Friday, September 14, 2012

MEMORIES part 5


Ku edarkan pandangan ke arah pantai yang biasanya gelap itu kini nampak terang dengan berbagai lampu ditambah celoteh segerombolan sahabatku. Yaa.. malam ini mereka menyisihkan waktu di sela jadwal padat untuk hadir di pesta ulang tahunku.
Yunho, Jaejong, Changmin, Junsu, Taemin, Onew, Amber, Jaebum, beberapa member SNSD, Super Junior, Dara dan masih banyak lagi sedang berkumpul. Sudah berapa lama aku tak berkumpul seperti ini?? 3 tahun. Rasanya tak habis rasa syukur, masih hidup dari kecelakaan dan diberi kesempatan merayakan ulang tahun. Mataku mengarah pada sosok kurus yang sedang asyik bercanda.
Sejurus kemudian Dara menarik tanganku mengajak berpoto, giliran Amber, Jaebum dan Wookie tidak ketinggalan. Mereka seperti berlomba mengupload di SNS masing – masing, entah di mey2day ataupun twitter.  Larut dalam kegembiraan, saling ledek, bertukar cerita ataupun menjahili magnae yang tak lain adalah Taemin dan Wookie tentu saja. Sesekali pikiran ku melayang tidak ada di tempat itu.
“Sepanjang hari ini oppa lihat kau melamun terus, Jee. Ada apa?” tanya Jungsu padaku disela acara barbeque di pinggir pantai. Aku melirik sekilas ke arah Jungsu oppa atau Teuki. Sampai sekarang hanya Jungsu oppa, Hae dan Donghwa oppa yang masih memanggilku Jee.
“Kau menyembunyikan sesuatu dari oppa? Katakan...  mau sampai kapan kau begini terus??” desak Jungsu bernada khawatir, aku menggeleng pelan. Kalau mengatakan seharian ini aku mengulang memori tahun – tahun yang telah berlalu, Jungsu oppa akan semakin khawatir. Tidak ada orang yang lebih tahu tentang aku selain Jungsu oppa.
“Hanya.... bersyukur Jee bisa merayakan ulang tahun bersama kalian,” sahutku tersenyum. Jungsu oppa nampak tidak puas dengan jawabanku itu.
“Bukan karena dia kan?” tanya Jungsu oppa lagi mengedikkan kepala ke arah Heechul yang sedang asyik bercanda. Aku meringis... andai oppa tahu kalau aku juga memikirkan orang itu...
“Mwo??!! Tentu saja tidak! Ayolah..oppa... Dia sudah menjadi masa lalu Jee,” jawabku ceria. Jungsu oppa mengusap kepalaku pelan. Masih saja memperlakukanku seperti anak kecil.
“Kalau kau masih sayang padanya, katakan. Apa itu terlalu susah?” tiba – tiba satu suara menimpali. Kami berdua menoleh ke arah Donghwa oppa yang kini berdiri di belakang kami. Donghwa oppa menatapku tajam, membuatku hanya bisa menunduk menatap sepatu kest hitamku.
Tanpa aku mengatakan sesuatu dia sudah tahu. Karena selama ini, sejak kecelakaan yang menimpaku 3 tahun lalu, dia selalu ada di sampingku. Bahkan saat harus ke Amerika untuk rehabilitasi sekaligus mempersiapkan album internasionalku, dia ada disana. Melihat dengan jelas jatuh bangun, air mata, keringat, luka dan kepedihanku. Dan sangat tahu bahwa hanya dengan satu kata dari Kim Heechul-lah yang membuat aku ada seperti sekarang ini.
“Bagi dia, Hyeon hanyalah masa lalu. Dan dia tidak suka dengan masa lalu, mengungkit atau mengulangnya,” kataku pedih. Tanpa pikir panjang Jungsu oppa meraih kepalaku, menarik ke arahnya dan memeluk erat.  Tak ada air mata memang, tapi cukup terlihat jelas.
“Kalau begitu jadilah masa depan dia, jangan biarkan dia menjadikanmu masa lalu saja. Dan dia tidak akan melepasmu seperti dia melupakan masa lalu,” bisik Jungsu oppa lalu mengecup puncak kepalaku penuh kasih. Donghwa oppa hanya menepuk pelan pundakku sebelum beranjak pergi meninggalkan aku dan Jungsu oppa.
Tanpa mereka kami bertiga sadari ada sepasang mata melihat ke arah  kami dengan tatapan sayu, ada luka di mata itu.

Aku merebahkan tubuh di sofa ruang tamu dorm SuperGirls, sudah kembali ke rutinitas. Baru saja menyelesaikan showcase album solo dan sekarang sedang menunggu member SuperGirls kembali dari Timesquare, mereka mendapat undangan Lady Gaga untuk menghadiri konsernya. Sayang jadwal padat membuatku tidak bisa pergi. Akhir – akhir ini sejak kembali dari Korea pikiranku selalu pada orang itu, Kim Heechul. Apalagi Super Junior kini sudah menjejakkan kaki hampir di semua belahan dunia, membuatku menjadi sasaran pertanyaan tentang Super Junior karena satu management plus sebagai kakak Lee Donghae.
Hari itu, saat akan kembali ke Amerika, lagi – lagi Kim Heechul menawarkan diri mengantarkan diriku ke bandara. Atau lebih tepatnya memaksa. Entah apa mau orang itu. Toh sepanjang perjalanan kami malah bertengkar seperti biasa. Dan sekali lagi harus menatap punggung Kim Heechul berjalan menjauh, pemandangan yang aku benci!! Apa Kim Heechul lupa kalau aku benci ketika harus melihat punggung orang lain?? Ah... iya, Kim Heechul orang yang tidak suka mengungkit masa lalu.
Buru – buru mengusir bayangan orang itu. Bangkit dari sofa berniat pergi ke dapur mengambil minum ketika tiba – tiba rasa nyeri menyerang punggungku, memaksa duduk kembali. Saat sedang menahan sakit, pintu dorm terbuka dan masuklah semua member dibarengi suara ribut mereka. Jihyo yang lebih dulu masuk langsung mematung mendapatiku berkeringat dingin, disusul Ming yang langsung sigap memanggil manager oppa.
“Hyeon onnie.... kau kenapa????!!!” teriak Sohyun detik berikutnya. Dia memucat melihatku mengerang kesakitan sambil memegang pinggang. Anak itu pasti akan segera diserang rasa bersalah lagi, pikirku. Jihyo duduk disebelahku, mengelus punggung pelan sedangkan HyunA memijit kakiku. Sohyun mematung, dia tahu kenapa aku bisa mendapatkan sakit itu. Eunhye sigap membawa Sohyun ke meja makan dan menyodorkan air minum pada magnae.
“Semua karena Sohyun... karena kecelakaan itu...Sohyun...” isaknya pelan. Ingin rasanya aku berlari ke arah magnae, tapi rasa sakit sialan ini menahanku. Eunhye mengelus kepala Sohyun penuh kasih dan tersenyum. Bukan pertama kali melihat Sohyun menyalahkan dirinya atas kecelakaan yang menimpaku 3 tahun lalu, padahal sudah jelas bukan salah dia.
“Tenanglah.. Hyeon onnie tak apa kok. Dia hanya kelelahan sejak kembali dari Korea langsung sibuk dengan jadwal padatnya,”  hibur Eunhye berusaha menenangkan magnae. Dia melihat ke arah sofa dimana aku terbaring mengerang kesakitan, HyunA dan Jihyo masih dengan telaten memijat. Pandangannya kembali pada magnae di sebelahnya yang gemetar menahan tangis. Kami berdua adalah orang yang paling menderita secara fisik dan non fisik karena kecelakaan itu. Eunhye memeluk magnae dan mengelus punggungnya pelan.  Tak terasa air matanya menetes.
“Sudah, kau jangan menangis. Kasihan Hyeon onnie dia juga pasti khawatir ma kamu,” tegur Ming lembut. Eunhye mengangguk setuju.
Buru – buru Sohyun menghapus air matanya, dia masih aja egois. Seharusnya kan sekarang ikut membantu meredakan sakit Hyeon onnie bukannya menangis disini, rutuk Sohyun dalam hati. Dulu juga Hyeon onnie mengkhawatirkan dia bahkan menyuruh Ming onnie mengurus Sohyun daripada dirinya yang terluka parah. Perlahan dia beranjak dan berjalan menuju sofa tempat aku berbaring. Sohyun menggenggam jemariku yang dingin sambil menahan air matanya. Aku berusaha membuka mata dan melirik ke arah magnae, tersenyum untuk mengatakan baik – baik saja.
“Kau masih bisa nahan, kan, Hyeon??” tanya Ming khawatir. Bagi dia dan Eunhye ini bukan pertama kali melihat aku kesakitan seperti ini, selama 3 tahun sudah berulang kali memergokiku kesakitan diam – diam. Dan aku masih saja berusaha menyembunyikan dari member lain terutama Sohyun.
“Ma....sih..Ming!! I...ni..karena..lelah...” sahutku terengah. Benci terlihat lemah di depan member apalagi magnae Sohyun. Tidak mau melihat dia menangis merasa bersalah. Karena itu aku sekuat tenaga tersenyum, berusaha mengusir rasa sakit.
“Kau jangan bicara dan gerak dulu, bentar lagi dokter Kevin datang,” kata Seunghyun oppa dari ujung ruangan. Saat ini memang tidak ada yang bisa dia ataupun member SuperGirls lakukan untuk aku. Sakit ini, hanya aku yang harus berjuang sendiri.
10 menit bagiku dan SuperGirls bagaikan seabad. Semua bisa bernapas lega saat dokter Kevin datang dan memeriksa kondisiku, dia juga memberi intruksi memindahkanku ke kamar. Aku  sudah terlelap ditemani duo magnae yang enggan meninggalkan leader kesayangan mereka ini. Diagnosa dokter Kevin sementara ini disebabkan faktor kelelahan apalagi mengingat jauhnya penerbangan Korea – New York lalu ke California dilanjutkan rentetan jadwal. Untuk hasil yang lebih menyakinkan, disarankan melakukan check up ke rumah sakit.
Jadwalpun terpaksa berubah, 3 hari ke depan SuperGirls harus tampil tanpa diriku. Seunghyun berdiri menghadap jendela besar menerawang jauh melampaui pesona pemandangan malam kota New York. Cederaku rupanya lebih parah dari yang dia duga selama ini, sudah hampir setahun dia tidak melihat aku merasakan sakit seperti tadi, atau lebih tepatnya aku teralu rapi menyembunyikannya. Apa keputusannya mengirim Hyeon ke Korea ditengah jadwal padat adalah keputusan yang salah?? Bukan cedera fisik yang memicu rasa nyeri itu tapi juga cedera di hatinya, demikian kata dokter Kevin pada dirinya diam – diam tanpa sepengetahuan Ming, Jihyo dan Eunhye. Dan satu orang yang bisa menyembuhkannya......
“Tidak bisa dibiarkan terus begini atau dia akan mati. Haaah... retirementnya lebih cepat dari yang aku duga,” desah Seunghyun lirih, lebih pada dirinya sendiri. Tetes air hujan membasahi jendela. Terkaget saat menyadari bayangan Ming berdiri di belakangnya.
Ming terpaku tak sengaja mendengar keluhan Seunghyun oppa. Dia sedianya akan memeriksa kondisi Hyeon, langsung menghentikan tangannya yang akan membuka pintu kamar Hyeon, menatap manager itu. Seunghyun berbalik cepat dan membalas tatapan Ming. Sepertinya waktu untuk memberitahukan hal ini pada Ming sudah tiba.

Writer pov
Sudah setahun berlalu.....
Sosok Hyeon menjadi misterius karena mendadak menghilang setelah mengumumkan pengunduran dirinya dari SuperGirls maupun karir keartisannya. Semua terpana, lebih tepatnya shock mendengar berita itu. Bagaimana tidak, saat berada di puncak karir, saat dinominasikan di Grammy Award, saat semua media berlomba menjadikannya sampul depan. Dengan alasan ingin istirahat karena selama hampir 10 tahun dia berdiri di atas panggung. Alasan sebenarnya, hanya dia, Ming dan Seunghyun yang tahu. Bahkan Donghae, Donghwa dan Jungsu-pun tidak tahu. Setelah mengumumkan berita menggemparkan itu, Hyeon tidak bisa dihubungi. Hanya menuliskan sebuah pesan pendek di cyworldnya “kalau kalian mencintaiku, percaya dan tunggu aku kembali”.
Jangan tanyakan betapa kalang kabut keluarga Hyeon dan Jungsu. Pergi dari Amerika tapi tidak kembali ke Korea. Berhari – hari menunggu dengan cemas di Mokpo tetap tak ada kabar dari Hyeon. Bahkan Seunghyun ikutan panik karena dia sendiri yang mengantarkan Hyeon ke bandara. Kalau tidak ke Mokpo berarti pulang ke tanah kelahirannya kah?? Indonesia. Saat Donghwa pergi untuk memastikannya, banyak media dan fans berpikiran sama, sudah lebih dulu menyusuri setiap jengkal kota kelahiran Hyeon namun tidak menemukannya. Lalu kemana dia???  Hanya satu orang yang tahu.
“Hyung....” sapa seorang pria bertopi dan berkacamata hitam pada pria yang sedang asyik mengaduk cangkir cappucinno di hadapannya. Pria yang tak lain Kim Heechul itu mendongak dan tersenyum.
“Hae... kau terlambat,” tegur Heechul pada pria bertopi sambil tertawa. Donghae menangkupkan kedua telapak tangannya tanda permohonan maaf.
“Maaf  Hyung, pengambilan gambar hari ini agak molor,” sahut Donghae sedikit tak enak membuat Heechul menunggu. Heechul tertawa.
“Hahaha... iya..iya aku tahu kalo kau sudah jadi superstar...” ledek Heechul membuatnya mendapat pukulan pelan dari Donghae di lengan. Tawa mereka berdua terhenti saat waitres menghampiri meja mereka untuk mengambil pesanan. Heechul kembali mengaduk cappucinno yang isinya masih penuh, tak menyadari Donghae mengamatinya.
“Hyung, ada yang ingin aku tanyakan...”
“Aku tahu apa yang ingin kau tanyakan. Hyeon, bukan??” potong Heechul menghela napas. Meletakkan sendok kecil dengan suara denting perlahan.
“Katakan dimana nuna, omma mengkhawatirkannya,” kata Donghae membujuk. Heechul meletakkan dagunya lalu menatap keluar jendela. Dia tahu alasan Donghae mengajaknya bertemu hari ini, seperti Jungsu setahun lalu sebelum masuk army, demikian juga Donghwa. Bahkan Ming dan si magnae Sohyun.
“Sudah aku katakan pada Donghwa Hyung kalau aku tak tahu keberadaan Hyeon, kau juga pasti mendengarnya, kan?? Kenapa kau masih menanyakannya?”  sahut Heechul masih menatap keluar. Terdengar Donghae menghela napas. Heechul sedari tadi menghindari tatapannya, karena menyembunyikan sesuatu, Donghae hapal kebiasaan hyung-nya satu itu.
“Kenapa kau pikir aku tahu dimana Hyeon??” tanya Heechul. Dia menatap Donghae yang duduk bersandar sambil melipat kedua tangan di depan dadanya, kebiasaan yang sama dengan Hyeon kalau sedang kesal. Mau tak mau Heechul meringis mengingat hal itu.
“Karena.... aku kenal nuna dan Hyung. Kalian memang sudah berpisah, masa lalu. Tidak pernah akur, saling menghindari satu sama lain. Tapi, saling membutuhkan. Kalau nuna menghindari semua orang termasuk omma dan Teuki hyung sekalipun, pasti ada yang dia sembunyikan. Dan hanya satu tempat dia lari, Hyung!!” kata Donghae. Muka seriusnya seakan dia seorang detektif membuat Heechul terkekeh. Tiga bersaudara itu memang sama.
“Aneh, kan, kami tidak pernah akur. Bagaimana mungkin dia lari padaku?”  Heechul masih tertawa kecil, meraih sendok dan kembali mengaduk cangkir cappucinno.
“Tidak aneh. Hubungan kalian itu lebih rumit dan dalam dari yang orang kira. Seperti sebuah kapsul berisi racun sekaligus penawarnya. Melihat hyung resah hari ini, membuatku semakin yakin hyung tau nuna dimana. Hyung resah, karena hyung takut nuna bakalan marah kalau tahu hyung bertemu denganku, bukan???!!” kata Donghae memojokkan Heechul. Mau tak mau Heechul mengakui kepintaran Donghae. Rupanya Donghae lebih tahu tentang hubungannya dengan Hyeon dari yang mereka kira selama ini. Seakan tahu apa yang ada di pikirin Heechul, lagi – lagi Donghae menodongnya dengan pertanyaan.
“Jadiiii... dimana nuna??”
“Ingat pesan Hyeon terakhir kali?? ‘Kalau mencintai dia, percaya dan tunggu dia kembali’ begitu kan isinya. Dia baik – baik aja Hae, dan akan aku pastikan dia pulang. Beri dia waktu,” setelah menyelesaikan perkataannya, Heechul bangkit dari kursi dan akan beranjak pergi saat ucapan Hae menghentikan langkahnya.
“Aku percayakan Hyeon nuna padamu, Hyung. Hanya kau yang bisa menyembuhkannya.”
Heechul menoleh ke arah Donghae yang mengangguk sambil tersenyum. Rupanya Donghae tahu separah apa cedera Hyeon.

“Jadiiii... akhirnya kau bilang semuanya pada Donghae???!!!!” suara Hyeon meninggi hampir membuat telinga Heechul tuli. Aduuuhhh... kenapa sih, dia paling tidak bisa berbohong pada dua saudara iniiii.... Donghwa masih bisa dia kibuli. Kalau urusan Donghae dan Hyeon, mereka berdua pandai menjebak dan membuatnya tak berkutik.
“Tak apalah Hyeon, lagian dia adikmu. Memang mau sampai kapan kau sok misterius seperti ini??” elak Heechul kesal. Hyeon melotot ke arah pria di depannya itu, bukan hak Heechul marah, seharusnya dia yang marah!!!
“Bukan aku ingin sok serius, oppa. Aku tidak ingin mereka khawatir,”  sahut Hyeon berkilah. Tak mempedulikan pelototan sadis Heechul, Hyeon melangkah menuju jendela besar di ujung ruangan.
“Kamu pikir mereka sekarang tidak khawatir??? Kau menghilang hampir setahun tanpa kabar, Hyeon!!” bentak Heechul kesal. Wajar kalau Heechul kesal, selama setahun dia harus berbohong ke semua orang tentang Hyeon. Tiap hari harus menghadapi keras kepala gadis itu.
“Kalau melihat kondisiku sekarang mereka akan lebih khawatir, oppa!!” balas Hyeon dengan nada tinggi.
“Jadi kau sembunyi karena tak mau mereka khawatir trus lari kesini??? Apa kau pikir aku tak khawatir dengan kondisimu, hah???!!!” teriak Heechul seraya melempar jaketnya ke lantai dengan kesal. Dia... sama sekali tidak bisa memahami jalan pikiran gadis itu. Hyeon hanya diam.
“Mian, oppa!! Hyeon lupa kalau oppa bisa mengkhawatirkanku,” kata Hyeon lirih. Heechul terperangah mendengarnya. Hyeon...
“Sekarang oppa mau Hyeon bagaimana??” tanya Hyeon menoleh ke arah Heechul. Bisa dilihat ada kesedihan di mata gadis itu. Sekuat tenaga Heechul membangun tembok di hatinya untuk bersikap sedikit kelewatan. Bukan dia tak suka kehadiran Hyeon di apartemennya, dia hanya ingin Hyeon tidak lari dan sembunyi lagi.
“Pulanglah.... tempatmu bukan disini, Hyeon. Pulanglah.....”
Hyeon menghela napas panjang dan kembali memalingkan muka dari pria di depannya. Memang sudah waktunya dia pulang. Semakin lama dia disini, akan semakin dalam luka di hatinya.
“Oke. Lusa, Hyeon akan pulang ke Mokpo. Terima kasih selama setahun ini oppa sudah mengijinkan Hyeon ada di sini,” kata Hyeon. Lusa?!!! Heechul memang berharap Hyeon segera pulang ke Mokpo, tapi tidak secepat itu. Kenapa sih, gadis itu selalu memutuskan sesuatu hal tanpa memikirkan 2 kali. Selalu saja hal pertama yang terlintas itu yang dia lakukan. Heechul menghela napas. Tanpa berkata lagi, dia memungut jaketnya dari lantai dan berjalan menuju pintu. Dia harus bertugas hari ini.
“Oppa.... sadar konsekuensinya kan??? Kalau aku keluar dari rumah ini, mungkin tidak akan kembali lagi, akan semakin sulit untuk kita berdua. Dan semuanya akan jadi masa lalu,” kata Hyeon. Dia melirik sekilas ke arah Heechul yang berdiri di depan pintu. Heechul, tanpa mengatakan sesuatu segera membuka pintu dan keluar meninggalkan Hyeon tanpa tahu ada air mata di wajah gadis itu.
“Kenapa, kali inipun kau hanya berlalu begitu saja, oppa??”

Hyeon pov
Huft... capeknyaaaa....
Dua koper besar sudah rapi di sudut ruangan, hampir 2 jam mengemasi semua barangku. Dan kamar ini kini nampak lega setelah semua barang menghilang dari meja rias ataupun segala sudut ruangan.  Lusa, aku akan meninggalkan kamar yang sudah hampir setahun ini aku tinggali. Teringat pembicaraanku dengan Heechul oppa tadi siang.  Melihat jam di atas meja menunjukkan pukul 10 malam dan laki – laki itu belum pulang juga. Seharusnya dia kembali 2 jam lalu. Dia juga tidak menelpon ke rumah seperti biasanya kalau akan pulang telat. Pasti sekarang dia sedang bersama chocoball. Aku menghela napas panjang.
Setahun lalu, sepeninggal Seunghyun oppa, aku mengganti rute penerbangan ke Indonesia. Selama dua hari berada di kota kelahiranku, mengunjungi makam kedua orang tua dan kedua kakakku. Sedetik setelah menjejakkan kaki di Korea aku langsung memutuskan bersembunyi sementara dan hanya Heechul oppa yang bisa membantuku. Hubungan kami memang tidak harmonis, selalu bertengkar, hal ini juga yang membuatku berpikir oppa tidak akan khawatir melihat kondisiku. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam benakku kalau dia juga mengkhawatirkanku. Karena selama setahun dia terlihat cuek apabila rasa sakit yang menyerang punggungku membuat aku terkapar.
“Apa aku.... sudah menyakitinya??” tanyaku pada diri sendiri. Setiap kali aku kesakitan, dia hanya duduk diam di sampingku. Dia berdiri di pojok ruangan mengawasiku berlatih menari meski kondisiku tak memungkinkan. Saat aku sedang sedih dia malah mencari keributan denganku, membuatku jengkel. Aku terkesiap. Jangan-jangan....... itu cara oppa menunjukkan kekhawatirannya????
Ting tong...
Suara bel pintu membuyarkan lamunanku. Segera aku beranjak keluar kamar menuju ruang tengah dan sudah mendapati Heechul oppa terbaring di sofa dengan lengan menyilang menutupi wajahnya. Berdiri di ujung lain sofa mengamatinya. Setelah pertengkaran tadi siang, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Canggung.
“Aku masih hidup, Hyeon. Jadi jangan pasang ekspresi seperti itu,” tegur Heechul oppa membuatku terlonjak kaget. Aku kira dia tidur, rupanya dia menghindari silau cahaya lampu. Berjalan perlahan menuju sisi Heechul oppa.
“Oppa, mianhae. Tidak seharusnya aku kesal padamu tadi siang. Mianhae sudah membuatmu repot dan khawatir selama ini, mian....”
“Sudahlah! Kau tau oppa paling tidak suka melihat air mata, kan!” suara Heechul oppa terdengar lelah. Tanpa sadar rupanya air mata sudah mengalir di kedua pipiku. Buru – buru aku mengusapnya dengan lengan baju.
“Mianhae, oppa,” lagi aku minta maaf. Saat aku akan pergi, tiba-tiba oppa mencekal lenganku.
“Jangan minta maaf terus, Hyeon. Kau tak melakukan kesalahan. Uljima....” sejurus kemudian dia menarik lenganku, membuatku terjatuh menimpa tubuh kurusnya. Belum sempat aku bangkit, kedua lengan Heechul oppa sudah melingkari pinggangku erat. Aku mendongak menatap wajahnya, kedua matanya terpejam.
“Oppa....”
“Diamlah Hyeon!!” sungutnya. Dia menggeser badannya ke pinggir sofa membuat space untuk diriku. Masih dengan posisi memelukku. Terakhir kali dia memelukku, 4 tahun lalu sesaat sebelum aku terbang ke Amerika setelah kecelakaan itu. Dejavu. Pelukan yang sama. Perasaan yang ditimbulkanpun sama. Pelukan perpisahan??? Sudahlah... aku membiarkan diriku tenggelam dalam pelukan Heechul oppa, membenamkan mukaku ke dadanya. Mulai besok kita akan berpisah lagi, oppa, batinku dalam hati.

Pagi hari.
Sinar matahari menerobos melalui jendela yang semalam lupa aku turunkan tirainya. Silau cahaya matahari membangunkanku, masih di posisi yang sama, semalam kami berdua tertidur di atas sofa ruang tengah. Perlahan aku bangun berusaha tidak membangunkan Heechul oppa. Perpisahan itu akan semakin berat untukku kalau harus mengucapkan ‘selamat tinggal’ secara langsung. Kuputuskan mempercepat kepulanganku, bukan besok, tapi hari ini.
Berjingkat menuju kamar dan bersiap 20 menit kemudian aku berdiri di ujung sofa dengan dua koper disampingku. Aku lihat oppa masih tertidur lelap. Tidak berniat untuk membangunkannya. Tak terasa dua bulir air mata menetes dari pelupuk mataku.
“Oppa, Hyeon pergi. Annyeong....” aku mengucapkan salam perpisahan dengan suara bergetar menahan tangis. Heechul oppa tak bergeming. Menahan diri untuk tidak memeluknya, aku segera membalikkan badan dan menuju pintu. Tanpa menoleh sekalipun keluar  dan menutup pintu. Setelah aku menutup pintu ini, semua akan tinggal kenangan. Masa lalu.
Sedetik setelah pintu apartemen menutup, Heechul membuka mata dan terlihat air mata di pipinya. Tanpa aku tahu, oppa sudah terbangun sebelum aku.  Dan dia menatapku pergi, untuk pertama kalinya. Selama ini dia yang meninggalkanku, melangkah pergi.
“Kajima, Hyeon....”


*to be continue

No comments:

Post a Comment