He is like an angel
His smile bring me happiness
His scent give me strength
When he is stare at me
My heart is melt, so warm
What i should do?
Take his hand or let it go
Then i stay away with my memories??
“Eh??!!! Kau bercanda!!” teriakku kesal sedikit tak sopan..
oke... sangat tak sopan pada CEO SM alias Mr. Soo Man. Beliau hanya tersenyum
geli melihat tingkahku. Beberapa menit lalu dia menyampaikan usul untuk
mengikut sertakan aku WGM!! Kalian dengar??? WGM!!! Acara yang juga diikuti
Siwon. Tentu saja dengan pasangan berbeda. Aaarrggghhh... mengingat Siwon mau
tak mau aku teringat peristiwa di kamar hotel tempat Siwon menginap waktu di
Jeju sebulan lalu.
“Banyak request agar kau ikut variety ini,” bujuknya
lagi. Harusnya aku sadar alasan beliau memanggilku setelah Changsun oppa
menyampaikan tentang WGM kemarin. Management beranggapan hanya sang direktur
yang bisa membujukku.
“No!! Aku ga mau!!” tolakku mentah-mentah.
“Bagaimana kalau kau dipasangkan dengan Won Bin? Apa kau
tetap menolak?” kali ini dia mengeluarkan jurus andalan yaitu menyebut salah
satu aktor papan atas Korea idolaku. Aku bergeming, melipat kedua tangan di
depan dada dan membuang muka.
“Aku tidak peduli apakah Won Bin bahkan Kim Nam Gil
sekalipun, jawabanku tetap sama!”
“Ayolah Hyeon... ini demi kebaikanmu juga. Tak ada
ruginya kau ikut,” Mr. Soo Man masih membujukku. Aku yakin, meski aku menolak
dia tidak akan memaksaku karena dari nada bicaranya tak terkesan ‘mengancam’,
tak seperti waktu dia menyuruhku melakukan pemotretan wedding dress.
“Anak – anak SNSD aja ato EXO??!!” usulku demi meloloskan
diri.
“Kangin, Leeteuk mewakili Super Junior. Lalu dari SNSD
Seohyun dan Taeyeon. Victoriapun ikut,” jawab M r. Soo Man santai.
“Kai!!! Kai!! Ato itu Onew!” teriakku menunjuk ke arah
poster SMTown dimana ada Onew dan Kai.
“Mereka masih terlalu muda, lagipula mereka sibuk promo
di Jepang,” elak sang direktur membuatku tak berkutik. Salahku juga memilih
menghentikan aktivitas di luar Korea. Jadi management punya alasan untuk
mengikut sertakan aku di berbagai variety.
“Kau takut Heechul marah kalau kau ikut WGM? Tenang saja
aku yang akan menjelaskan sendiri pada bocah itu,” sambung Mr. Soo Man hampir
membuatku tersedak.
“Tak ada hubungannya dengan orang itu!” sanggahku kesal.
“Kalau bukan dia, berarti Siwon??” kali ini dia sukses
membuatku jantungan. Aku melotot ke arah pria paruh baya yang sedang tersenyum
menggodaku itu.
“Oke!! Aku terima tawaran dari Amerika itu asal aku tidak
perlu ikutan WGM ini. Bagaimana??”
tawarku.
“Oke, Deal!!” sahut Mr. Soo Man tanpa pikir panjang
membuatku mengerenyitkan dahi. Pria yang sudah aku anggap sebagai paman itu
kini tersenyum penuh kemenangan.
“Sebenarnya kau menggunakan WGM agar aku mau ke Amerika
lagi, kan??” tanyaku penuh selidik.
“Sejak awal memang aku tidak merencanakan kau ikut serta
WGM meskipun banyak request. Oke, next week kau ke Amerika!” sahut Mr. Soo Man
cuek. Sejurus kemudian dia sudah mengangsurkan map berwarna biru berisi jadwal
dan kontrakku di Amerika. Dan.... beliau tersenyum puas melihatku kesal
setengah mati. Ah!! Aku terjebak!!
Lunglai akupun menyeret kaki ke arah pintu keluar dari
ruangan CEO itu, saat tiba – tiba perkataannya membuatku berhenti.
“Dan... aku bisa melihat barusan kalau Siwon sudah
menggantikan Heechul di hatimu, Hyeon. Itu melegakan... kau tak terlihat muram
lagi.”
Menyebalkan memang kalau ada orang yang begitu mengenalmu
lebih dari dirimu sendiri.
Dan disinilah aku....
Seperti orang bodoh, sudah lebih satu jam melempari
koperku dengan berbagai barang. Pada
akhirnya omma dan Yoon Hee yang kelabakan merapikan. Tak ada komentar menyadari
moodku yang buruk, seburuk cuaca musim dingin Seoul.
“Apa kau akan bawa ini juga??” tanya Yoon Hee ragu
merujuk pada buku kuliahku yang sebenarnya tadi asal aku lempar saja.
“Aish... molla!!” sahutku masih mengaduk isi lemari.
Tanpa menunggu jawaban lanjut dariku, buku itu sudah teronggok di bawah
kasurku.
“Kau ini kesal karena tidak ingin pergi ke Amerika, tidak
ingin meninggalkan Heechul lagi atau karena Siwon tidak menelponmu??” kali ini omma
yang bersuara dan aku rasanya ingin terjun ke sungai Han yang beku itu daripada
menjawab.
“Tidak ada hubungannya dengan kedua orang itu!” sahutku
kesal. Mengenyakkan diri di atas
ranjang, memberengut.
“Apa susahnya bagimu untuk jujur, Hyeon? Paling tidak
pada perasaanmu sendiri,” kata omma sambil duduk di tepi ranjang dan mengelus
kepalaku lembut. Yoon Hee pura – pura melipat sweeter.
“Omma tidak melarangmu pergi ke Amerika lagi. Hanya saja,
omma berharap kepergianmu kali ini dengan alasan yang berbeda dari sebelumnya.
Sejauh apapun kau lari pasti akan
terseret kembali kesini. Jangan pergi karena ingin lari, Hyeon.”
Aku terdiam, hanya menatap langit sore dari jendela
kamarku. Bisa saja aku menolak tawaran presdir untuk berkarir di Amerika lagi,
tapi saat itu entahlah aku sangat menginginkan pergi dari Korea. Jauh...
jauh... apakah akan sama seperti dulu lagi? Terjebak masa lalu dan kenangan.
Kuhela napas panjang dan menatap omma.
“Hyeon tidak tahu, omma. 3 tahun lalu Hyeon punya alasan untuk pergi, setahun
lalu Hyeon punya alasan untuk tinggal, dan sekarang Hyeon tidak punya alasan
apapun untuk pergi maupun tinggal. Yang Hyeon mau dengann kepergian kali ini
Hyeon bisa benar – benar melihat ke dalam hati Hyeon. Entah apakah itu tentang
Heechul oppa, Siwon ataupun hidup Hyeon sendiri.” Omma mengangguk mendengar
ucapanku.
“Kau sudah dewasa, Hyeon, meski di mata omma kau selalu
jadi anak kecil, dan omma yakin kau bisa memilih mana yang baik dan tidak. Kau
tahu kan, omma selalu percaya dan mendukung semua keputusanmu,” kata omma
memelukku erat. 20 jam lagi aku akan terbang ke Amerika. Sekali lagi aku akan
pergi. Hanya saja kali ini aku tahu Kim Heechul tidak akan ada untuk
mengantarkan kepergianku, aku tidak perlu melihat punggungnya lagi yang menjauh
dari pandanganku.
Sisa sore itu aku isi dengan membereskan sisa barang yang
akan aku bawa, makan malam bersama omma,
Yoon Hee, Donghae dan Ryeowook. Membujuk kedua namja cengeng itu untuk berhenti
menangis dengan menjanjikan akan menelpon mereka sesering mungkin. Lagipula, 3
bulan lagi kami akan bertemu di SMTOWN konser yang akan digelar di LA.
Saat mereka berpamitan kembali ke dorm, Donghae sempat
menanyakan apakah aku sudah memberitahukan Siwon ataupun Heechul oppa mengenai
keberangkatanku ini. Dia hanya mendesah pelan saat aku menggelengkan kepala.
Meskipun kepergianku pastinya sudah diketahui semua orang, akan lebih baik aku
memberitahukan sendiri pada mereka, begitu ujar Donghae.
“Baiklah aku akan menelpon mereka,” janjiku sambil
memeluk tubuh jangkung Donghae dan mengantarkannya sampai tempat parkir
apartemenku. Andai dia tidak ada jadwal dia pasti akan mengantarku besok ke
bandara, begitu katanya dan lagi – lagi aku mengangguk serta mengulangi janjiku
untuk sering menelponnya.
Incheon, pukul 7 lewat 23 menit.
Penerbanganku dijadwalkan akan berangkat 27 menit lagi.
Chansung oppa sedang sibuk mengurusi tiket dan semacamnya, membiarkanku duduk
di bangku ruang tunggu sendirian. Berusaha menyibukkan diri dengan ponsel di
tanganku.
Oppa,
Hyeon pergi ke Amerika lagi...
Lalu menghapusnya dan menulis pesan baru.
Oppa,
mian, Hyeon tidak mengatakan pada oppa kalau hari ini...
Aku menghapusnya dan dengan kesal menjejalkan ponselku ke
saku celana jeansku. Berpikir untuk apa aku harus memberitahukan tentang kepergianku
pada orang itu? Bukankah sudah tidak ada hubungan lagi antara kami sejak aku
keluar dari apartemennya waktu itu. Bahkan setiap bertemu selama ini kami
seolah – olah hanya dongsaeng-oppa, sangat biasa seakan tidak pernah ada
hubungan antara kami, seolah selama satu tahun kemarin aku tidak tinggal di
apartemennya. Aku merasa aneh kalau tiba – tiba mengabari dia hari ini aku akan
pergi.
Siwon? Aku juga tidak memberitahukannya. Dia pasti sudah
tahu karena berita kepergianku sudah menghiasi headline surat kabar yang setiap
pagi selalu dia baca. Berita gosip dan twitter juga sudah penuh tentang
aktivitasku. Pagi inipun sebelum masuk ruang tunggu VIP aku bertemu ratusan
Angelic yang sengaja datang mengantarkan kepergianku. Dan aku yakin potoku
sekarang sudah memenuhi timeline atau portal fansite.
Rasanya beda sekali. Terakhir kali aku pergi ke Amerika,
saat menunggu penerbanganku ada Heechul oppa berdiri di sampingku. Tidak ada
yang bicara diantara kami berdua, hanya berdiri mematung menatap papan digital
yang memuat jadwal penerbangan di airport Incheon. Lalu, dia akan menepuk
pundakku pelan sebelum berbalik pergi meninggalkanku bahkan sebelum aku
menyeret koperku masuk antrian pemeriksaan. Dia pergi tanpa menoleh,
membiarkanku menatapnya sekali lagi dan lagi seperti yang sudah – sudah,
menghilang diantara lalu lalang orang.
Kupukul pelan kepalaku berusaha mengenyahkan kenanganku
barusan. Apakah aku sama saja seperti Hyeon 3 tahun lalu yang bodoh
mengharapkan Kim Heechul menunggunya sampai masuk terminal, melambaikan tangan
sambil tersenyum?? Berharap Kim Heechul bukan sekedar kenangan di masa lalu??
Apakah Hyeon yang sekarang berdiri di tempat yang sama sedang menatap boarding
pass di tangannya ini masih memautkan hati pada seorang Kim Heechul?? Apakah
bahkan ciumannya dengan Choi Siwon tidak mampu melepaskan bayangan Heechul??
Aku terlonjak kaget saat Chansung oppa menepuk pelan
punggungku, membuyarkan semua lamunanku. Tanpa banyak kata akupun mengikuti
langkah kakinya menuju terminal keberangkatan. Saat berjalan melewati lorong
menuju pesawat aku memantapkan hati untuk melupakan semuanya. Sudah waktunya
aku memulai lembaran baru di hidupku. Apakah Kim Heechul atau Choi Siwon akan
terlibat didalamnya? Akupun tidak tahu. Yang pasti aku menutup lembar demi lembar
buku ceritaku di masa lalu seiring langkah kakiku yang semakin mendekati
pesawat dimana akan membawaku pergi. Dan, suatu hari, saat aku memijakkan kaki
kembali di Korea, aku pasti!! Pasti!! Membawa cerita baru. Ya... Hyeon akan
lahir kembali seperti judul album baruku yang akan rilis di Amerika. Rebirth!!
Upss!! Hampir saja ransel yang sedianya akan aku taruh di
kompartemen atas tempat dudukku tergelincir dari tangan dan jatuh menimpa
kepalaku, kalau saja tidak ada sepasang tangan lain yang membantu menahan dan
memasukkan kembali serta menutup kompartemen rapat.
Sambil menghela napas lega aku menunduk mengucapkan
terima kasih.
“Kamsaha..... oppa??!!” mataku membelalak lebar ketika
mendapati siapa yang sedang berdiri di sebelahku dan tersenyum memandangku itu.
Heechul. Kim Heechul. Orang yang baru saja aku tahbiskan menjadi masa lalu dan
ingin aku lupakan. Aku mengerjapkan mata menyakinkan diri bahwa itu benar –
benar Kim Heechul.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Ah, pertanyaan bodoh. Heechul
oppa tersenyum sambil menepuk kepalaku pelan.
“Setahu oppa, oppa bukan pilot yang akan menerbangkan
pesawat ini. Jadi... oppa penumpang. Sama sepertimu,” sahutnya. Aku meringis.
“Maksud Hyeon, oppa akan ke Amerika juga? Kok Hyeon tidak
tahu...”
Tanpa menjawab pertanyaanku, Heechul oppa duduk di bangku
yang seharusnya tempat Chansung oppa. Aku menoleh ke kanan kiri melihat dimana
managerku itu, dan mendapati dia tersenyum dari bangku deretan belakang. Dia mengangguk
pelan dan langsung menutup matanya pura – pura tidur. Pasrah, aku melewati kaki
Heechul oppa dan mengambil tempat di kursi dekat jendela.
“Kalau dilihat dari board yang menuliskan ‘New York’,
oppa yakin pesawat ini tidak ke Jeju. Dan kita tidak diperbolehkan terjun bebas
dari pesawat, kan,” sahutnya setelah aku duduk di sebelahnya.
“Terima saja Hyeon, oppa akan disampingmu selama.. hm...”
Heechul oppa melihat sekilas arlojinya sebelum menyelesaikan ucapannya.
“16 jam. Yah, kau tidak akan kesepian selama penerbangan
ini.”
Heechul oppa mengaduh pelan sambil mengusap lengan dimana
aku barusan memberikan sebuah cubitan maut. Aku masih tidak mengerti kenapa dia
tiba – tiba ada di pesawat yang sama denganku. Tidak ada jadwal Super Junior
maupun individu di New York, bahkan bukan waktunya liburan bagi mereka
mengingat betapa padatnya jadwal mereka menjelang comeback.
Berulang kali aku melirik pria disebelahku itu yang sejak
sejam lalu pura – pura tidur. Meskipun predir tidak memberitahukan kalau Kim
Heechul akan sepesawat denganku, paling tidak Donghae atau Changsun oppa tahu. Kenapa
mereka diam saja? Apa ini sebuah konspirasi?
“Hyeon, oppa tidak tahu seberapa rindunya kau pada oppa
sampai kau menatap oppa terus menerus. Dan berhentilah bertanya – tanya kenapa
presdir, Donghae maupun Changsun hyung tidak memberitahukanmu kalau aku akan
disini. Percayalah, mereka juga sama seperti kau, tidak tahu apa – apa.”
Karena sibuk dengan pikiranku, aku tidak sadar kalau
Heechul oppa tengah menatapku. Ujung jarinya menekan pelan keningku. Kebiasaannya
setiap melihat aku berusaha berpikir keras. Aku mengusap kening dimana tadi dia
menyentuhku. Entahlah, wajahku terasa panas.
Hei... wake up Hyeon!! Bukankah kau sudah memantapkan
diri untuk mengenyahkan Kim Heechul dan menutup lembaran masa lalumu???
“Hyeon..” aku menoleh padanya yang sekarang duduk
menegakkan diri. Aku tidak suka ekspresinya. Sama saat dia memutuskanku
beberapa tahun lalu.
“Ada yang ingin oppa bicarakan denganmu. Kau tidak bisa
lari menghindari oppa lagi kecuali..ya.. kau punya nyali terjun bebas dari
pesawat ini,” sambungnya nyengir. Aku hanya mendengus kesal. Dia kan tahu kalau
aku benci ketinggian.
“Ini mengenai pertanyaanmu yang selama ini oppa tidak
pernah mau menjawabnya.” Aku terdiam. Pertanyaan itu... ‘Apa yang ingin oppa katakan
padaku sebelum kecelakaan itu terjadi?’ sudah ratusan kali aku menanyakannya
dan dia selalu menjawab ‘Kenapa kau suka sekali bertanya tentang masa lalu?’. Ya..
kalau mau jujur, hal ini lah yang menjadi ganjalan dalam hatiku. Mungkin alasan
kenapa aku tidak bisa melepaskan Kim Heechul.
“Setelah kau tahu jawabannya, kita mungkin bisa dengan
mudah saling melepaskan satu sama lainnya, Hyeon. Jadi, dengarkan baik – baik apa
yang ingin oppa katakan. Suka ataupun
tidak, selama 14 jam ke depan kau harus berada di sisi oppa. Arraseo?” aku
terpaksa mengangguk menyetujui syaratnya. Dulu aku begitu ingin mendengar
alasan yang sebenarnya, tapi mengapa sekarang muncul rasa takut??? Pemandangan di
luar jendela pesawat hanya langit biru dan awan putih. Aku menoleh lagi ke arah
Heechul oppa.
Namun, Heechul oppa tidak mengucapkan sepatah katapun
malah merogoh saku jaketnya dan menarik sebuah logam. Mataku terbelalak saat
genggaman tangan oppa terbuka dan memperlihatkan sebuah cincin. Cincin pasangan
yang selalu aku kenakan di leherku. Jantungku berdesir kencang.
“Kau tahu ini, kan?” lagi – lagi aku hanya mengangguk. Tidak
percaya dia amsih menyimpan cincin itu, aku kira dia sudah membuangnya.
“Waktu itu oppa sempat berpikir untuk melihat sekali lagi
hubungan kita. Oppa... ingin memberikan cincin pasangan ini padamu,” katanya
tanpa melihatku. Memberikannya padaku??? Itu artinya..... Aku menekap mulutku
tak percaya. Hening sejenak.
“Oppa, ingin melamarmu, Hyeon,” sambungnya menyuarakan
pikiranku. Heechul oppa mengangkat kepala dan menatapku dengan senyuman yang
selalu mampu membuatku meleleh.
“Kemudian kecelakaan itu terjadi. Oppa melihat bagaimana
kau berjuang untuk bangkit. Terus berlari mengejar impianmu selama ini dan oppa
berpikir sekali lagi. Seandainya aku tetap melamarmu, kau pasti akan berhenti
berlari. Menyerahkan mimpimu selama ini. Semua hasil kerja kerasmu akan sia –
sia, dan... apa yang tersisa untukmu? Oppa?? Tidak, Hyeon, oppa tidak bisa
membiarkan semua itu terjadi karena oppa sendiri tidak yakin bisa
membahagiakanmu. Dan akhirnya oppa memilih melepasmu. Menjauh darimu. Membiarkan
kau pergi.”
Air mata sudah menggenang di pelupuk mataku. Heechul oppa
melihatnya dan dengan hati – hati seakan aku sebuah kristal yang rapuh dia
mengusap genangan air mata itu. Selama ini
dia melepasku karena merasa aku bahagia tanpanya??? Semua demi aku? Agar aku
bisa mengejar mimpiku???? Kim Heechul sialan, makiku dalam hati.
“Tapi... oppa... setiap Hyeon tanya kenapa tidak mau
menjawab?? Masa lalu... oppa benci dengan kata – kata itu...”
“Apabila oppa teringat masa lalu denganmu, rasanya perih.
Disini...” katanya menunjuk dadanya. “Karena oppa sadar semua hal indah itu
hanya tinggal masa lalu, kenangan. Oppa telah melakukan banyak hal yang
membuatmu sedih, menangis, terluka. Itu bukan kenangan yang indah dan membuat
oppa marah pada diriku sendiri,” lanjutnya sembari mengusap rambutku. Aku menunduk.
Selama ini aku mengira oppa ingin melupakanku, dia... hanya tidak ingin
mengingat hal yang melukaiku.
“Oppa.... bagi Hyeon, semua kenangan bersama oppa sangat
berharga. Apapun itu, indah atau pahit, paling tidak telah membuat Hyeon
seperti sekarang ini,” kataku lirih. Heechul oppa mengangguk pelan. Tatapannya beralih
pada cincin di tangannya.
“Kau ingat, apa
yang selalu kau katakan pada oppa? ‘apapun yang kita lakukan hari ini, besok
akan menjadi kenangan dan oppa pasti tidak mau mengingatnya’. Ya, Hyeon, kau benar. Seberapa indahnya sebuah
kenangan, itu hanya kenangan... masa lalu.”
Aku benar – benar tidak mengerti sejak kapan pria di
depanku ini menjadi pesimis??? Dimana Kim Heechul yang selalu ceria? Kim
Heechul dengan kepribadian gandanya?? Kenapa setiap bersamaku hanya sosok Kim Heechul yang muram, kesepian dan
terluka yang muncul?? Apakah.... sedemikian sakitnya bersamaku??
“Kemudian oppa melihatmu di depan pintu apartemen oppa. Sekali
lagi melihatmu terjatuh, sekuat tenaga berusaha bangkit untuk mengejar
impianmu. Oppa ingin saat itu juga berteriak ‘hentikan!! Berhentilah!! Tetaplah
disisi oppa!!’, tapi kata – kata itu akan semakin membuatmu terpuruk. Lagi –
lagi oppa menahan diri dan membiarkanmu.” Kali ini aku melihat matanya berkaca –
kaca. Reflek aku menggenggam jemarinya erat.
“Oppa bangga padamu Hyeon, kau berhasil membuktikan pada
oppa kau bisa bangkit dari keterpurukan dan berhasil. Hanya dengan melihat kau
tertawa di atas panggung membuat beban di hati oppa selama ini terangkat. Walaupun
senyummu bukan milik oppa lagi melainkan Choi Siwon,” Heechul oppa berkata
sambil tersenyum padaku. Senyuman yang berbeda, ada ekspresi lega disana. Hatiku
tercabik. Milik Choi Siwon??? Benarkah??? Benarkah senyumku sekarang ini karena
Choi Siwon???
“Wae??!! Kenapa kau terlihat kaget begitu?? Jangan katakan
kau belum menyadari kemana hatimu sekarang berada, Hyeon. Kau ini sama sekali
tak berubah, tidak peka!!” gerutunya setelah melihat ekspresi bingung di
wajahku. Dia menepuk kepalaku pelan. Tersenyum lagi, menandakan dia merestui
kalau orang itu adalah Siwon.
“Oh, ya... tadi kau tanya kenapa oppa ada di pesawat ini,
kan?” Aku mengangguk. Lega Heechul oppa mengalihkan topik pembicaraan yang
membuatku hampir jantungan barusan.
“Karena.... pertama, ingin mengatakan semua ini padamu. Kedua,
oppa capek mengantarkanmu ke bandara dan bertengkar denganmu.” Hampir saja aku
menjitaknya mengingatkan bagaimana setiap ke bandara kami bertengkar di mobil. “Ketiga,
memastikan kau tidak kabur lagi dan punya alasan untuk kembali ke Korea. Keempat,
oppa tidak mau lagi kau selalu melihat punggung oppa sambil menangis,” Heechul
oppa menatapku tajam. Tangan yang sedianya terangkat untuk mencubitnya,
berhenti di udara. Dia... tahu aku selalu menangis saat menatap punggungnya
yang menghilang itu?? Dia tahu???
“Kelima... dan terakhir..” lanjutnya. “Agar oppa tidak
perlu melepasmu lagi tanpa mengatakan ‘kajima’.”
Sepersekian detik kami saling bertatapan. Matanya mengunciku,
membuatku susah bernapas. Kajima... jangan pergi... kata – kata yang selalu aku
tunggu dari bibirnya. Kata itu yang pastinya merubah jalan hidupku seandainya
dia mengatakan beberapa tahun lalu. Kata yang tidak pernah aku dengar bahkan
saat aku pergi pagi buta dari apartemennya. Sesederhana ini Kim Heechul bisa
membuat duniaku terbalik. Kajima....
“Oppa....”
“Hyeon, setelah oppa menyampaikan semua ini, seperti yang
tadi oppa bilang, oppa resmi mengantarkanmu pergi. Melepaskanmu. Dan oppa harap
kau juga demikian. 12 jam lagi, saat pesawat ini landing, mulailah hidup yang
baru. Masa lalu.... biarlah seperti apa adanya. Yang pasti, kapanpun kau kembali
ke Korea, oppa selalu ada untukmu, menantimu dan akan mengantarkanmu kembali ke
bandara. Seperti dulu.”
Melepaskanku. Benang kusut yang dulu terus mengikatku itu
telah terurai. Oppa sekali mengatakan ‘kajima’ lalu memutuskan pergi bersamaku,
mengantarkanku dan akan menungguku di Korea, tentu saja sebagai seorang kakak. Rasanya
beban yang selama ini menghimpitku hilang begitu saja. Perlahan aku mengangguk,
setelah melihat anggukan kepalaku, Heechul oppa menyandarkan kepalanya di kursi
dan memejamkan mata.
“Sesampainya di New York kau hubungi Siwon,” tiba – tiba Heechul
oppa mengatakan hal yang membuatku kaget.
“Wae?”
“Dia pasti khawatir kau pergi tanpa pamit padanya, ya...
semua tahu kau pergi ke New York. Tetap saja tanpa satu pesan untuknya akan
membuat mood tuan muda itu berantakan. Berubahlah menjadi sedikit peka dan
feminin, Hyeon,” sahutnya masih sedikit bernada memerintah. Cih... feminin!!
“Wae???”
“Kau ini!! Apa tidak bisa melakukan perintahku tanpa
bertanya ‘wae’??!! Jangan membuat mood oppa buruk juga,” desisnya kesal melotot
ke arahku. Aku membalikkan badan memunggunginya dengan kesal.
“Ne..Ne...Arraseo!! Aku akan menelpon Siwon!!”
“Nah, begitu. Sudah, oppa akan tidur!!”
“Ya!! Oppa!! Tadi kau bilang perjalananku tidak akan
membosankan selama kau ada disini, tapi... kau malah tidur!!” aku memutar
badanku menghadap Kim Heechul dan mengguncang pelan lengannya yang dia letakkan
di sandaran kursi.
“Oppa lelah setelah melakukan pembicaraan emosional tadi.
Kau tahu sendiri itu bukan style oppa. Sudah, kalau kau berisik, oppa akan
tukar tempat duduk lagi ama Chansung hyung,” sahutnya bergeming, menolak
membuka mata. Sambil merajuk aku pukul pundaknya kesal.
“Baiklah... terserah kau saja. Kau sama saja tetap
menyebalkan!!”
“Aish!! Kau ini...” dia membuka matanya dan melotot
padanya. Sejurus kemudian dia tersenyum
menyadari aku hanya pura – pura merajuk dan sedang tersenyum padanya. Ini.. Kim
Heechul yang aku kenal duluuuu..... Kim Heechul yang selalu menungguku di luar
ruang latihan dan menyambutku dengan senyuman, mendengarkan omelanku lalu
membalasnya dengan omelan panjang lebar. Kim Heechul yang telah membuatku jatuh
cinta.
Nanti... aku akan menelpon Siwon, minta maaf karena pergi
begitu saja. Aku akan jujur padanya tentang perasaanku, menyelesaikan masalah
diantara kami, memulai semuanya dari awal persahabatan kami yang sempat retak. Persahabatan??
Tentu saja... apalagi.... tidak perlu penerbangan 12 jam untuk menyadari
perasaanku yang sebenarnya. Cukup satu menit. Satu menit yang terjadi beberapa
saat lalu.
Siwon... memiliki banyak orang disampingnya. Dia mempunyai
Jiyoung. Dia punya segalanya. Dan tanpa ada aku... dia tidak akan kesepian atau
mati. Tapi... pria yang berada di sampingku yang sedang memejamkan mata pura –
pura tidur itu hanya memiliki aku seorang. Dan dia milikku!! Buktinya??? Cincin
yang dia genggam di balik saku jaketnya itulah buktinya. Kata ‘kajima’ yang
tidak pernah dia ucapkan karena takut aku akan makin terpuruk itulah buktinya. Kata
‘kajima’ yang barusan dia ucapkan juga sebagai tanda melepasku untuk menemukan
kebahagiaanku sendiri, melepaskan masa lalu kami, itulah buktinya.
Mungkin, senyum ini karena Siwon. Bagaimanapun juga Siwon
selalu memberikan semangat, dukungan, dan rela melakoni sebuah sandiwara yang
mungkin sedikitnya menjebak kami dalam persaan yang rumit. Tapi... aku tahu
kemana hatiku berada. Dari dulu belum berubah meskipun berkurang, tapi tetap
pada tempat yang sama. Kim Heechul.
Menyadari itu semua, aku merebahkan kepalaku ke pundaknya,
lalu menyelusupkan jariku diantara jemarinya. Aku merasakan dia berjengit
sedikit, mengeluarkan tangan yang sedari tadi berada dalam sakunya untuk
mengusap kepalaku. Kim Heechul.. lets make another memories.
No comments:
Post a Comment