Saturday, January 23, 2016

COAGULATION : part 1


      Aku benci rumah sakit. Segalanya yang ada di rumah sakit. Temboknya yang berwarna putih, tempat tidurnya yang keras, suasananya yang dingin, raut muka kesakitan dimana - mana dan bau obat menyengat di setiap penjuru rumah sakit. Selalu berita buruk yang ada di rumah sakit, tercium kematian pada setiap detiknya. Meskipun ayah dan kedua kakakku seorang dokter, tetap kebencianku terhadap rumah sakit tidak pernah berubah. Separah apapun aku sakit tidak pernah mau menginjakkan kaki ke rumah sakit, cukup menyeret salah satu kakakku untuk merawatku di rumah.

     Oh ya, perkenalkan namaku Kim Shinmin, anak bungsu dari tiga bersaudara. Tahun ini usiaku genap 21 tahun. Aku tercatat sebagai mahasiswi di Seoul International University jurusan Social Environment tingkat 3.  Setelah lulus dari universitas aku ingin bekerja di kantor pemerintahan bedanya aku tidak mau berhubungan dengan politik, melainkan sosial. Aku tertarik dengan kehidupan sosial di sekitarku, anak yatim, warga miskin, anak terlantar dan semacamnya.
    Itu alasan kenapa aku mengambil bidang ilmu yang tak biasa di bangku kuliah meskipun tidak sesuai dengan harapan keluargaku. Semua mengharapkan aku mengambil jurusan  kedokteran seperti tradisi dalam keluargaku. Sebenarnya bisa saja aku lolos ujian masuk jurusan itu, hanya saja minatku tidak di situ. Untung keluarga mendukung dan membiarkan aku memilih. Buat apa aku jadi dokter kalau seluruh keluargaku adalah dokter?? Selain itu kebencianku terhadap rumah sakit membuatku mencoret jurusan kedokteran dari daftar minat bidang ilmu.
    Terkadang dalam keluarga memang dibutuhkan seseorang yang keluar jalur sehingga bisa membuat suasana rumah lebih berwarna. Bayangkan saja setiap ayah dan kedua kakakku pulang dari rumah sakit topik pembicaraan mereka tidak jauh dari segala hal berbau medis, hampir 80 persen buku di rumahku juga berhubungan dengan medis. Kalau ada buku yang berbeda itu berarti milikku, karena ibuku juga berprofesi hampir sama dengan ayah dan kedua kakakku.
    Oh ya, ayahku bernama Kim Sooro, dokter ahli bedah jantung yang cukup terkenal di Korea. Penerus sekaligus direktur rumah sakit milik keluarga kami. Kesibukannya membuat ayahku jarang berada di rumah, dia pergi kerja saat aku belum bangun dan pulang kerja saat aku sudah terlelap. Hanya hari Minggu saja waktu luangnya, itupun terkadang dia gunakan untuk main golf dengan teman – temannya. Hampir tidak ada waktu tersedia untukku. Bukan berarti dia tidak perhatian padaku, dia selalu hadir pada setiap acara penting di sekolah, memanjakanku secara berlebihan dan memberikan nama panggilan ‘sleeping princess’ karena kesukaanku akan tidur hehehe….
    Ibuku bernama Choi Min Ji. Sebelum menikah ibuku adalah seorang perawat di rumah sakit milik kakekku dimana ayahku juga seorang dokter di tempat itu. Setelah melahirkan kakak keduaku, ibu memutuskan berhenti kerja dan fokus mengurus keluarga. Meskipun terkadang obsesi perawatnya muncul lagi dan dilampiaskan pada kehidupan di rumah. Dari makanan yang kami makan hingga kondisi rumah yang harus selalu higienis. Membuat rumah hampir mirip dengan rumah sakit sampai aku protes dan kabur dari rumah untuk menginap di rumah kakek selama beberapa hari. Kejadian itu waktu aku masih duduk di bangku SD.
    Sama seperti ayahku, ibu selalu memanjakanku, selalu aku yang di nomor satukan sedangkan kedua kakakku nomor sekian. Perhatian ibuku terlalu berlebihan sampai pernah suatu ketika saat aku SMU dan mempunyai pacar, ibu mengikutiku ke sekolah diam – diam, menyelidiki tentang pacarku bahkan menyamar menjadi petugas kesehatan sekolah untuk mengawasiku. Sekarangpun masih begitu, mungkin karena dia kesepian di rumah, kurang kerjaan atau terlalu sayang padaku aku juga tak mengerti.
    Kakak pertamaku bernama Kim Heechul yang sering dipanggil Chulie atau Heenim oleh orang – orang disekitarnya. Dokter paling nyentrik di seantero Korea. Dengan rambut panjang berwarna merah menyala. Jangan harap melihat dia memakai pakaian normal selayaknya seorang dokter, selalu memakai piyama berwarna pink di balik jas putih dokternya, bahkan bersandal rumah berbentuk tazmania. Meskipun begitu dia merupakan idola para perawat, dokter dan pasien perempuan di rumah sakit karena sifatnya yang hangat dan ceria itu. Tapi begitu berhadapan dengan pasien yang ditanganinya dia berubah menjadi serius dan baru kelihatan kalau dia seorang dokter bukan badut taman hiburan hahaha….
    Chulie oppa ini dokter spesialis kanker darah atau leukemia. Dia mengambil spesialisasi ini karena gadis yang dia sukai sewaktu SMU dulu meninggal karena penyakit ini. Sepulang dari wajib militer selepas lulus SMU dia langsung ke Amerika mengambil jurusan kedokteran dan berada disana lebih dari 7 tahun, baru kembali 3 tahun lalu. Jarak usiaku dengan Chulie oppa yang terpaut 7 tahun membuat kami tidak begitu dekat meskipun sifat dan hobiku sama dengannya.  Aku tidak begitu mengenalnya, wajar saja, dia pergi dari rumah sejak usia 17 tahun saat aku berumur 10 tahun. Meskipun sekarang hubungan kami mulai membaik dan makin akrab.
    Orang paling dekat denganku dalam keluarga adalah Kangin oppa atau Kim Youngwoon. Oppaku yang satu ini sangat serius, pendiam, pintar, bertanggung jawab dan keras. Jauh berbeda sifatnya denganku dan Chulie oppa. Dia lebih perhatian dan selalu ada untukku serta usia kami hanya terpaut 5 tahun saja membuat kami dekat. Dari dulu dia selalu siap sedia mengantarkanku kemana saja, kapan saja. Kalau di depan orang lain oppa selalu bersikap dingin, hampir tidak pernah tersenyum, berbalik 180 derajat kalau sedang bersamaku. Dia adalah oppa terbaik!
    Sama seperti ayah dan Chulie oppa, Kangin oppa juga seorang dokter. Menjadi assisten bedah ayahku, calon ahli bedah jantung juga. Mempunyai yayasan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu, sering ikut program sukarelawan PBB ke daerah – daerah yang membutuhkan di seluruh dunia, contohnya Haiti dan Aceh. Karena itulah karirnya agak tersendat, sering menunda niat kuliah spesialisasinya. Dari Kangin oppalah aku belajar mengenai kehidupan masyarakat tidak mampu yang jauh berbeda dengan kehidupan kami, melihat sisi lain dunia, membukakan mataku kalau tak semuanya hidup ini indah.
    Kehidupanku sebagai mahasiswi biasa – biasa saja, tidak ada yang menarik untuk diceritakan. Setiap hari pergi kuliah, pergi main dengan teman – temanku ke berbagai tempat hiburan atau restoran, menjahili sunbae ataupun dongsaeng, hal – hal seperti itu. Begitu juga dengan kisah cintaku, seperti orang lain pada umumnya. Tidak ada kisah cinta seperti dalam dongeng antara pangeran dengan putri salju, tidak melibatkan naga raksasa, perompak ataupun lampu ajaib berisi jin. Meskipun sebenarnya kadang aku berharap aku tokoh dalam dongeng itu.
    Kekasihku, lebih tepatnya mantan, bernama Lee Sungmin, seorang mahasiswa jurusan ekonomi dan teman sekelasku sewaktu SMU dulu. Hubungan yang terjalin selama 3 tahun terpaksa kandas di tengah jalan setahun lalu sesaat sebelum dia memutuskan untuk melanjutkan study ke Amerika. Sampai sekarang kami masih menjalin komunikasi, sebagai teman tentu saja. Meskipun aku belum menemukan penggantinya bukan berarti aku masih mengharapkannya. Perasaan cinta itu sudah terkikis habis berganti menjadi sepasang sahabat. Selain dengan Kangin oppa, Sungmin adalah orang terdekatku. Banyak yang menyayangkan hubungan kami berakhir, tapi bagi kami berdua tak ada yang perlu disesali malah harus disyukuri karena kami mendapatkan sahabat.
    Daripada aku, kisah cinta Kangin oppa dan Chulie oppa lebih menarik bagaikan drama yang sering aku lihat di televisi. Aku mulai dengan Chulie oppa yang sudah terkenal playboy sejak SD bahkan mungkin sejak playgroup hahaha…. Dia pernah mencintai seorang gadis yang bernama Kim Yura dan patah hati sampai memutuskan langsung masuk wajib militer, gadis itu meninggal karena kanker darah yang dideritanya. Sifatnya yang tegar menerima penyakitnya, selalu ceria dan optimis seakan hidupnya masih 1000 tahun lagi. Awalnya dia tidak suka Chulie oppa, tapi karena oppa terus berjuang tak menyerah akhirnya Yura onnie mau menjadi kekasihnya. Mereka sempat berpacaran selama 8 bulan, Chulie oppa selalu ada di samping gadis itu sampai napas terakhirnya. Gadis itulah yang merubah sifat playboy oppa, tujuan hidup oppa dan hati oppa. Seandainya oppa tidak bertemu dengan Yura onnie mungkin oppa jadi gigolo sekarang hahahaha… Aku tak begitu ingat ataupun tahu tentang kisah cinta Chulie oppa yang satu ini, hanya mendengarkan dari cerita omma.
    Sudah sekian tahun berlalu tapi rupanya oppa belum mampu melupakan sosok gadis itu sampai dia bertemu dengan seorang model yang kebetulan menjadi pasien di rumah sakit kami, gadis keras kepala yang sifatnya sangat bertolak belakang dengan Chulie oppa, selalu bertengkar setiap kali bertemu. Saat semua teman gadis bernama Cho Hyeon Nae kagum pada oppa, hanya gadis itu yang terlihat sebal pada oppa, malah suka Kangin oppa.  Mungkin karena itulah oppa jatuh cinta pada gadis itu, selain model dia juga sunbae di universitasku. Tahun depan mereka akan menikah. Ah, oppa emang selalu penasaran pada gadis yang tidak terpesona padanya.
    Kisah cinta Kangin oppa malah mirip dengan kisah Romeo dan Juliet. Namanya Park Hyun Young seorang putri konglomerat terkenal se-Korea, putri seorang pemilik perusahaan besar. Awalnya kisah cinta mereka berjalan mulus bahkan aku mengira mereka akan menikah nantinya. Salah besar! Ketika orang tua Hyun Young mengetahui latar belakang keluarga Kangin oppa, lebih tepatnya tahu siapa ayah kami, dia langsung menghalangi hubungan mereka berdua. Berusaha memisahkan mereka dengan segala cara. Dan, yang lebih mengejutkan ayah juga melakukan hal yang sama tanpa memberikan alasan sebenarnya kenapa ayah dan ayah Hyun Young terlihat saling membenci padahal mereka tidak saling mengenal.
    Kangin oppa berjuang mempertahankan cintanya, untuk pertama kalinya aku melihat oppa tidak menurut pada ayah. Heechul oppa juga membantu. Setelah sempat berpacaran secara sembunyi – sembunyi akhirnya hubungan itupun tercium juga dan mereka berhasil dipisahkan. Bukan oleh orang tua mereka melainkan oleh maut. Hyun Young meninggal karena kecelakaan saat akan menemui Kangin oppa yang waktu itu masuk camp militer atas paksaan ayahku. Masih aku ingat dengan jelas kala itu Kangin oppa menunggu Hyun Young di depan gerbang camp tapi gadis itu tak pernah muncul bahkan 1,5 tahun kemudian saat oppa keluar dari camp. Kenyataan pahit itu memang disembunyikan dari Kangin oppa, dia baru tahu setelah keluar dari camp. Tidak ada air mata di wajah Kangin oppa, tapi kata Heechul oppa padaku, hati Kangin oppa terlalu hancur untuk menangis. Sejak itu oppa tenggelam dalam kesibukannya dan masih sendiri sampai sekarang.
    Aku tidak pernah berpikir, berharap atau menduga kalau suatu saat salah satu kisah cinta dari oppaku akan merubah hidupku. Sepenuhnya! Dan itu yang terjadi…..

     “Oppa!” panggilku mencegat Kangin oppa yang akan memasuki mobilnya. Oppa menoleh dengan pandangan bertanya.
    “Mau kemana?” tanyaku heran sepagi ini dia sudah mau pergi, setahuku hari ini tidak ada jadwal kunjungan ke rumah sakit dan baru selesai jaga jam 3 tadi.
    “Ke kantor perwakilan Red Cross,” sahutnya pendek. Hah?? Jangan bilang dia mau pergi ke antah berantah lagi.
    “Ngapain?”
    “Beli baju!” sahutnya sewot membuatku melotot.
    “Ya mengerjakan tugas sebagai relawanlah…apalagi?!” sambung Kangin oppa masuk mobil. Aku mengikutinya masuk mobil.
    “Mau ngapain?” ganti Kangin oppa bertanya heran melihatku sudah duduk manis dan memasang sabuk pengaman.
    “Ikut oppa. Belajar terjun ke masyarakat sekalian mengaplikasikan ilmuku di bangku kuliah,” jelasku. Kangin oppa diam menatapku seperti melihat alien aja. Akupun mencubit lengannya.
    “Ayo, berangkat!” perintahku.
    Tak berapa lama kemudian mobil sport warna merah milik Kangin oppa sudah menyusuri jalanan kota Seoul. Dan 30 menit kemudian sampailah kami di suatu tempat di pusat kota Seoul, diantara gedung – gedung pemerintahan. Kangin oppa bergegas keluar dari mobil dan berjalan ke sebuah gedung, aku menyusulnya di belakang. Ternyata di sana sudah ramai, terlihat sibuk menerima bantuan, mendatanya, mengatur para relawan dan sebagainya. Aku melongo melihat kesibukan itu, merasa terasing dengan hal yang menurutku sangat baru apalagi saat aku mendapati Kangin oppa sudah membaur dengan mereka. Bukan berarti aku tidak pernah terlibat dengan aksi kemanusiaan serupa, tetapi tentu saja masih dalam skala kecil tidak se-internasional seperti di kantor ini.
    “Kangin, tumben kau bawa cewek?? Siapa dia? Pacarmu?” celetuk seseorang pada Kangin oppa seraya melirik ke arahku. Kangin oppa yang sibuk membaca data menoleh ke arahku dan tersenyum membuat teman – temannya terperanjat. Tidak pernah melihat Kangin oppa tersenyum seperti itu.
    “Shinmin, sini!” panggil Kangin oppa. Aku berjalan ke dekat Kangin oppa yang langsung meraih kepalaku ke pelukannya. Kehebohan tercipta.
    “Yah!!! Kau diam – diam sudah punya pacar tanpa mengenalkannya pada kami. Sialan kau!” gerutu salah seorang teman Kangin oppa.
    “Hahaha… dia lebih dari seorang pacar bagiku,” sahut Kangin oppa menggoda mereka. Semua kembali terpana melihat tawa ceria Kangin oppa. Astaga, aku malu setengah mati sampai ingin rasanya aku menendang oppa.
     “Wow!!!” teriak mereka menatapku.
    “Dia…. Adik kesayanganku,” kata Kangin oppa. Semua mata melotot mendengar pengakuan Kangin oppa yang langsung tertawa sudah berhasil menipu mereka. Ada yang kecewa ada juga yang merasa lega.
    “Sialan…. Aku kira benar kekasihmu,” gerutu temannya yang aku tahu bernama HanKyung.
   “Kenalkan, dia Kim Shinmin, adikku. Kalian harus baik padanya, menjaganya dan jangan mengganggunya atau kalian akan aku bunuh. Arrasseo??!!” kata Kangin oppa disertai ancaman. Semua orang mengangguk lalu dengan ragu dibawah pandangan tajam oppa mereka menyalamiku satu persatu. HanKyung oppa menghampiri dan menyalamiku tak mempedulikan pelototan Kangin oppa.
    “Halo Shinmin, senang berkenalan denganmu. Kalau tak ada yang kau mengerti atau ada yang usil padamu, bilang saja pada HanKyung oppa. Oke?” kata HanKyung mengedipkan matanya. Aku mengangguk dan tertawa melihat tingkahnya. Sebenarnya aku sudah sering bertemu dengannya di rumah karena dia sahabat kedua oppaku.
    “Aish! Lepaskan tanganmu dari Shinmin!” gerutu Kangin oppa menarik tanganku dari genggaman HanKyung oppa. Kambuh lagi penyakit cemburu ga jelas oppa, gerutuku dalam hati kesal.
    “Kau… ga usah ikut oppa lagi besok. Mending di rumah aja atau ke kampus sana!” sambung Kangin oppa. Kumat deh penyakit over protected oppa, kalau udah begini emang lebih baik aku ngikutin dia kemana aja hari ini biar dia ga ngambek lagi. HanKyung oppa tertawa melihat sikap Kangin oppa.
    “Astaga, Kangin… biarin Shinmin ikut denganmu. Kau ini oppanya atau diktaktor? Larang ini itu. Ckckckck…. Sister complex,” cela HanKyung oppa dibalas pukulan ke lengannya dari Kangin oppa. Mereka berdua saling melotot, lama – lama bisa jadi adu otot kalau tak segera aku alihkan.
    “Oppa, memangnya bantuan ini mau dikirim kemana?” tanyaku memisahkan mereka berdua.
    “Padang, Indonesia,” sahut HanKyung oppa. Ah, iya.. kemarin aku melihat dari berita telah terjadi gempa hebat di Padang. Pantas saja pagi – pagi oppa sudah meluncur ke tempat ini. Jangan – jangan dia juga berencana pergi lagi sebagai sukarelawan. Seandainya aku ikut oppa ke tempat itu boleh tidak ya, kira – kira?
    “Kangin-ssi, kami membutuhkan dokter bedah orthopedic. Terlalu banyak korban luka patah tulang di Padang. Bergabung?”  tanya seorang koordinator sukarelawan PBB dan Red Cross Korea membuyarkan lamunanku. Laki – laki itu menatap Kangin oppa penuh harap.
     “Aku ikut. Kapan berangkat?” tanpa pikir panjang Kangin oppa menyetujui keikut sertaannya.
    “Aku juga! Jadi apapun mau,” sambungku mengejutkan petugas itu, Kangin oppa dan HanKyung oppa.
    “Yah!! Ga boleh!! Ini bukan main – main, disana kita belum tahu kondisinya seperti apa. Siapa tahu ada gempa susulan, kau belum berpengalaman. Andwe!!” cegah Kangin oppa menatapku tajam. Aku balas melotot. Kangin oppa paham betul bagaimana sifatku yang keras kepala dan susah diatur ini.
    “Oppa!! Membantu orang emang butuh pengalaman? Yang penting kita tulus. Shinmin janji bakal nurut oppa atau sunbae disana, ga bakal terjadi apapun. Aku lihat tadi banyak sukarelawan yang juga belum berpengalaman mendaftar disana,” bantahku. Pokoknya aku mau ikut, apapun alasan yang diajukan Kangin oppa akan aku bantah abis – abisan.
    “Kim Shinmin, 21 tahun. Pengalaman jadi sukarelawan di panti asuhan sejak SMU,” tambahku ke petugas itu yang memandang ragu pada Kangin oppa.
   “Dia bisa masuk tim psikologi membantu penyembuhan psikis korban bencana. Itupun kalau diijinkan pihak orang tua,” usul HanKyung oppa berusaha membantuku. Ku acungkan jempolku ke arahnya. Kualihkan tatapanku ke arah Kangin oppa dengan ekspresi memelas dan memohon.
    “Aish!! Oke…oke… kau boleh ikut. Nanti oppa yang akan bilang ke omma,” putus Kangin oppa menyetujui. Aku langsung memeluknya dengan gembira.
    “Baik, sudah aku catat. Lusa kita berangkat. Apa yang perlu dibawa tanyakan saja pada oppamu itu,” kata petugas itu sambil tersenyum, lalu pergi meninggalkan kami bertiga.
    “Eh, oppa! Kok oppa ikut tim dokter orthopedic? Bukannya oppa itu ahli bedah jantung, ya?” tanyaku heran. Kangin oppa menjitak kepalaku pelan. Sambil meringis aku mengusap kepalaku. HanKyung oppa terkekeh menertawakan Kangin oppa.
    “Yah!! Kau bilang oppa ini oppa tersayang dan terfavoritmu. Tapi kok sampai kau tak tahu oppa dokter bedah tulang??? Siapa bilang oppa penerus ayah, bedah jantung?? Babo!!” omel Kangin oppa.
    “Kau..lebih tahu tentang Heechul hyung daripada oppa. Aish! Mau oppa coret dari daftar adik kesayangan??!!” lanjutnya masih emosi.  
    “Mian oppa…. Jangan ngambek dong…. Itu kan karena Shinmin ga pernah ke rumah sakit, jadi ga tahu perkembangan karir oppa – oppa. Tau sendiri kan kalo Shinmin anti banget ma hal – hal medis kayak gitu… hehehe….” Jelasku merajuk, berusaha meredakan emosi Kangin oppa yang terlihat menakutkan kalau sudah meledak padahal hanya masalah kecil saja.
    “Ah..sudahlah! Punya adik satu aja dah sakit kepala… awas saja kalau di Padang ntar kau bikin oppa pusing atau berulah aneh, langsung oppa lempar balik ke Seoul,” sahut Kangin oppa mengancam, membuatku nyengir saja.
    “Jangan khawatir, ada HanKyung oppa disana. Sebelum dilempar Kangin, pasti dah oppa selametin lebih dulu, hahahaha….” Hibur HanKyung oppa sedikit membelaku sekaligus menggoda Kangin oppa. Aku dan HanKyung oppa tertawa sementara Kangin oppa manyun, kesal melihat ulah sahabatnya itu.
    Dan….. hidupkupun berubah.

No comments:

Post a Comment