri pada mereka, begitu ujar Donghae.
“Baiklah aku akan menelpon mereka,” janjiku sambil memeluk tubuh jangkung Donghae dan mengantarkannya sampai tempat parkir apartemenku. Andai dia tidak ada jadwal dia pasti akan mengantarku besok ke bandara, begitu katanya dan lagi – lagi aku mengangguk serta mengulangi janjiku untuk sering menelponnya.

Incheon, pukul 7 lewat 23 menit.
Penerbanganku dijadwalkan akan berangkat 27 menit lagi. Chansung oppa sedang sibuk mengurusi tiket dan semacamnya, membiarkanku duduk di bangku ruang tunggu sendirian. Berusaha menyibukkan diri dengan ponsel di tanganku.
Oppa, Hyeon pergi ke Amerika lagi...
Lalu menghapusnya dan menulis pesan baru.
Oppa, mian, Hyeon tidak mengatakan pada oppa kalau hari ini...
Aku menghapusnya dan dengan kesal menjejalkan ponselku ke saku celana jeansku. Berpikir untuk apa aku harus memberitahukan tentang kepergianku pada orang itu? Bukankah sudah tidak ada hubungan lagi antara kami sejak aku keluar dari apartemennya waktu itu. Bahkan setiap bertemu selama ini kami seolah – olah hanya dongsaeng-oppa, sangat biasa seakan tidak pernah ada hubungan antara kami, seolah selama satu tahun kemarin aku tidak tinggal di apartemennya. Aku merasa aneh kalau tiba – tiba mengabari dia hari ini aku akan pergi.
Siwon? Aku juga tidak memberitahukannya. Dia pasti sudah tahu karena berita kepergianku sudah menghiasi headline surat kabar yang setiap pagi selalu dia baca. Berita gosip dan twitter juga sudah penuh tentang aktivitasku. Pagi inipun sebelum masuk ruang tunggu VIP aku bertemu ratusan Angelic yang sengaja datang mengantarkan kepergianku. Dan aku yakin potoku sekarang sudah memenuhi timeline atau portal fansite.
Rasanya beda sekali. Terakhir kali aku pergi ke Amerika, saat menunggu penerbanganku ada Heechul oppa berdiri di sampingku. Tidak ada yang bicara diantara kami berdua, hanya berdiri mematung menatap papan digital yang memuat jadwal penerbangan di airport Incheon. Lalu, dia akan menepuk pundakku pelan sebelum berbalik pergi meninggalkanku bahkan sebelum aku menyeret koperku masuk antrian pemeriksaan. Dia pergi tanpa menoleh, membiarkanku menatapnya sekali lagi dan lagi seperti yang sudah – sudah, menghilang diantara lalu lalang orang.
Kupukul pelan kepalaku berusaha mengenyahkan kenanganku barusan. Apakah aku sama saja seperti Hyeon 3 tahun lalu yang bodoh mengharapkan Kim Heechul menunggunya sampai masuk terminal, melambaikan tangan sambil tersenyum?? Berharap Kim Heechul bukan sekedar kenangan di masa lalu?? Apakah Hyeon yang sekarang berdiri di tempat yang sama sedang menatap boarding pass di tangannya ini masih memautkan hati pada seorang Kim Heechul?? Apakah bahkan ciumannya dengan Choi Siwon tidak mampu melepaskan bayangan Heechul??
Aku terlonjak kaget saat Chansung oppa menepuk pelan punggungku, membuyarkan semua lamunanku. Tanpa banyak kata akupun mengikuti langkah kakinya menuju terminal keberangkatan. Saat berjalan melewati lorong menuju pesawat aku memantapkan hati untuk melupakan semuanya. Sudah waktunya aku memulai lembaran baru di hidupku. Apakah Kim Heechul atau Choi Siwon akan terlibat didalamnya? Akupun tidak tahu. Yang pasti aku menutup lembar demi lembar buku ceritaku di masa lalu seiring langkah kakiku yang semakin mendekati pesawat dimana akan membawaku pergi. Dan, suatu hari, saat aku memijakkan kaki kembali di Korea, aku pasti!! Pasti!! Membawa cerita baru. Ya... Hyeon akan lahir kembali seperti judul album baruku yang akan rilis di Amerika. Rebirth!!
Upss!! Hampir saja ransel yang sedianya akan aku taruh di kompartemen atas tempat dudukku tergelincir dari tangan dan jatuh menimpa kepalaku, kalau saja tidak ada sepasang tangan lain yang membantu menahan dan memasukkan kembali serta menutup kompartemen rapat.
Sambil menghela napas lega aku menunduk mengucapkan terima kasih.
“Kamsaha..... oppa??!!” mataku membelalak lebar ketika mendapati siapa yang sedang berdiri di sebelahku dan tersenyum memandangku itu. Heechul. Kim Heechul. Orang yang baru saja aku tahbiskan menjadi masa lalu dan ingin aku lupakan. Aku mengerjapkan mata menyakinkan diri bahwa itu benar – benar Kim Heechul.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Ah, pertanyaan bodoh. Heechul oppa tersenyum sambil menepuk kepalaku pelan.
“Setahu oppa, oppa bukan pilot yang akan menerbangkan pesawat ini. Jadi... oppa penumpang. Sama sepertimu,” sahutnya. Aku meringis.
“Maksud Hyeon, oppa akan ke Amerika juga? Kok Hyeon tidak tahu...”
Tanpa menjawab pertanyaanku, Heechul oppa duduk di bangku yang seharusnya tempat Chansung oppa. Aku menoleh ke kanan kiri melihat dimana managerku itu, dan mendapati dia tersenyum dari bangku deretan belakang. Dia mengangguk pelan dan langsung menutup matanya pura – pura tidur. Pasrah, aku melewati kaki Heechul oppa dan mengambil tempat di kursi dekat jendela.
“Kalau dilihat dari board yang menuliskan ‘New York’, oppa yakin pesawat ini tidak ke Jeju. Dan kita tidak diperbolehkan terjun bebas dari pesawat, kan,” sahutnya setelah aku duduk di sebelahnya.
“Terima saja Hyeon, oppa akan disampingmu selama.. hm...” Heechul oppa melihat sekilas arlojinya sebelum menyelesaikan ucapannya.
“16 jam. Yah, kau tidak akan kesepian selama penerbangan ini.”
Heechul oppa mengaduh pelan sambil mengusap lengan dimana aku barusan memberikan sebuah cubitan maut. Aku masih tidak mengerti kenapa dia tiba – tiba ada di pesawat yang sama denganku. Tidak ada jadwal Super Junior maupun individu di New York, bahkan bukan waktunya liburan bagi mereka mengingat betapa padatnya jadwal mereka menjelang comeback.
Berulang kali aku melirik pria disebelahku itu yang sejak sejam lalu pura – pura tidur. Meskipun predir tidak memberitahukan kalau Kim Heechul akan sepesawat denganku, paling tidak Donghae atau Changsun oppa tahu. Kenapa mereka diam saja? Apa ini sebuah konspirasi?
“Hyeon, oppa tidak tahu seberapa rindunya kau pada oppa sampai kau menatap oppa terus menerus. Dan berhentilah bertanya – tanya kenapa presdir, Donghae maupun Changsun hyung tidak memberitahukanmu kalau aku akan disini. Percayalah, mereka juga sama seperti kau, tidak tahu apa – apa.”
Karena sibuk dengan pikiranku, aku tidak sadar kalau Heechul oppa tengah menatapku. Ujung jarinya menekan pelan keningku. Kebiasaannya setiap melihat aku berusaha berpikir keras. Aku mengusap kening dimana tadi dia menyentuhku. Entahlah, wajahku terasa panas.
Hei... wake up Hyeon!! Bukankah kau sudah memantapkan diri untuk mengenyahkan Kim Heechul dan menutup lembaran masa lalumu???
“Hyeon..” aku menoleh padanya yang sekarang duduk menegakkan diri. Aku tidak suka ekspresinya. Sama saat dia memutuskanku beberapa tahun lalu.
“Ada yang ingin oppa bicarakan denganmu. Kau tidak bisa lari menghindari oppa lagi kecuali..ya.. kau punya nyali terjun bebas dari pesawat ini,” sambungnya nyengir. Aku hanya mendengus kesal. Dia kan tahu kalau aku benci ketinggian.
“Ini mengenai pertanyaanmu yang selama ini oppa tidak pernah mau menjawabnya.” Aku terdiam. Pertanyaan itu... ‘Apa yang ingin oppa katakan padaku sebelum kecelakaan itu terjadi?’ sudah ratusan kali aku menanyakannya dan dia selalu menjawab ‘Kenapa kau suka sekali bertanya tentang masa lalu?’. Ya.. kalau mau jujur, hal ini lah yang menjadi ganjalan dalam hatiku. Mungkin alasan kenapa aku tidak bisa melepaskan Kim Heechul.
“Setelah kau tahu jawabannya, kita mungkin bisa dengan mudah saling melepaskan satu sama lainnya, Hyeon. Jadi, dengarkan baik – baik apa yang ingin oppa katakan.  Suka ataupun tidak, selama 14 jam ke depan kau harus berada di sisi oppa. Arraseo?” aku terpaksa mengangguk menyetujui syaratnya. Dulu aku begitu ingin mendengar alasan yang sebenarnya, tapi mengapa sekarang muncul rasa takut??? Pemandangan di luar jendela pesawat hanya langit biru dan awan putih. Aku menoleh lagi ke arah Heechul oppa.
Namun, Heechul oppa tidak mengucapkan sepatah katapun malah merogoh saku jaketnya dan menarik sebuah logam. Mataku terbelalak saat genggaman tangan oppa terbuka dan memperlihatkan sebuah cincin. Cincin pasangan yang selalu aku kenakan di leherku. Jantungku berdesir kencang.
“Kau tahu ini, kan?” lagi – lagi aku hanya mengangguk. Tidak percaya dia amsih menyimpan cincin itu, aku kira dia sudah membuangnya.
“Waktu itu oppa sempat berpikir untuk melihat sekali lagi hubungan kita. Oppa... ingin memberikan cincin pasangan ini padamu,” katanya tanpa melihatku. Memberikannya padaku??? Itu artinya..... Aku menekap mulutku tak percaya. Hening sejenak.
“Oppa, ingin melamarmu, Hyeon,” sambungnya menyuarakan pikiranku. Heechul oppa mengangkat kepala dan menatapku dengan senyuman yang selalu mampu membuatku meleleh.
“Kemudian kecelakaan itu terjadi. Oppa melihat bagaimana kau berjuang untuk bangkit. Terus berlari mengejar impianmu selama ini dan oppa berpikir sekali lagi. Seandainya aku tetap melamarmu, kau pasti akan berhenti berlari. Menyerahkan mimpimu selama ini. Semua hasil kerja kerasmu akan sia – sia, dan... apa yang tersisa untukmu? Oppa?? Tidak, Hyeon, oppa tidak bisa membiarkan semua itu terjadi karena oppa sendiri tidak yakin bisa membahagiakanmu. Dan akhirnya oppa memilih melepasmu. Menjauh darimu. Membiarkan kau pergi.”
Air mata sudah menggenang di pelupuk mataku. Heechul oppa melihatnya dan dengan hati – hati seakan aku sebuah kristal yang rapuh dia mengusap genangan air mata itu.  Selama ini dia melepasku karena merasa aku bahagia tanpanya??? Semua demi aku? Agar aku bisa mengejar mimpiku???? Kim Heechul sialan, makiku dalam hati.
“Tapi... oppa... setiap Hyeon tanya kenapa tidak mau menjawab?? Masa lalu... oppa benci dengan kata – kata itu...”
“Apabila oppa teringat masa lalu denganmu, rasanya perih. Disini...” katanya menunjuk dadanya. “Karena oppa sadar semua hal indah itu hanya tinggal masa lalu, kenangan. Oppa telah melakukan banyak hal yang membuatmu sedih, menangis, terluka. Itu bukan kenangan yang indah dan membuat oppa marah pada diriku sendiri,” lanjutnya sembari mengusap rambutku. Aku menunduk. Selama ini aku mengira oppa ingin melupakanku, dia... hanya tidak ingin mengingat hal yang melukaiku.
“Oppa.... bagi Hyeon, semua kenangan bersama oppa sangat berharga. Apapun itu, indah atau pahit, paling tidak telah membuat Hyeon seperti sekarang ini,” kataku lirih. Heechul oppa mengangguk pelan. Tatapannya beralih pada cincin di tangannya.
 “Kau ingat, apa yang selalu kau katakan pada oppa? ‘apapun yang kita lakukan hari ini, besok akan menjadi kenangan dan oppa pasti tidak mau mengingatnya’.  Ya, Hyeon, kau benar. Seberapa indahnya sebuah kenangan, itu hanya kenangan... masa lalu.”
Aku benar – benar tidak mengerti sejak kapan pria di depanku ini menjadi pesimis??? Dimana Kim Heechul yang selalu ceria? Kim Heechul dengan kepribadian gandanya?? Kenapa setiap bersamaku hanya  sosok Kim Heechul yang muram, kesepian dan terluka yang muncul?? Apakah.... sedemikian sakitnya bersamaku??
“Kemudian oppa melihatmu di depan pintu apartemen oppa. Sekali lagi melihatmu terjatuh, sekuat tenaga berusaha bangkit untuk mengejar impianmu. Oppa ingin saat itu juga berteriak ‘hentikan!! Berhentilah!! Tetaplah disisi oppa!!’, tapi kata – kata itu akan semakin membuatmu terpuruk. Lagi – lagi oppa menahan diri dan membiarkanmu.” Kali ini aku melihat matanya berkaca – kaca. Reflek aku menggenggam jemarinya erat.
“Oppa bangga padamu Hyeon, kau berhasil membuktikan pada oppa kau bisa bangkit dari keterpurukan dan berhasil. Hanya dengan melihat kau tertawa di atas panggung membuat beban di hati oppa selama ini terangkat. Walaupun senyummu bukan milik oppa lagi melainkan Choi Siwon,” Heechul oppa berkata sambil tersenyum padaku. Senyuman yang berbeda, ada ekspresi lega disana. Hatiku tercabik. Milik Choi Siwon??? Benarkah??? Benarkah senyumku sekarang ini karena Choi Siwon???
“Wae??!! Kenapa kau terlihat kaget begitu?? Jangan katakan kau belum menyadari kemana hatimu sekarang berada, Hyeon. Kau ini sama sekali tak berubah, tidak peka!!” gerutunya setelah melihat ekspresi bingung di wajahku. Dia menepuk kepalaku pelan. Tersenyum lagi, menandakan dia merestui kalau orang itu adalah Siwon.
“Oh, ya... tadi kau tanya kenapa oppa ada di pesawat ini, kan?” Aku mengangguk. Lega Heechul oppa mengalihkan topik pembicaraan yang membuatku hampir jantungan barusan.
“Karena.... pertama, ingin mengatakan semua ini padamu. Kedua, oppa capek mengantarkanmu ke bandara dan bertengkar denganmu.” Hampir saja aku menjitaknya mengingatkan bagaimana setiap ke bandara kami bertengkar di mobil. “Ketiga, memastikan kau tidak kabur lagi dan punya alasan untuk kembali ke Korea. Keempat, oppa tidak mau lagi kau selalu melihat punggung oppa sambil menangis,” Heechul oppa menatapku tajam. Tangan yang sedianya terangkat untuk mencubitnya, berhenti di udara. Dia... tahu aku selalu menangis saat menatap punggungnya yang menghilang itu?? Dia tahu???
“Kelima... dan terakhir..” lanjutnya. “Agar oppa tidak perlu melepasmu lagi tanpa mengatakan ‘kajima’.”
Sepersekian detik kami saling bertatapan. Matanya mengunciku, membuatku susah bernapas. Kajima... jangan pergi... kata – kata yang selalu aku tunggu dari bibirnya. Kata itu yang pastinya merubah jalan hidupku seandainya dia mengatakan beberapa tahun lalu. Kata yang tidak pernah aku dengar bahkan saat aku pergi pagi buta dari apartemennya. Sesederhana ini Kim Heechul bisa membuat duniaku terbalik. Kajima....
“Oppa....”
“Hyeon, setelah oppa menyampaikan semua ini, seperti yang tadi oppa bilang, oppa resmi mengantarkanmu pergi. Melepaskanmu. Dan oppa harap kau juga demikian. 12 jam lagi, saat pesawat ini landing, mulailah hidup yang baru. Masa lalu.... biarlah seperti apa adanya. Yang pasti, kapanpun kau kembali ke Korea, oppa selalu ada untukmu, menantimu dan akan mengantarkanmu kembali ke bandara. Seperti dulu.”
Melepaskanku. Benang kusut yang dulu terus mengikatku itu telah terurai. Oppa sekali mengatakan ‘kajima’ lalu memutuskan pergi bersamaku, mengantarkanku dan akan menungguku di Korea, tentu saja sebagai seorang kakak. Rasanya beban yang selama ini menghimpitku hilang begitu saja. Perlahan aku mengangguk, setelah melihat anggukan kepalaku, Heechul oppa menyandarkan kepalanya di kursi dan memejamkan mata.
“Sesampainya di New York kau hubungi Siwon,” tiba – tiba Heechul oppa mengatakan hal yang membuatku kaget.
“Wae?”
“Dia pasti khawatir kau pergi tanpa pamit padanya, ya... semua tahu kau pergi ke New York. Tetap saja tanpa satu pesan untuknya akan membuat mood tuan muda itu berantakan. Berubahlah menjadi sedikit peka dan feminin, Hyeon,” sahutnya masih sedikit bernada memerintah. Cih... feminin!!
“Wae???”
“Kau ini!! Apa tidak bisa melakukan perintahku tanpa bertanya ‘wae’??!! Jangan membuat mood oppa buruk juga,” desisnya kesal melotot ke arahku. Aku membalikkan badan memunggunginya dengan kesal.
“Ne..Ne...Arraseo!! Aku akan menelpon Siwon!!”
“Nah, begitu. Sudah, oppa akan tidur!!”
“Ya!! Oppa!! Tadi kau bilang perjalananku tidak akan membosankan selama kau ada disini, tapi... kau malah tidur!!” aku memutar badanku menghadap Kim Heechul dan mengguncang pelan lengannya yang dia letakkan di sandaran kursi.
“Oppa lelah setelah melakukan pembicaraan emosional tadi. Kau tahu sendiri itu bukan style oppa. Sudah, kalau kau berisik, oppa akan tukar tempat duduk lagi ama Chansung hyung,” sahutnya bergeming, menolak membuka mata. Sambil merajuk aku pukul pundaknya kesal.
“Baiklah... terserah kau saja. Kau sama saja tetap menyebalkan!!”
“Aish!! Kau ini...” dia membuka matanya dan melotot padanya.  Sejurus kemudian dia tersenyum menyadari aku hanya pura – pura merajuk dan sedang tersenyum padanya. Ini.. Kim Heechul yang aku kenal duluuuu..... Kim Heechul yang selalu menungguku di luar ruang latihan dan menyambutku dengan senyuman, mendengarkan omelanku lalu membalasnya dengan omelan panjang lebar. Kim Heechul yang telah membuatku jatuh cinta.
Nanti... aku akan menelpon Siwon, minta maaf karena pergi begitu saja. Aku akan jujur padanya tentang perasaanku, menyelesaikan masalah diantara kami, memulai semuanya dari awal persahabatan kami yang sempat retak. Persahabatan?? Tentu saja... apalagi.... tidak perlu penerbangan 12 jam untuk menyadari perasaanku yang sebenarnya. Cukup satu menit. Satu menit yang terjadi beberapa saat lalu.
Siwon... memiliki banyak orang disampingnya. Dia mempunyai Jiyoung. Dia punya segalanya. Dan tanpa ada aku... dia tidak akan kesepian atau mati. Tapi... pria yang berada di sampingku yang sedang memejamkan mata pura – pura tidur itu hanya memiliki aku seorang. Dan dia milikku!! Buktinya??? Cincin yang dia genggam di balik saku jaketnya itulah buktinya. Kata ‘kajima’ yang tidak pernah dia ucapkan karena takut aku akan makin terpuruk itulah buktinya. Kata ‘kajima’ yang barusan dia ucapkan juga sebagai tanda melepasku untuk menemukan kebahagiaanku sendiri, melepaskan masa lalu kami, itulah buktinya.
Mungkin, senyum ini karena Siwon. Bagaimanapun juga Siwon selalu memberikan semangat, dukungan, dan rela melakoni sebuah sandiwara yang mungkin sedikitnya menjebak kami dalam persaan yang rumit. Tapi... aku tahu kemana hatiku berada. Dari dulu belum berubah meskipun berkurang, tapi tetap pada tempat yang sama. Kim Heechul.
Menyadari itu semua, aku merebahkan kepalaku ke pundaknya, lalu menyelusupkan jariku diantara jemarinya. Aku merasakan dia berjengit sedikit, mengeluarkan tangan yang sedari tadi berada dalam sakunya untuk mengusap kepalaku. Kim Heechul.. lets make another memories.

No comments:

Post a Comment