Wednesday, February 27, 2013

A GOOD BYE


(ff ini pernah dimuat di sujuff)
Aku hanya ingin melihat senyumnya. Hanya ingin membuatnya tersenyum seperti dulu. Senyum yang akhir-akhir ini hilang entah kemana. Untuk terakhir kalinya biar aku simpan senyuman itu sebagai kenangan abadiku. Saat mataku tertutup, biarkan senyummu yang terbayang.  Apa semua karena aku??? Apa yang harus aku lakukan untuk membuat senyum itu kembali lagi?
****
Hyeon pov

“Oppa!!!” teriakku seketika menghentikan langkahnya. Dia mengerutkan kening menatapku yang berlarian heboh ke arahnya sambil mengacung-acungkan sepucuk surat.
“Apa?!” 
Aku diam mengatur napas. Huwah… lain kali aku harus ingat untuk berjalan saja bila ke rumahnya. Kesalahan fatal ternyata berlari di tempat menanjak seperti ini. Nyaris putus napasku.  Sambil meringis ku ulurkan surat ditanganku.
“Apa?” Tanya dia sekali lagi tanpa menerima surat dari tanganku. Setengah memaksa aku menyurukkan ke tangannya. Hanya sekilas dia melihat surat itu dan tanpa peduli memasukkan ke saku celananya.
“Surat cinta,” sahutku pendek.
“Darimu?”
“Idiiih… najis!! Masih ada Siwon oppa ngapain kirim surat ke oppa? Weekkk…” jawabku meleletkan lidah. Dia hanya nyengir seperti biasa. Dengan sedikit genit yang dibuat-buat dia menyibakkan rambutnya membuatku meringis. Aku benci kalau dia melakukan itu.
“Yaa…sapa tau, kau tiba-tiba menyadari kalo aku punya karisma tersendiri,” sahutnya membanggakan diri. Aduh…mulai deh.
“Oppa punya kantong plastik ga?” seruku.
“Buat apa?” dia balik bertanya, heran.
“Pengen muntah setelah denger omongan oppa. Hehehe…” sahutku langsung berlari menghindar dari serangan acakan rambut darinya. Dan jadilah sepanjang jalan menurun menuju rumahku kami  berkejaran.
“Awas ya….ntar jangan nyesel kalo oppa terlanjur diambil orang trus kamu jatuh cinta ma oppa!” ancamnya membuatku tertawa.
“Ga bakaallll….kalo ada yang mau ma oppa, ambil aja. Aku kasih gratis!! Hahahahha….” Di belakang aku mendengar sumpah serapahnya. Selalu… selalu dia kalah dariku. Bahkan sekarang, dia sampai depan gerbang rumahku setelah 1 jam aku sampai. Hehehe.. okelah itu bohong, hanya selisih 5 menit kok. Dan dengan puas aku menatapnya terengah kecapekan.
“Kauuu… dasar….setan…kecil….huft..huft…”umpatnya tersengal-sengal. Aku hanya bisa tertawa seperti biasa. Kadang kasihan juga sih melihat wajahnya memerah seperti kepiting rebus, tapi hanya ini yang bisa membuatku menang darinya.
“Oppa mau masuk dulu apa langsung pulang??” tanyaku tak peduli. Dia mendelik kesal, masa baru juga sampai aku udah mengusirnya. Hehhehehe…..
“Hyeon… sapa?” terdengar suara Kyu oppa dari dalam rumah. Tak berapa lama dia sudah muncul di depan pintu. Aku nyengir menyambutnya.
“Oh, kau….” Katanya seakan hanya melihat seekor kucing melintas. Emang oppaku satu ini kurang…ya begitulah… apa ya?? Sedikit agak kurang hmm.. sopan *bisik-bisik*.
“Heh….Yah!!! kalian ini emang kakak adik yang terlahir seperti setan kecil. Ga tau sopan santun!!” gerutunya membuatku terkikik yang langsung aku ubah menjadi batuk. Bisa-bisa aku digetok kalau ketauan ketawa.
“Hmmm…liat deh, sapa yang ngomong,” sahut Kyu oppa tenang.
Wah.. tanda-tanda perang dunia ke 10 neh. Sebelum kena getahnya, aku menyelinap pergi tanpa sepengetahuan mereka. Dan benar saja, baru juga 10 langkah pergi aku sudah mendengar bom-bom dari mulut mereka meledak dahsyat. Masih dengan terkikik aku pergi ke rumah Siwon oppa. Minta makan.

“Kemarin sapa yang menang?” Tanya Yesung oppa setelah mendengar ceritaku.
“Entahlah.. aku sudah kabur duluan,” sahutku mengangkat bahu.
“Kau itu…ga ada puasnya ngerjain mereka berdua,” tegur Siwon oppa mengacak rambutku. Ini…ini!! Yang paling ga aku suka!! Ga peduli Siwon oppa sekalipun, aku paling benci ada yang mengacak rambutku. Dan sepertinya mereka malah sengaja melakukannya tanpa mempedulikan ketidaksukaanku.
“Hati-hati ntar kamu jadi suka beneran ma Chulie hyung…” goda Yesung oppa langsung membuatku menghentikan acara menata rambutku. Aku mendelik kesal. Malah membuat mereka berdua tertawa. Ga dia, ga Siwon oppa, ga omma, ga semua orang, mengatakan hal yang sama.
“Idiiihhh…ga mungkin!!! Cowok narsis kayak dia??!!” seruku sambil pura-pura muntah.
“Tapi, buktinya orang yang paling suka kamu isengin cuma dia,” komentar Siwon oppa tersenyum usil. Dua orang iniiii..!!!! ingin rasanya aku menerkam mereka trus dimasukkan karung, dibuang ke laut, biar ga rese. Hahahaha….
“Ya..itu kan karena dia yang bisa aku kalahin. Dia mangsa empuk untuk dikerjain!!” belaku. Semakin keras dua orang itu tertawa. Membuatku sebal saja.
“Bahkan kalo tinggal dia cowok di dunia inipun, ga bakal aku pilih!!” teriakku berkacak pinggang. Tiba-tiba aku merasakan hawa tidak enak dibelakangku, dan Chulie oppa sudah melotot ke arahku ketika aku menoleh.
“Hehehehehehehehe… oppa… apa kabar?” cengirku seperti kucing ketauan nyuri ikan diatas meja makan. Sejak kapan dia disana? Apa dia mendengar yang aku katakan barusan? Marahkah??? Aduh.. deg-degan.
“Jadi…kau berharap oppa adalah cowok yang tersisa di dunia ini? Bukan Siwon ato Kyu ato Yesung?? Tapi Oppa?!! Ngaku sajalah kau emang suka padaku, Hyeon..” ledeknya seraya membanggakan diri seperti biasa. Habis sudah kata-kata yang ingin aku ucapkan. Siwon oppa dan Yesung oppa tertawa melihatku bengong. Ya, ampuuuuuuunnnn….
“Oppa!! Obatmu sudah abis ya?” serangku.
“Obat?! Sepertinya kau yang butuh obat dan juga kacamata, Hyeon. Biar kau sadar kalo oppa ini ganteng, kharismatik dan keren!” katanya lagi-lagi mengeluarkan jurus narsisnya. Menyibakkan rambut sambil mengedip padaku. OMMOOO….
Aku hanya bisa membelalakkan mataku. Kali ini aku benar-benar kalah! Chulie oppa emang jagonya narsis!! Over pede!! Tapi, itulah yang bikin dia popular bahkan dikalangan teman-teman sekolahku. Bahkan semua bilang kalau kami ini tertukar jiwanya. Kalian pasti taulah apa yang aku maksud…
“Gimana, Hyeon? Apa kau mau menjadikan oppa ini pacarmu?” godanya dengan nada genit. Tanpa pikir panjang aku lari sambil berteriak-teriak seperti orang gila. Masa bodoh dengan sepiring ayam goreng kesukaanku, masa bodoh  ama setumpuk pe-er yang belum selesai aku tanyakan ke Siwon oppa, masa bodoh dengan panggilan mereka. Aku ingin mengalahkan Chulie oppa!! Suatu saat!!
Kyu pov
Sketsa yang tergeletak di meja belajar Hyeon menarik perhatianku. Perlahan aku hampiri dan melihatnya. Aku tak bermaksud untuk mengacak – acak kamarnya, tadi sebenarnya hanya berniat mengambil Gameboy yang dia pinjam. Baju pengantin. Cantik sekali. Membayangkan kalau adikku yang tomboy itu memakainya…. Hmm…
Tiba – tiba tatapanku tertuju pada sebuah photo. Heechul hyung??? Kenapa ada photonya di buku Hyeon?? Ku dapati sebuah tulisan di belakangnya. Penasaran, aku membacanya. HAH????
Saranghae….
Seandainya aku bisa mengatakannya padamu.
Tunggu sampai aku pantas mengatakannya^^
Saranghae??? Hyeon???? Jadi…jadi..selama ini… Hyeon??? Suka???
Sebuah percakapan beberapa bulan lalu dengan Hyeon terlintas di benakku, makin memperjelas satu hal yang selama ini membuatku penasaran.
“Kenapa kau ngotot pengen ngalahin Heechul hyung?? Orang lebay macam dia susah dikalahin,” tanyaku pada Hyeon beberapa saat setelah mendengar Hyeon teriak pada Heechul hyung akan mengalahkannya.
“Jadi, maksud oppa… aku kalah cantik ma dia?” seru Hyeon mendelik kesal. Dari ujung kaki sampai ujung kaki Hyeon aku liat dan mengangguk, jujur.
“Huh!! Oppa!!! Nyebelin!!! Semua meremehkanku!! Liat aja nanti!!”
Aku hanya menatap adikku satu ini yang sedang bertingkah aneh. Hmm…
“Emang kalo udah bisa ngalahin dia, kau mau apa?”
“Saat itu, aku bakal mengatakan sesuatu ke Chul oppa,” jawabnya sambil tersenyum sinis. (Saat itu aku kira itu senyum sinis, baru aku sadari sekarang itu senyum Hyeon kalau sedang malu. Betapa bodohnya aku!)
“Apa?”
“Oppa bakal tahu kalo saatnya tiba,” kata Hyeon misterius.
Jadi… inikah yang akan Hyeon katakan? Dia? Suka Heechul hyung????
Selama ini mereka berdua mempunyai perasaan yang sama tanpa mereka sadari??? Entah aku harus bagaimana. Kedua rahasia itu sekarang ada di tanganku. Rahasia yang tak mungkin aku ungkap.
Tuhan memang sedang bercanda!!! Ku hela napas panjang. Setelah mengembalikan photo itu ke tempatnya aku beranjak keluar kamar Hyeon.
***
Hyeon pov
“Jadi benar kata Kyu kalo kamu mau ke California?” Tanya Chul oppa suatu sore ketika kami sedang duduk di beranda rumahnya. Aku mengangguk kecil sambil sibuk mengunyah keripik kentang, tak sekalipun menyadari tatapan aneh Chul oppa.
“Kapan? Berapa lama?” Tanya Chul oppa lagi. Dia segera memalingkan muka ketika aku menoleh padanya.
“Bulan depan berangkat. Sekitar 2 sampai 3 tahun.”
“Hmmm….”
“Kenapa sih, oppa tanya-tanya mulu??? Takut kangen ma aku ya?? Hahaha.. aku emang ngangenin kok, hahahaha…” kataku menggodanya.
“Iya…”
“Eh, apa??” sahutku tersentak kaget. Barusan aku mendengarnya mengatakan ‘iya’ atau itu cuma khayalanku aja? Aku menatap Chul oppa yang tersenyum.
“Ga, oppa ga bilang apa-apa. Emang ngapain kau mau ke California?” katanya mengelak.
“Hmm…beasiswa!”
“Beasiswa?” tanya Chul oppa mengerenyitkan dahi. Selama ini memang dia tak pernah tahu aku mengejar beasiswa seni dan dua bulan lalu sudah mendapatkannya.
“Iya, beasiswa seni. Sekalian aku ingin belajar jadi desainer…”
“APA??!! Desainer?? Kau??? Hahahhahaha…..” potong Chul oppa terpingkal – pingkal. Aku mendelik kesal padanya dan langsung memberikan cubitan menyakitkan di lengannya.
“Aww.. sakit Hyeon!!!” teriaknya kesakitan.
“Oppaaaa… cuma oppa yang ga dukung Hyeon, yang lain malah dukung Hyeon dari dulu. Huh!!” dengusku kesal. Mendengar ucapanku Chul oppa berhenti mengusap lengannya dan menatapku.
“Yang lain??? Semua sudah tahu kecuali oppa?” tanya Chul oppa kecewa. Aku mengangguk pelan, masih tak mengerti dengan ekspresi Chul oppa.
“Karena oppa pasti ketawa seperti tadi, makanya aku ga bilang,” sahutku membela diri.
“Seandainya Kyu ga bilang, kau juga akan pergi gitu aja tanpa pamit ke oppa?” tanya Chul oppa membuatku mengerenyitkan dahi sekali lagi. Aneh banget ni oppa!
“Iya, aku akan pergi gitu aja. Emang ngaruh kalo aku pamit ato ga?” sahutku cuek.
Lalu kami terdiam. Kulirik Chul oppa yang melamun entah apa, sesekali dia menghela napas panjang. Kenapa ya, aku tak pernah bisa jujur? Kenapa ya, mulut ini ga bisa di rem untuk mengeluarkan kata-kata pedas yang malah membuatku sakit sendiri. Tau ga, oppa? Aku tak pernah bilang padamu karena itu akan semakin sulit untukku melangkah. Aku ingin pergi begitu saja tanpa berpamitan padamu juga supaya aku kuat, tidak perlu perpisahan seperti ini yang menyakitkan. Langkahku makin berat.

3 tahun kemudian.
Dingin dan bersalju. Itu yang hadir di benakku tatkala mendarat di Seoul. Betapa aku merindukan kota ini setelah 3 tahun di California yang panas. Aroma kimchi memenuhi udara Seoul –oke…ini berlebihan, tapi aku ingin mengungkapkan kerinduanku pada Korea dengan sedikit hiperbola- membuatku tak sabar ingin segera sampai rumah. Aku celingukan mencari sosok-sosok yang aku kenal, yang katanya akan menjemputku kalau tidak lupa. Siapa lagi kalau bukan Kyu oppa!! Tapi, sudah 15 menit aku berdiri disini batang hidungnya belum nampak juga. Wah… dia benar-benar menepati janji akan menjemputku kalau TIDAK LUPA!!
Sambil menggerutu, ku keluarkan handphone untuk menelpon ke rumah. Tiba-tiba…..
“HYEOOON…IIIII….!!!!” Hp terlepas dari genggamanku saking kagetnya. Serasa ada di stadion sepak bola… heboh dan sedikit memalukan. Oke… sangat!!! Aku seperti Beckham yang abis mencetak gol dan membuat semua pendukungku bersorak, bedanya pendukungku cuma 5 orang.
Ada 5 orang cowok berlarian heboh sambil membawa-bawa plakat bertuliskan “HYEONI, WELCOME HOME!” astaga…. Ini benar-benar melebihi menyambut kedatangan Beyonce waktu konser di Korea dulu. Oke..oke… aku hiperbola lagi!! Ingin rasanya aku kembali masuk pesawat dan terbang lagi ke California saking malunya. Semua orang melihat ke arahku bahkan mengira ada artis datang.
“Hyeon…mianhae… kita ga telat kan?” seru Yesung oppa.
“Gimana perjalananmu?”
“Apa kau lelah? Lapar?? Aku sudah buatkan makanan.”
“Hyeon… kita kangen banget lho.”
“Hyeon…”
“Oke…”
“Apa…”
“Bla..  bla..”
“Bla..bla..”
Beneran deh, selanjutnya aku ga ngerti mereka ngomong apa. Berisik banget!! Aku hanya tersenyum mendapati mereka tak berubah sedikitpun 3 tahun ini.
“Ssssttt… diam semuanya!!” teriak Kyu oppa dan ajaibnya, hyung-hyungnya itu langsung diam. Kadang aku heran, magnae macam apa oppaku ini? Ga punya kharisma sama sekali, slengekan, jahil, bawel, menyebalkan, penuh segudang kejutan dan tak mudah ditundukkan bahkan oleh oppa-oppa yang lebih tua dari dia.
“Biar aku ngomong ma dongsaengku ini,” katanya membuatku terharu. Tumben-tumbenan dia terlihat merindukanku. Aku menatap Kyu oppa di depanku yang sedang memandangku lekat-lekat.
“Oppa..” panggilku bersiap mendengar luapan kerinduannya.
“Hyeon… kau ga lupa kan ama game pesananku??”
Hah??? Aku hanya tercengang. Benar-benar di luar dugaan!! Kadang aku ragu apa dia emang oppaku?? Ga nemu di jalan kan?? Sambil menggeretakkan gigi aku melotot ke arahnya yang dengan cueknya mengulurkan tangan padaku seraya melirik koper disampingku. Ingin deh saat itu menarik rambut gondrongnya, sayangnya dia terlalu tinggi.
“Kyu… pertanyaan macam apa itu?” tegur Jungsu oppa menjitak kepala oppa. Entah harus tertawa atau kesal.
“Oppa pertanyaannya ga mutu!! Hyeon kecewa, balik lagi aja deh!” rajukku pura-pura marah menyeret koperku pergi. Tangan Jungsu oppa menarik lenganku, Yesung oppa dan Siwon oppa langsung berdiri di depanku, Donghae oppa menjitak kepala oppaku sekali lagi. Sekuat tenaga aku menyembunyikan senyum di  bibirku.
“Ya deh, Hyeon… mianhae,” bujuk Kyu oppa menarik koper dari tanganku.
“Iya Hyeon…kau kan tau oppamu tuh suka malu-malu tapi malu-maluin. Hahahaha…” tambah Yesung oppa tak urung membuatku tersenyum. Bagaimana bisa aku berpikir akan kembali ke California kalau di Korea punya oppa seperti mereka. Satu persatu aku memeluk mereka, kecuali Kyu oppa tentunya.  Kasihan juga nganggurin dia yang juga berharap mendapat pelukan dariku. Masih sebel sih….
1,2,3,4,5… Siwon oppa, Jungsu oppa, Yesung oppa, Kyu oppa, trus Donghae oppa. Ada yang kurang, 1 orang lagi. Orang yang menyebalkan dan narsis itu tak nampak diantara mereka. Padahal, aku ingin memperlihatkan penampilanku padanya. Huh….dia ingkar janji. Tanpa aku sadari aku menghela napas, membuat kelima orang itu menoleh serempak.
“Ada apa?” Tanya Kyu oppa heran.
“Itu….cowok narsis… si Chulie oppa kemana? Kenapa dia ga datang?” tanyaku kesal yang berubah menjadi heran ketika melihat kelima oppa saling berpandangan.
“Oh…Chulie…hmmm…” Donghae oppa melirik mereka bergantian.
“Ada apa sih?”
“Ga papa… dia ada dirumah, menyambut kedatanganmu. Kalo dia ikut ntar mobilnya ga muat trus ga ada yang bantu omma beres-beres,” jelas Jungsu oppa. Perasaan ga enak itupun hilang setelah mendengarnya, tapi entah kenapa aku merasa mereka menyembunyikan sesuatu. Ah, sudahlah… yang terpenting aku sudah kembali ke Korea. Masih ada waktu buat balas dendam ke cowok narsis itu. Liat aja Chulie oppa!! Kekekekkekeke….

“Jangan sampai Hyeon tau ini…”
Sayup kudengar percakapan mereka di kamar Kyu oppa. Bukan maksud aku menguping, aku ke kamar oppa untuk memberikan game titipannya dan juga oleh-oleh buat mereka. Penasaran.. akupun berhenti dan sembunyi dideket lemari depan kamar oppa.
“Hyung ga mau Hyeon tau tentang dia. Hyung ingin Hyeon menganggap dia sama seperti dulu,” suara Siwon oppa. Apa? Apa yang ga boleh aku tau tentang Chulie oppa?
“Trus…apa yang mesti aku jawab kalo Hyeon tanya kenapa Heechul Hyung ga datang? Tadi aja dah lebih 100 kali dia tanya,” suara Kyu oppa khawatir.
“Apalagi kalo tau Hyung dah pindah rumah segala. Dia pasti bakal lebih curiga, Hyeon kan bakat jadi detektif,” kali ini Donghae oppa angkat bicara. Sebenarnya mereka khawatir kenapa?  Mendiskusikan tentangku?? Apa???
“Nanti, kalo kondisi Heechul membaik, aku akan suruh dia telpon Hyeon agar dia ga khawatir dan curiga. Bagaimana?”
Kondisi?? Membaik?? Khawatir??? Heechul oppa??? Ada apa dengan  cowok narsis itu?? Jantungku udah hampir meledak sekarang. Sebentar….sekarang bukan tanggal 1 April kan? Bukan… sekarang bulan Januari. Dan ulang tahunku juga masih lama. Ini apa???
“Boleh juga idemu, Hyung,” puji Siwon oppa disambut suara-suara setuju lainnya. Sesaat lengang di dalam kamar, hanya terdengar hela napas panjang yang menunjukkan keresahan mereka. Saat aku pikir sudah waktunya aku keluar dan muncul di depan mereka dengan tampang tak tau apapun, aku kembali mendengar suara Kyu oppa yang berhasil membuatku hampir mati.
“Aku…aku ga bisa bayangkan kalo Hyeon sampai tau….”
“Ya…”
“Tau kalo Heechul terkapar sakit, maksudmu?”
“Bukan. Tau kalo umur Hyung tinggal 6 bulan lagi. Menurutmu Hyeon….”
APA!!! Katakan kalau ini April Mop!! Katakan ini tanggal 8 Juni, hari ulang tahunku!! Semua ini bohong kan?!!!! Ku masukkan jari-jari tangan ke mulutku mencegah keluar suara tangis. Ini saat yang tepat untuk pingsan atau berteriak marah ke arah mereka karena bercanda seperti ini, bahkan kalau sekarang matipun tak masalah. Tapi, aku masih berdiri gemetar dengan air mata mengalir deras di balik bayang gelap lemari buku.
“Hyeon sedih, Heechul Hyung akan semakin sedih. Sudah bertahun-tahun dia menyembunyikan ini dari Hyeon. Aku miris melihat reaksinya saat mendengar Hyeon akan pulang, antara sedih, bahagia, takut, rindu… oh… entahlah…” ada isak di sela kata Yesung oppa.
“Pokoknya, tugas kita memastikan Hyeon tidak tau tentang ini. Demi Hyeon dan juga Heechul. Oke?” tegas Jungsu oppa. Aku tak mendengar jawaban yang lain, tapi aku yakin mereka mengangguk setuju. Kembali senyap.
Oke!! Ini yang diinginkan Chulie oppa. Dia tak mau berbagi penderitaannya denganku karena takut aku terluka. Akan aku tunjukkan pada oppa, aku bukan gadis 16 tahun yang lugu. Aku sudah 20 tahun!! Aku juga bisa akting selihai oppa-oppa itu. Akan kubuat mereka yakin aku tidak tau apa-apa. Setelah lebih 5 menit aku menata napasku dan mengusap air mataku, akupun beranjak keluar dan pelan mengetuk pintu kamar Kyu oppa.
“Oppa!!!” teriakku ceria membuat mereka kaget.
“Hyeon!! Kau ini… ngagetin aja!!” gerutu Donghae oppa kesal.
“Wae?!! Kalian pasti lagi berlaku aneh-aneh deh, sampai liat aku kayak liat hantu aja. Hayoooo….” Ku lempar tubuhku ke kasur Kyu oppa sambil mengusir Yesung oppa yang tadi sedang duduk diatas kasur. Masih dengan cengengesan, ku ulurkan bungkusan ditanganku ke mereka.
“Tadi kalian pasti ngobrolin cewek atau lagi liat hal-hal aneh,” desakku menyenggol lengan Kyu oppa.
“Hal-hal aneh apa?! Ga ada! Kita hanya ngobrol biasa,” sahut Kyu oppa menyingkirkan tanganku.
“Wah….keren Hyeon!! Ini yang oppa mau!! Gomawo…” seru Kyu oppa kegirangan melihat segepok game yang aku bawakan. Aku mengerenyitkan dahi. Duh… oppaku, senyummu itu terlihat bohongan. Aku tau dia pasti inget Chulie oppa, soalnya dulu dia pesan game itu biar bisa nantang Chulie oppa.
“Kenapa?” tanya Kyu oppa menatapku aneh.
“Jadi… oppa kegirangan karena game? Bukan karena aku pulang? Oh.. oh… betapa merana diriku…” rintihku memelas seraya beringsut mendekati Yesung oppa lalu pura-pura menangis di balik punggungnya. Langsung Kyu oppa mengeluarkan jurus ekspresinya yang… hmm… itu tuh… ekspresi waktu mengira dapet mobil ternyata cuma dapet duit seribu atau ketika denger Sule ngaku jadi Brat Pitt. Hahaha… perumpamaan yang aneh.
“Cup..cup..cup.. Hyeon… kau masih punya oppa kan,” Yesung oppa pura-pura menghibur.
“Iya…kita seneng kau  pulang meski ga bawa oleh-oleh sekalipun buat kami, yang penting kan Hyeon,” bujuk Jungsu oppa yang mengira aku nangis beneran, dia emang paling gampang dibohongi seperti ini. Kucubit punggung Yesung oppa saat melihat cengiran di wajahnya menertawakan kebodohan Jungsu oppa. Dan oppaku? Dia menatap langit-langit sambil menempelkan jari telunjuknya di jidat. Tau kan?? Itu lho… tanda yang seakan bilang ‘dasar gila semua’.
“Bener nih??? Ga butuh oleh-oleh??? Balikin!!” kataku mengulurkan tangan ke Jungsu oppa yang reflek menyembunyikan bungkusan ke balik punggungnya. Hahahahaha…
“Barang yang udah dikasih ga boleh diminta lagi. Pamali, ntar bintitan!” kata Jungsu oppa disambut tawa semuanya. Suasana kamar kembali ceria. Sekilas aku melihat mereka bertukar pandang ketika aku tertawa lepas. Inikah oppa yang kau inginkan???
“Yang itu buat sapa Hyeon?” tunjuk Donghae oppa ke arah bungkusan di atas kasur.
“Oh..itu…..” aku menoleh ke arah bungkusan berwarna merah itu dengan pedih. Lalu dengan tampang pura-pura sebal aku palingkan wajahku ke Donghae oppa.
“Untuk cowok narsis  yang nyebelin sedunia, Chulie oppa!!”
Siiiing….. tiba-tiba mereka terdiam. Kesunyian yang aneh! Apa mereka tak berpikir kalau begini terus, aku bakal curiga?
“Kenapa?” tanyaku pura-pura heran.
“Ah, rupanya kau masih ingat dia. Apakah benci itu sudah berubah jadi cinta sekarang? Bahkan kau membungkusnya dengan warna merah, warna kesukaanmu,” goda Siwon oppa. Pengalihan yang hebat dan pintar, oppa, batinku. Terima kasih!! Sempat kudapati Kyu oppa menghela napas lega.
“Ga bakall!!! Aku masih waras kok!! Belum sedepresi itu sampai jatuh cinta padanya,” kataku seperti biasanya.
“Beneran?? Yakin?? Jujur aja kau pasti kangen dan kecewa dia ga ada disini, kan?” goda Siwon oppa lagi. Yesung oppa mendelik ke arahnya dan Jungsu menginjak kakinya. Tapi aku pura-pura tak tau, seperti Siwon oppa yang pura-pura semua baik-baik saja.
“Iya.. bener!! Yakin!! Aku cuma kecewa ga bisa mamerin penampilan baruku ini padanya!”  sungutku. Ku raih bungkusan merah dan melemparkan pada Siwon oppa.
“Berikan itu dan katakan padanya aku menantangnya lari!!” kataku berkacak pinggang. Sudah cukup sandiwara ini. Lebih lama lagi aku disini, semua akan tau kalau aku sudah tau dengan apa yang terjadi pada Chulie oppa. Akupun beranjak pergi.
“Oppa, gomawo…” kataku dari balik pintu kamar.
“Neee….” Sahut mereka berbarengan. Kembali aku menyelinap ke balik lemari. Hobbi baruku sekarang, nguping!!
“Siwon-ah…. Ngapain kau pake bilang seperti itu?” semprot Jungsu oppa murka.
“Hyung…. Itu cara paling aman agar Hyeon tidak curiga. Menurut kalian apa dia ga bakal curiga kalo melihat sikap kalian terlalu hati-hati seperti tadi? Kita harus bertingkah seperti biasa saja,” sahut Siwon oppa beralasan. Sandiwara ini makin sempurna untuk kita semua, oppa. Kau memang sutradara dan aktor hebat, ga seperti yang lainnya. Dalam sekali kedip langsung ketauan. Secara tak langsung kaupun membantuku, oppa.

“HYEON-AH!!!”
Buru-buru kujauhkan hp dari telingaku. Wah.. sapa pagi-pagi seperti ini menelponku.
“Yeah… nugu?” sahutku setengah ngantuk.
“Hwakakakaka… kau!! Masih saja belum berubah, setan cilik!! Suka bangun siang!” suara ini!!! Seketika aku bangun dan menggenggam erat hp. Suara ini… setelah 2 minggu aku di Korea akhirnya aku mendengar suara Chulie oppa!! Jadi… sekarang kondisinya sudah membaik? Karena itukah baru sekarang dia bisa menelponku??? Jungsu oppa….. dia menepati janji.
“Yah!! Kau masih belum bangun juga?!!”  teriaknya.
“Hmmm…” jawabku disela runtuhan air mata.
“Apa perlu aku masuk kamarmu dan menyeretmu keluar? Hah?!!” ancamnya. Dengan selimut kuusap air mata dipipiku.
“Aku ngantuk, oppa…” kataku beralasan.
“Dasar setan cilik pemalas!! Ku hitung sampai 3 kalo kau ga keluar kamar juga, aku akan…”
“Kau mau apa? Mendobrak pintu kamarku?? Berani??” tantangku. Aku berharap tiba-tiba dia benaran mendobrak pintu kamarku, karena itu aku sedikit merapikan rambutku. Aku tau itu ga mungkin, tapi emang salah kalau sedikit berharap?
“Oppa..oppa?” panggilku ketika tak ada sahutan dari seberang. Pingsankah dia???
“Oppa…opp…”
“YAH!!!”
Gedoran di pintu kamar membuatku terkejut setengah mati.
“HYEON-AH!!!” teriakan Chulie oppa seperti mimpi bagiku. Bagaimana mungkin….
Tergesa kubuka pintu dan memang aku dapati Chulie oppa berdiri dengan gaya khasnya di depan pintu. Tanpa pikir panjang aku menghambur ke pelukan Chulie oppa. Dia… masih hidup, sehat dan berdiri di depan!!
“Hahahaha… setan cilik!! Kau begitu merindukanku ya? Baru sadar kalo di California ga ada cowok sekeren aku?” katanya over pede, mau tak mau membuatku jengkel juga.
“Kau masih idup, oppa!” seruku girang. Tiba-tiba aku menyadari kesalahanku.
“Jadi, kau berharap aku mati? Bukankah dulu kau berharap aku cowok yang tersisa di dunia? Hahahaha…” sahutnya seakan kata itu tak ada artinya.
“Ughh… terserahlah. Kau menghilang kemana? Kenapa baru sekarang datangnya? Kau sibuk apa, sih?” tanyaku bertubi-tubi. Aku tahu dia akan mengeluarkan sejuta kebohongan.
“Hahahaha… kau benar-benar merindukanku kan, Hyeon?”
“Aaahh… terserah apa katamu lah oppa. Dasar narsis, menyebalkan!” gerutuku.
“Tapi ngangenin kan… hehehe”
“Oke..oke… aku kangen oppa. Kangen pingin nonjok oppa, puas?!!” semprotku mulai kesal. Chulie oppa hanya tersenyum simpul. Duh… mukaku kenapa memerah begini sih?? Langsung aja aku alihkan pandangan pura-pura melihat vas bunga omma.
“Ga apa. Yang penting kau kangen pada oppa. Seperti oppa,” gumamnya lirih. Aku menoleh ke arahnya.
“Apa  oppa?”
“Ga apa. Cepat kau mandi, aku tunggu di bawah,” sahutnya mengalihkan topik pembicaraan. Suara pintu kamar Kyu oppa terbuka, masih setengah mengantuk dia melihat ke arah kami dengan ekspresi wajibnya! Ngliat kucing lewat.
“Oh.. kau lagi….pagi-pagi dah bikin onar,” gerutunya sambil menggaruk kepala. Aku tahu tapi pura-pura tak tau kalau sebenarnya dia sudah bangun dari tadi dan sekarang sedang akting baru bangun tidur. Oppa, kau emang jago matematika, tapi soal akting, kau payah!!
“Yah… setan cilik satu lagi muncul. Kalian…..huft!” gerutu Chulie oppa seraya menuju ke kamar Kyu. Wah.. tontonan gratis nih. Aku ingin tau akting mereka berdua!
“Hyuuuung…kau menghilang kemana aja, sih???? Aku sudah jamuran nungguin tanding!! Kau sengaja kabur? Takut kalah, hah??!!” semprot Kyu oppa membuatku kaget. Tidak seperti yang aku bayangkan.
“Hahahaha… setan cilik ini juga merindukanku??” goda Chulie oppa membuat wajah oppaku memerah. Sepertinya ini bukan akting, Kyu oppa benar-benar merindukan Chulie oppa. Tentu dengan kasus yang berbeda.
“Kangen? Bener-bener deh Hyung…kau itu terlalu over pede. Tadi godain Hyeon, sekarang aku. Tentukan pilihanmu, Hyung!!” balas Kyu oppa.
“Maaf Kyu… aku masih normal. Tapi, bukan salahmu kalo kau juga suka padaku. Kharismaku ini lho… ckckck…” sahut Chulia oppa menjawil lengan Kyu oppa yang langsung bergidik ngeri.
“Astaga… Hyung!! Makin  lama kau makin menjijikkan. Hiiyyyy….” Seru Kyu oppa mendorong Chulie oppa jauh-jauh. Aku dan Chulie oppa tertawa melihat reaksi oppaku satu itu.
“Heh.. setan cilik!! Belum mandi juga? Hush… sana!! Aku masih ada perlu ma iblis cilik satu ini,” serunya mengusirku sambil mendorong tubuh oppa masuk kamar.
“Met kencan, ya…” godaku sambil menutup pintu kamar. Sempat aku dengar teriak Kyu oppa bilang ‘amit-amit’. Semua seperti biasa, sangat biasa. Aku sudah melakukan hal ini puluhan  tahun, sejak mengenalnya. Dan hari ini sama dengan hari-hari kemarin. Menyadari hal ini dadaku makin terasa sesak. Tanpa bisa kucegah, air mata sudah turun membasahi pipiku. Oppa…kenapa kau begitu kejam padaku??? Sekali saja tunjukkan kejujuranmu padaku. Sekali saja, oppa!!
Andai aku belum tau yang sebenarnya, mungkin aku akan lebih bahagia, mungkin aku akan beranggapan obrolan kelima oppa malam itu di kamar Kyu oppa hanya sandiwara. Bohongan dalam rangka menyambut kepulanganku. Andai waktu itu aku tidak diam-diam mengikuti Siwon oppa yang ternyata pergi ke rumah sakit tempat Chulie oppa dirawat. Andai aku tidak melihat dengan mata kepala sendiri kondisi menyedihkan Chulie oppa dan diam-diam mendengar kata dokter tentangnya. Mungkin air mata ini ga perlu keluar.
Dan aku menangis dalam diam semakin dalam setiap mendengar suara tawa cowok narsis yang menyebalkan itu. Semakin dia tertawa dan terlihat ceria, makin sakit hati ini. Kenapa??? Wae??? Kenapa aku merasa tersiksa? Kenapa???

Dengan tampang cuek dan mengejek berkali-kali aku menoleh ke belakang memeriksa kondisi Chulie oppa. Masih dengan menggerutu dia berusaha mengejarku, seperti biasa. Aku sadari dia lebih lambat 15 menit dari biasanya dan sedapat mungkin aku membuat jarak 5 menit tanpa kentara kalau aku sengaja berbuat itu.
Akhirnya dia tiba 10 menit kemudian. Wajahnya memucat, kentara dia memaksakan diri. Kalau tidak ingat sedang sandiwara, aku pasti sudah menyeretnya ke rumah sakit dan memasangkan sejuta infus untuk membuatnya sehat kembali. Sekuat tenaga menutupi rasa khawatir, akupun bertanya.
“Oppa, kau ga papa? Kau makin lambat aja sekarang… sepertinya kau kurang sehat!”
“Huft..huft..Aku emang sengaja mengalah,” sahutnya.
“Hahaha…alasan. Kau makin tua, oppa! Makanya kau kalah,” ejekku.
“Kalo kayak gini, bagaimana bisa oppa menjagaku. Oppa ga akan bisa menggendongku lagi, masa aku yang akan menggendong oppa?” lanjutku menatapnya tajam.
“Eh?”
“Dulu, waktu kecil oppa selalu mengendongku kalo aku jatuh ato lelah. Tapi sekarang karena oppa makin tua, makin lambat! Aku kan ga kuat kalo harus gendong oppa, mau aku seret aja?” ya Tuhan… kenapa mulutku ini tak bisa di rem sedikit saja? Kemarahan itu semakin meluap saja.
“Huft..huft…ga…gwenchana Hyeon…kau juga makin lambat saja,” jawabnya tersengal.
“Aku? Makin lambat?? Wajarlah….sejak di California, lari bukan hobbiku lagi,” sahutku beralasan. Padahal, tiap pagi aku selalu lari mengelilingi taman komplek apartemen.
“Lalu, apa hobbimu? Tidur? Hah?” ledeknya tertawa. Hentikan tawamu itu, oppa!!
“Bukan. Fashion…” kataku berlagak centil. Mendengarnya tawa Chulie oppa langsung meledak.
“Apa aku ga salah dengar? Kau?? Sejak kapan suka fashion?”
“Sejak aku berniat mengalahkan oppa!”
Dia terdiam mendengar jawabanku.
“Mengalahkanku??”
“Iya. Selama ini kan semua orang bilang kalo kita bertukar jiwa. Oppa lebih feminin dariku. Aku ingin mengalahkan oppa!!” jelasku, lagi-lagi dia membalasnya dengan tertawa.
“Wae??”
“Aku ga mau menang lari aja!”
“Oke, aku akan mengalah padamu,” sahutnya sambil mengacak rambutku. Dengan langkah gontai dia beranjak pergi meninggalkanku di halaman rumah. Aku ingin berlari dan memeluk punggung itu yang terlihat ringkih namun berusaha tegar. Oppa!! Aku tidak mau kau mengalah!! Jangan mengalah untukku! Aku yang ingin mengalahkanmu, karena ada janji dalam hatiku!! Oppa!! Dengar aku oppa, jeritku dalam hati!!
“Aku BENCI kau, oppa!!” teriakku menghentakkan kaki ke tanah. Chulie oppa berhenti mendadak dan berbalik menatapku tak percaya. Pertama kalinya aku mengucapkan kata itu dengan penuh amarah.
“Oppa menyebalkan!!” teriakku kesal.
“Kau menangis gara-gara ini? Segitu inginnya mengalahkanku? Wae??” tanya Chulie oppa tak percaya melihat tingkah childishku. Belum sempat aku menjawab, sosok Kyu oppa muncul dari dalam rumah dan melotot mendapatiku menangis.
“Hyung…kau buat Hyeon nangis ya?” tuduhnya membuat Chulie oppa menggaruk kepala.
“Aku bahkan ga tau kenapa dia nangis, Kyu.”
“Ah.. Hyung… baru sehari ketemu dah dibikin nangis. Parah!!” gerutu Kyu oppa memojokkan Chulie oppa. Kasihan juga melihatnya dipersalahkan padahal aku menangis kan dengan alasan yang berbeda.
“Kalian menyebalkan!!” teriakku seraya berlari masuk rumah meninggalkan mereka saling berpandangan heran melihat tingkah ajaibku.

“Apa??!! Oke..oke.. aku akan segera kesana, Hyung..” suara panik Kyu membangunkan omma yang tertidur di sofa.
“Ada apa Kyu?”
“Heechul Hyung… dia…”
“Kenapa dengannya? Dia baik-baik saja kan? Apa dia kambuh lagi?” air mata sudah merebak memenuhi pelupuk mata omma.
“Iya, omma…. Dia kritis. Dimana Hyeon? Aku harus membawanya menemui Hyung, aku harus mengatakan semua padanya, omma. HYEON!!” teriak Kyu panik. Tanpa menunggu jawaban omma dia berlari menuju ke kamar Hyeon yang ternyata kosong. Dimana dia?
“Kyu.. Hyeon sudah pergi ke Jepang sore tadi,” jelas omma membuat Kyu terperanjat. Pergi? Bagaimana bisa dia pergi?? Aduuh… rasanya ingin mati juga, teriak Kyu dalam hati.
“Pergilah kesana, omma akan coba hubungi Hyeon dan menyuruhnya pulang,” kata omma.
“Baik omma, suruh cepat dia pulang dan menyusulku ke rumah sakit,” seru Kyu seraya menutup pintu. Omma termenung menatap kepergian Kyu. Tanpa  terasa air mata jatuh berderai.
“Kyu, mianhae….” Isak omma meremas sepucuk surat.
Omma….
Mianhae…
Hyeon sudah tau semua, omma. Tentang siapa Hyeon sebenarnya, juga tentang Heechul oppa.  Terima kasih selama ini omma sudah merawat dan membesarkan seperti putri omma sendiri, memberikan oppa yang baik, bawel, over protektif dan menyebalkan seperti Kyu oppa. Memberikan cinta, kasih sayang dan kehidupan yang indah. Hyeon sangat menyayangi omma dan oppa, sangat!! Kalian adalah anugerah yang tak tergantikan bagi hidup Hyeon. Seperti halnya Heechul oppa bagi Hyeon. Kalian adalah nyawa Hyeon dan Hyeon tak bisa kehilangan salah satu diantara kalian, karena apabila hal itu terjadi, Hyeon lebih baik mati.
Omma…. Mianhae…
Hyeon terpaksa melakukan semua ini tanpa berpamitan pada omma karena tak sanggup melihat air mata omma. Maafkan semua kesalahan Hyeon, omma. Maafkan tindakan Hyeon ini. Tapi, Hyeon mohon omma merestuinya…. Hyeon dan Heechul oppa sama-sama sendirian di dunia ini. Bedanya, Hyeon bisa hidup dengan 1 ginjal. Dan dia tidak akan bertahan hidup lebih dari 1 bulan jika tanpa ginjal Hyeon. Dan Hyeon tidak pernah mengijinkan dia meninggalkan Hyeon.
Omma…
Hyeon janji akan segera kembali. Saranghae…
                                                                                   
                                                                                    Cho Hyeon Nae

“Hyeon…”
“Hmmm…”
“Hyeon-ah!!” panggil Chulie oppa sekali lagi sedikit kesal melihatku masih asyik menggambar.
“Apa?” tanyaku akhirnya menatapnya. Kali ini giliran dia yang tak mempedulikanku, malah asyik melihat beberapa sketsa baju yang aku gambar. Keadaannya mulai membaik sekarang setelah berhasil melewati masa kritisnya, bahkan jiwa narsisnya juga telah kembali lagi.
“Apaan sih, oppa?” tanyaku lagi. Merebut kertas-kertas yang ada di tangannya dan masukin dalam tas ranselku.
“Kau…sejak kapan tau ini?” akhirnya dia buka suara. Perlahan dia berjalan ke ranjang dan duduk menghadap ke arahku.
“Tau apa?”
“Tentang oppa..”
“Oh…sejak Kyu oppa panik menelponku saat aku di Jepang,” sahutku masih sambil menggambar. Aku juga pembohong yang sangat hebat, oppa. Chulie oppa masih menatapku. Aku merasa, dia paling tidak gampang dibohongi.  Dia menghela napas dan melemparkan pandangannya melalui jendela kamar.
“Sebenarnya aku ga ingin kau tau ini semua, Hyeon…” ada nada sedih dalam kata-katanya. Ku letakkan kertas di tanganku ke atas meja dan berjalan ke arahnya. Mendudukkan diriku di sebelahnya, sepertinya dia tak menyadarinya karena larut dalam lamunan sampai aku menyentuh pelan pundaknya.
“Oppa menyuruh mereka mengatakan apa padaku kalau oppa meninggal?” tanyaku tajam.
“Aku… pergi keluar negeri,” jawabnya. Aku mendengus pelan.
“Oppa pikir aku bodoh sampai percaya semua itu? Kenapa sih, oppa ga mau aku tau sampai rela berbohong segala? Kenapa oppa ga mau berbagi kesedihan oppa sedikiiit aja denganku?” cecarku kesal. Tanpa sadar, ada buliran air mata jatuh ke pipiku. Dengan tangannya yang bebas infus, Chulie oppa mengusap pelan air mataku. Seperti yang selalu dia lakukan sejak aku kecil.
“Karena oppa sayang padamu, Hyeon. Oppa ga mau kau sedih…”
“Wae?”
“Karena dibalik sikapmu itu, kau lebih lemah dari oppa. Kalau kau sedih dan menangis seperti sekarang, siapa yang akan menghapus air matamu? Oppa tidak bisa lagi menggendong kalau kau jatuh, apa kau bisa berdiri sendiri? Oppa tak bisa menemanimu ke pantai saat kau kesal, kau akan berteriak pada siapa, Hyeon?? Hal-hal seperti itu yang terlintas di benak oppa,” jelasnya seraya menggenggam jemariku. Serasa ada sebilah pisau menghujam jantungku. Selama ini aku selalu berpikir dia tak pernah peduli padaku, aku salah besar. Pandangan matanya hari ini sangat menguatkanku. Aku memang membutuhkan dia ada disisiku, aku bahkan tidak mampu memikirkan seandainya dia tak ada disisiku lagi.
“Aaah…aku harus berterima kasih pada orang yang telah mendonorkan ginjalnya untukku,” serunya membuatku terhenyak.
“Sayang kita tak tau siapa orang itu. Bagaimana caranya berterima kasih?” sambungnya lagi menerawang. Lagi-lagi, dia menghela napas panjang saat menatap langit-langit kamar. Tanda kalau dia resah.
“Dengan oppa tersenyum, dengan oppa bahagia, pasti akan sampai ke orang itu rasa terima kasih oppa,” kataku tersenyum. Kusandarkan kepalaku ke bahunya.
“Ah, kau…setan cilik yang sok tau!” diacaknya rambutku dengan gemas. Dan kali ini aku membiarkan dia melakukannya. Ketika tangannya berhenti mengacak rambutku, aku mengangkat kepala dan menatapnya.
“Karena aku tau oppa, pasti orang itu ingin oppa tersenyum bahagia.”
Lagi-lagi Chulie oppa hanya tertawa mendengar perkataanku. Baru aku sadari hal-hal yang selama ini membuat teman SMUku selalu mengirimkan surat cinta padanya. Matanya, ketawanya, senyumnya…. Kemana saja selama ini aku pergi?
“Bagaimana kau tau?”
“Hati Hyeon yang bilang gitu,” sahutku tanpa mempedulikan senyuman lebar di wajahnya yang mengejekku lagi. Rasanya nyaman menyandarkan kepala dibahunya, menggenggam tangannya, mendengar detak jantungnya lebih dekat. Sebenarnya, aku juga berharap dia akan menciumku sekarang, sepertinya itu tak mungkin. Dan aku sudah merasa puas dengan semua ini. Hehehe…
“Hati Hyeon… kau ini benar-benar sok tau,” gerutunya.
Aku hanya terdiam. Aku tau itu karena aku merasakannya, oppa. Aku…sangat ingin oppa tersenyum seperti dulu lagi. Apapun akan aku pertaruhkan untuk melihat senyum oppa, nyawa sekalipun. Dan, satu ginjal tak berarti apapun. Makin kueratkan pelukanku ke lengan oppa, tak ingin melepaskannya lagi.

Omma pov
“Hyeon…” bisikku lirih berusaha menyadarkan putri kesayanganku itu dari tidur panjangnya. Selang-selang infus membelit tubuh mungilnya, ingin rasanya aku yang menggantikannya. Keceriaannya menghilang, membuat sepi dunia ini.
Perlahan…matanya terbuka. Dia tersenyum lemah ketika mendapati diriku ada di sampingnya. Pelan, aku mencium keningnya. Syukurlah…..
“Omma…bagaimana operasinya?” tanyanya lemah. Ada sinar kecemasan di bola mata kecilnya. Tuhan… hal pertama yang dia khawatirkan saat bangun bukanlah dirinya sendiri, tapi….Heechul.
“Jangan khawatir Hyeon, operasinya sukses,” sahutku tak kuasa menahan air mata. Kembali aku memeluknya erat-erat.
“Omma, mianhae…..”
“Kenapa Hyeon melakukan ini semua? Kenapa?” aku bertanya sambil terisak. Begitu berat menghadapi kenyataan kalau putri yang seharusnya kuberikan dunia malah memberikan dunia pada orang lain. Dia rela mengorbankan nyawanya sendiri, hal yang belum pernah aku lakukan untuknya ataupun Kyu.
“Karena…dia Heechul oppa,” sahut Hyeon sambil tersenyum.
“Begitu berarti kah dia bagimu, anakku?”  Hyeon mengangguk mendengar pertanyaanku.
“Ne, omma. Aku tak bisa mengejarnya berlari, tapi dia pasti bisa. Aku tak bisa menggendongnya kalo dia terjatuh, tapi dia bisa melakukan untukku. Aku tak bisa menghiburnya kala sedih, tapi dia selalu bisa mengusap air mataku. Aku tak bisa mencintai orang selain dia, tapi dia pasti menemukan orang lain. Aku tak akan sanggup hidup tanpa dia, tapi aku yakin dia bisa hidup meski tanpa Hyeon. Karena…dia lebih kuat dari Hyeon,” kata Hyeon membuatku terkesiap. Dia, bukan lagi Hyeon yang berumur 3 tahun yang selalu manja padaku dan Kyu. Dia sudah menjelma menjadi seorang gadis 20 tahun. Lebih tangguh dari yang aku kira.
“Hyeon hanya ingin melihat Heechul oppa tersenyum. Itu saja.”
Kata-kata yang tidak akan bisa aku lupakan seumur hidupku. Dengan penuh kasih, aku memeluk tubuh Hyeon yang sudah takkan sempurna lagi tanpa sebelah ginjalnya. Tapi, bagiku dia akan selalu sempurna. Hatinya….

Epilog
Tidak pernah ada kata bosan. Setiap detik aku pandangi layar hp yang menampilkan gambarnya dan diriku. Tersenyum lebar. Photo dan senyum terakhir. Masih jelas dibenakku, sejelas rasa sakit  ini, terakhir kali aku bertemu dengannya.
“Berjanjilah kau akan selalu tersenyum seperti ini,” katanya menunjuk photo kami berdua.
“Kenapa?”
“Karena aku ingin melihat senyum oppa. Selalu…” ocehnya lagi sambil menatapku.
“Janji??”
“Oke, oppa janji.”
Saling menautkan jari kelingking untuk meresmikan perjanjian yang aku anggap konyol.
Kenapa kau sok tau sekali? Beranggapan oppa bisa hidup tanpa melihat senyummu? Kau egois, Hyeon.  Tapi, seberat apapun akan oppa tepati janji terakhir kita. Hyeon…..oppa akan selalu tersenyum untukmu.

No comments:

Post a Comment