Saturday, January 23, 2016

COAGULATION: part 2

    Menatap selembar photo yang terselip secara rahasia di buku kuliahku sekali lagi untuk menyuntikkan semangat sebelum bergegas keluar kamar dan berangkat ke kampus, kukembalikan buku itu diantara buku kuliahku di lemari buku tepat sebelum Kangin oppa menerobos masuk dan mengejutkanku.
    “Aigo, oppa! Ngagetin Shinmin aja!” teriakku kaget setengah mati. Sembunyi – sembunyi tangan kananku mendorong buku lebih ke dalam lagi. Oppa memandangku dengan mengerenyitkan dahi. Heran melihatku terkaget – kaget sedemikian rupa seolah ketahuan sedang berbuat jahat.
   “Kau sedang ngapain tadi? Sekaget itu liat oppa, kau menyembunyikan sesuatu, ya?? Apa??” selidik Kangin oppa membuatku gelagapan. Matanya jelalatan bagai sinar laser memindai seluruh tubuhku mencari barang bukti kejahatan. Secepat kilat kutarik tanganku dari buku dan memasukkan ke dalam saku celana.
    “Iiih.. oppa!! Ga ada yang Shinmin sembunyiin, kok. Abisnya oppa kebiasaan masuk kamar cewek ga ngetuk pintu dulu, gimana kalo Shinmin lagi ganti baju??!!” kataku mengalihkan pembicaraan, memprotes kebiasaannya yang suka nyelonong masuk kamarku setiap saat.
    “Salah sendiri pintu ga kau kunci, lagian kalopun kau ganti baju emang kenapa??? Ama oppa ini,” sahut Kangin oppa cuek. Mataku melotot ke arahnya kesal.
    “OPPA!! Shinmin kan udah 22 tahun, bukan Shinmin 5 tahun!! Iiihhh.. nyebelin deh, punya oppa kayak oppa! Dasar yadong,” sungutku kesal. Kangin oppa tertawa melihat reaksiku.
    “Iya..iya..mianhae. Lain kali oppa ketuk pintu dulu sebelum masuk kamarmu,” kata oppa berjanji.
    “Kalau inget!” sambungnya tertawa sambil lari keluar kamarku sebelum kena pukulan dariku.
    “Oppaaaaa…….” Teriakku mengejar Kangin oppa yang sudah turun ke lantai bawah. Hampir saja aku menabrak Chulie oppa yang baru keluar kamarnya, untung saja rem kakiku paten. Bukannya lega terhindar dari tabrakan maut itu *lebay* Chulie oppa malah menarik dan memelukku, mengacak rambutku, mencubiti kedua pipiku dengan gemas dan memperlakukan aku seperti bayi umur 5 tahun aja. Sekuat apapun tenaga yang aku keluarkan untuk lepas dari cengkeraman oppa lebayku itu, sia – sia. Aku hanya bisa berteriak – teriak heboh dan pasrah diseret oppa ke lantai bawah.  2 kali Chulie oppa mendaratkan ciumannya di keningku. Parahnya lagi, setiba di ruang makan ternyata ada HanKyung oppa tersenyum – senyum ga jelas melihat tingkah oppa. Malu! Ingin rasanya aku terjun ke mangkuk sup omma dan menjelma menjadi sepotong wortel untuk menyembunyikan mukaku.
    “Oppa, lepasin!!” rengekku sambil mendorong tubuh Heechul oppa menjauh.  
    “Kalian berdua, pagi – pagi sudah bikin heboh. Ga sadar umur, ya?” tanya Kangin oppa minta aku injak tuh oppaku. Bukannya dia yang bikin gara – gara, eh sekarang sok pasang wajah tanpa dosa gitu. Rupanya Chulie oppa juga ga terima dengan olokan Kangin oppa, langsung memukul pelan belakang kepala Kangin oppa sampai membuat mukanya hampir menyentuh mangkuk di depannya.
    “Aish, hyung!” Kangin oppa ga jadi protes begitu melihat muka sangar Chulie oppa. Aku hanya bisa tertawa melihat ulah mereka. Begini ini nasib jadi anak bungsu dan satu – satunya anak perempuan di rumah. Selalu jadi sasaran kejahilan dan perhatian dari para oppaku itu. Dan, salah satu cara Chulie oppa biar bisa dekat denganku dengan kelakuan ajaibnya itu sebenarnya paling aku benci. Sayangnya dia ga pernah nyadar malah mencari – cari kesempatan untuk bertingkah aneh seperti barusan. Kalau lagi ga ada orang lain sih, ga apa, tapi kalau ada orang seperti HanKyung oppa, aigooo… ga terbilang berapa kali aku ingin melempar Chulie oppa ke perapian di ruang keluarga.
    “Shinmin, selamat pagi. Seperti biasa, pagi ini kau cantik sekali,” sapa HanKyung oppa sambil menggodaku. Karena sudah ratusan kali aku mendengar rayuan gombalnya itu, sekarang sudah kebal hanya menjawabnya dengan senyuman manisku saja.
    “Heh!! Kau ini…mau mati?? Pake rayu – rayu Shinmin segala!” omel Chulie oppa ga terima. Rupanya HanKyung oppa telinganya juga udah kebal, tanpa mempedulikan omelan oppa dia malah menjulurkan setangkai bunga mawar yang sebenarnya dia ambil dari vas bunga omma di ruang depan. Sambil terkikik geli kuambil bunga mawar dan menaruhnya di sebelah piringku. Omma tersenyum geli melihat kelakuan kami. Dalam pandangan omma, dia seperti melihat 4 anak kecil setingkat playgroup.
 “Waaah..Hyung!! Dia harus dikasih pelajaran, nih! Berani – beraninya dia..Shinmin…dia..Shinmin....,” saking kesalnya Kangin oppa sampai tidak bisa menemukan kata – kata yang tepat. Masih dengan gaya santai HanKyung oppa beranjak dari tempat dia duduk semula dan pindah di kursi sebelahku.
    “Huwaaaaaa.. Han!! Kau cari mati!! Kangin!! Ambil pisau bedahmu! Otak Han perlu direparasi!!” kali ini Chulie oppa mencak – mencak seperti Merlin kebakaran jenggot aja. Astagaaa… dia benar ga nyadar kalau kami berdua ini malah makin senang menggoda mereka setelah melihat reaksi mereka yang heboh dan lucu itu???
    “Hyung!! Perlu kita seret ke halaman belakang trus masukin kandang Choco ni orang,” sungut Kangin oppa. Mereka berdua kompak kalau melawan HanKyung oppa, selain itu mereka akan musuhan. Oppa yang aneh, batinku geli.
    “Kasihan kau Shinmin, punya oppa psikopat semua. Pasti hari – harimu sangat menyedihkan dan melelahkan menghadapi mereka dengan tingkahnya yang abnormal itu,” kata HanKyung oppa bersimpati, menatap kedua mataku seraya menggenggam jemariku. Hampir saja meledak tawa yang sedari tadi aku tahan melihat kelakuan sobat oppaku satu ini. Mereka bertiga memang ga ada yang normal satupun.
    “Oppa datang untuk menyelamatkanmu,” sambungnya mirip dengan adegan drama Romeo Juliet membuatku terkikik geli.
    “Hei..hei..lepasin tangan Shinmin!! Enak aja ngatain kita psikopat. Kau itu yang playboy kelas teri!! Cepat lepasin!!” omel Kangin oppa seraya menarik tangan HanKyung oppa dari jemariku. Menyeret HanKyung oppa dan mendudukkannya jauh dariku, segera saja Chulie oppa menempati kursi di sebelahku seakan dia sedang melindungiku dari penyihir jahat semacam Voldemort dan melotot tajam ke arah HanKyung oppa yang hanya nyengir saja.
    “Udah ah, Shinmin mau sarapan ntar telat kuliah. Kalian lanjutin aja berantemnya,” kataku kemudian mulai makan tanpa mempedulikan ketiga orang abnormal itu yang masih perang dingin. Beberapa saat kami berempat terdiam menikmati sarapan. Oh ya, HanKyung oppa sudah beberapa hari ini memang menginap di rumahku karena sibuk dengan pekerjaannya di yayasan sosial miliknya dan Kangin oppa. Rumahnya terlalu jauh di luar kota Seoul kalau dia harus pulang pergi. Menambah satu orang lagi oppa abnormal di rumahku.
    “Shinmin! Laki – laki yang kemarin bersamamu di kafe siapa? Kekasihmu??” tanya HanKyung oppa tiba – tiba hampir membuatku tersedak. Chulie oppa kaget sampai menjatuhkan sendoknya, langsung menatapku. Kursi Kangin oppa berderit sedemikian kerasnya saat dia berdiri mendadak. Aish!!
    “Kau..punya pacar?? Siapa?? Sejak kapan?? Keluarganya siapa???” berondong Chulie oppa. Aku terdiam ga tahu harus menjawab apa. Aku belum siap memberitahukan pada mereka. Aku melirik si biang keladi, HanKyung oppa yang tenang – tenang saja setelah menghembuskan angin topan barusan.
    “Bukan Sungmin kan?? Kau masih berhubungan dengan manusia itu??” tanya Kangin oppa sedikit kesal. Sejak dulu dia memang tidak begitu menyukai hubunganku dengan Sungmin karena menurutnya Sungmin terlalu perfectionist dan tidak cocok denganku.  Tapi aku merasa bukan itu alasan sebenarnya, Kangin oppa cemburu.
    “Sungmin??!! Dia sudah pulang dari Amerika?? Dia??” selidik Chulie oppa mencengkeram lenganku. Serasa berada di ruang interogasi aja.
    “Aniyo…Sungmin masih di Amerika. Dan Kangin oppa…. Aku dan Sungmin, kami hanya berteman saja sekarang,” jelasku kesal. Tidak membuat kedua oppaku puas rupanya, malah makin membuat mereka penasaran.
    “Jadi.. siapa laki – laki itu?? Cepat beritahu oppa!” paksa Chulie oppa mengguncang lenganku yang langsung aku kibaskan.
    “Ah… bukan siapa – siapa, dia hanya teman kuliah Shinmin aja,” sahutku berusaha menghindari tatapan mata kedua oppaku. Mata mereka berdua bagaikan laser atau mikroskop yang mampu melihat kebohongan atau ketidak beresan sekecil apapun itu.
    “Bohong!! Mukamu merah, tuh. Itu tandanya kau menyembunyikan sesuatu,” bantah Chulie oppa sambil menyentuh pipiku. Kutepiskan tangannya dan makin menyembunyikan wajahku dengan menunduk dan membiarkan rambut menutupinya.
    “Ayo… katakan pada oppa, siapa laki – laki itu. Siapa orang gila yang berani – beraninya macarin adik kesayangan oppa?” cerocos Chulie oppa memaksaku membuka mulut. Dengan tergesa aku meraih tas dan berdiri.
    “Tau ah!! Shinmin kuliah dulu.. Bye oppa!” tanpa banyak kata aku langsung kabur dari ruang makan, tanpa mempedulikan teriakan Chulie oppa di belakangku. Hanya HanKyung oppa yang membalas salamku dengan lambaian tangan.
    “Woi…Shinmin!! Beritahu oppa siapa dia!! SHINMIN!!”
    Semoga saja omma tidak mendengar percakapan kami barusan. Untung saja omma tadi tidak ikut sarapan, langsung masuk ruang kerjanya. Bisa makin runyam urusannya kalau omma sampai tahu masalah ini, dia pasti berulah nekat lagi. Hubunganku dengan Sungmin sampai ada di blog omma, photo kami berdua saat kencan atau gandengan tangan ada semua di blog omma. Membuat kami berdua seperti artis saja. Semua orang tahu tentang hubungan kami, salah satu alasan kenapa Kangin oppa tidak menyetujui hubunganku dan Sungmin. Waktu putuspun kisahnya ada di blog omma.   Mendapatkan ratusan komentar dari para pembaca kurang kerjaan, memberikan dukungan ataupun menyayangkan berakhirnya hubungan kami.
    Hmm.. memang sudah hampir 5 bulan ini aku menjalin hubungan dengan seseorang yang aku kenal sewaktu menjadi relawan di Padang setahun lalu. Dia Lee Teuk atau Teuki oppa. Aku tidak berniat menyembunyikan hubungan ini dari keluargaku ataupun semua temanku, hanya ingin mencari waktu yang tepat untuk mengumumkannya. Hanya Sungmin yang tahu. Teuki oppa juga belum siap untuk bertemu dengan keluargaku. Baginya, kalau sudah bertemu dengan pihak keluarga itu artinya dia sudah siap untuk melangkah lebih jauh. Entahlah, aku tak mengerti maksudnya.
    Masih aku ingat pertama kali kami bertemu. Waktu itu aku baru tiba di Padang, sedangkan dia sudah ada disana sejak sebelum gempa terjadi. Hotel tempat dia menginap luluh lantak rata dengan tanah, dia selamat karena waktu terjadi gempa dia sedang ada di luar hotel. Melihat keadaan Padang yang sedemikian rupa, Teuki oppa memutuskan menjadi relawan dan langsung bergabung dengan relawan dari Indonesia berusaha menyelamatkan korban yang masih tertimbun di bawah reruntuhan.
    Kemudian dia mengambil alih tim psikologi untuk membantu memulihkan luka psikis para korban karena rupanya Teuki oppa lancar berbahasa Indonesia. Saat itulah aku bertemu dengannya. Dia banyak membantuku dan menjagaku karena HanKyung oppa ataupun Kangin oppa sibuk di tempat lain. Mengajakku keliling kota Padang, bercerita banyak mengenai kota tersebut ataupun Indonesia.  Dia sudah mengelilingi hampir seluruh kota di Indonesia, Bali, Jogja, Surabaya dan banyak lagi. Aku begitu terpesona saat melihatnya bercerita pada anak – anak korban bencana mengenai tempat – tempat yang sudah pernah dia singgahi, meskipun aku tidak mengerti perkataanya, tapi dari ekspresi gembira anak – anak itu aku bisa merasakan kehangatan dan keceriaan. Teuki oppa mengajariku banyak hal, dari cara bercerita untuk anak – anak pengungsian, aneka ragam kehidupan, bermain permainan Indonesia sampai memasak makanan Indonesia.
    Sepertinya, bukan anak – anak korban bencana itu saja yang merasakan berkurangnya penderitaan namun juga para relawan di sekitar kami. Aku menganggap Teuki oppa seperti lilin, kecil dan sederhana namun mampu memberikan cahaya serta kehangatan di sekitarnya. Senyumnya, tawanya, sinar matanya… semua yang ada padanya menyihirku. Mungkin saat itulah aku jatuh cinta padanya.  Hingga pada suatu pagi aku mendapati dia sudah meninggalkan Padang untuk kembali ke Korea tanpa meninggalkan pesan. Dua minggu kemudian akupun kembali ke Korea, dengan harapan bertemu dengannya secara tidak sengaja di suatu tempat.
    Dan, 6 bulan lalu aku benar – benar bertemu dengannya di perusahaan tempat sahabatku Hyun Ra magang. Dia direktur perusahaan itu. Tidak ada yang berubah dari Teuki oppa semenjak kami terakhir kali bertemu beberapa bulan sebelumnya. Setelah sering berjalan bersama selama sebulan, Teuki oppa menyatakan perasaannya dan memintaku menjadi kekasihnya.

    “Oppa!” panggilku ke Teuki oppa yang sedang bersandar di sebuah pohon sambil menatap dedaunan yang mulai menguning. Teuki oppa menoleh dan melemparkan senyuman lebarnya ke arahku.
    “Ngapain oppa disini?” tanyaku heran melihat kehadirannya di kampus pada jam kerja.
    “Mengajakmu makan siang,” sahutnya tersenyum. Tanpa menunggu jawabanku Teuki oppa sudah menarik tanganku menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari kami.
    “Jam makan siang kan udah abis, emang ga apa – apa?” tanyaku lagi. Oppa menyuruhku diam dan masuk ke dalam mobil.
    “Beda ya jam makan siang karyawan ma bos itu. Bisa kapan aja dan berapa lama suka – suka sang bos lah…” sindirku setelah mobil meluncur meninggalkan kampusku. Teuki oppa hanya tertawa kecil mendengar sindiranku.
    “Yah!! Oppa menyesuaikan jam makan siang oppa dengan jadwal kuliahmu. Emangnya enak nahan lapar??” gerutu Teuki oppa pura – pura kesal.
    Karena kesibukan Teuki oppa dan jadwal kuliahku yang padat, kami hampir tidak punya waktu untuk bertemu. Sebenarnya hari minggu adalah waktu yang tepat untuk kencan, tapi kalau aku keluar rumah pasti kedua oppa aneh kesayanganku bakal heboh dan omma mendadak menjadi detektif atau stalker. Dan tanpa menunggu esok hari, bakal ribuan photo kami berdua terpampang di blog gossip omma. Terpaksa nyuri waktu seperti sekarang ini. Meskipun kini harus ekstra hati – hati lagi setelah kemarin HanKyung oppa membuat geger dengan menanyakan perihal Teuki oppa yang tanpa sengaja dia lihat bersamaku.
    Sesampainya di restoran kami melanjutkan obrolan di mobil seputar aktivitas selama seminggu. Bisa aku lihat Teuki oppa lelah dengan setumpuk pekerjaannya namun masih menyempatkan waktu untuk menjemputku dan mengajakku makan siang. Senyum tidak pernah lepas dari wajahnya seakan memberitahukan padaku kalau dia baik – baik saja dan tidak perlu khawatir. Semakin hari, semakin dalam perasaan sayang dan cintaku padanya. Di mataku dia terlalu sempurna.
    “Oppa, minggu depan Shinmin ke Thailand,” kataku memberitahukan rencana liburanku dengan sahabatku sewaktu dia mengantarkanku kembali ke kampus.
    “Ama siapa?” tanya Teuki oppa melirikku sekilas.
    “Dua teman Shinmin,” jawabku.
    “Andwe,” katanya singkat bernada memerintah.
    “Wae?”
    “Pokoknya kau tak boleh pergi ke Thailand kecuali dengan oppa. Ngerti?!!” perintah Teuki oppa seenaknya tanpa mempedulikan pendapatku sama sekali. Aku mengerenyit heran.
    “Tapi kenapa?”
    “Kalau oppa bilang ga boleh ya berarti ga boleh,” sahutnya ketus.
    “Aish, oppa!! Tahu begitu tadi Shinmin ga bilang ke oppa,” gerutuku kesal. Huh… berantakan deh rencana liburanku. Lagian kenapa juga minta pendapat Teuki oppa, kan omma dan appa sudah merestui kepergianku bahkan memberikan uang saku lebih.
    “Nanti oppa yang bakal ajak kau ke Thailand,” kata Teuki oppa sambil mengusap lembut puncak kepalaku berusaha membujukku agar tidak ngambek.
    “Jeongmal??” seruku tak percaya. Kedua bola mataku membesar mendengar ucapannya.
    “Iya,” sahutnya menganggukkan kepala, membuatku berteriak kecil kegirangan.
    “Oke. Arraseo… Shinmin ga pergi,” putusku.
    “Kau emang kekasih oppa yang baik,” puji Teuki oppa mencubit pipiku lembut. Teuki oppa sudah 3 kali pergi kesana dan menjelajahi seluruh kota Thailand, dia tahu tempat – tempat keren untuk disinggahi. Sepertinya akan lebih mengasyikkan pergi bersamanya daripada kedua temannku.
    “Trus..kapan oppa ngajak Shinmin ke Thailand?” tanyaku kemudian.
   “ Ntar kalo kita udah nikah,” sahutnya enteng tak urung membuat kedua pipiku semburat memerah. Apakah itu artinya dia akan segera melamarku?? Bisa – bisa Kangin oppa dan Chulie oppa langsung membuangku ke Afrika.
    “Emang oppa mau nglamar Shinmin?” tanyaku hati – hati dengan jantung berdebar kencang. Aku menoleh ke arah Teuki oppa yang serius menatap lampu lalu lintas beranjak berubah warna hijau, melarikan mobil secepatnya.
    “Iya, setelah kau lulus kuliah,” sahutnya cuek. Aku shock dibuatnya. Astagaa… itukan 2 tahun lagi. Langsung aku memasang muka cemberut. Kirain…..
    “Aigoooo… egois! Itu sama aja bohong. Masa 2 ato 3 tahun lagi Shinmin baru bisa ke Thailand?!!” sungutku disambut tawa kecil dari Teuki oppa. Dia emang paling bisa menggodaku, membuatku kesal, membuatku keki setengah mati. Entah kenapa aku tak pernah bisa marah padanya meskipun berulang kali dia membuatku kesal. Apa ini karena cinta? Kalau aku menceritakannya pada Sungmin, dia pasti langsung tertawa terpingkal – pingkal dan mengolokku abis – abisan.
    “Bulan depan kau ulang tahun, kan?” tanya Teuki oppa mengalihkan pembicaraan. Ah iya, bulan depan usiaku genap 22 tahun. Waktu berjalan sangat cepat, seakan baru kemarin aku ulang tahun ke 21, lima hari sebelum keberangkatanku ke Padang. Itu artinya sudah setahun aku mengenal Teuki oppa.
    “Kau melamun lagi,” tegur Teuki oppa menyentuh pelan lenganku. Aku terkesiap dan tertunduk malu menghindari tatapan mata Teuki oppa.
    “Ingin kado apa dari oppa?” tanya Teuki oppa lagi.
    “Hmm… cukup oppa datang ke pesta ulang tahunku aja,” sahutku setengah berharap dia benar mau datang ke pestaku. Saat itu aku ingin mengenalkannya pada semua keluargaku sebagai kekasihku. Aku menatap Teuki oppa yang nampak gelisah. Apa karena permintaanku tadi?
    “Kalau itu yang kau mau, akan oppa lakukan,” kata Teuki oppa setelah beberapa saat terdiam lalu menoleh padaku dan tersenyum.
    “Benar?? Janji??” tanyaku memastikan. Teuki oppa mengangguk.
    “Yup. Kau bahagia?”
    “Ne!! neomu neomu haengbokhaesseo….”  Seruku senang. Hampir saja aku memeluknya kalau tidak ingat dia sedang mengemudi. Dia emang kekasihku yang terbaik di seluruh dunia.
    “Hahahaha… kau ini lucu!! Ne ne arraseo, oppa pasti datang,” janjinya seraya menepuk pelan pipiku. Tak terasa kami sudah sampai di kampusku, padahal aku masih ingin bersama Teuki oppa. Setengah tak rela aku turun dari mobi.
    “Gomawo. Bye oppa, ati – ati di jalan,” kataku dari sisi mobil dia mengemudi. Teuki oppa mengangguk dan tersenyum sekali lagi. Aku sudah membalikkan badan berjalan ke arah dalam kampus ketika Teuki oppa memanggilku.
    “Shinmin!”
    “Ne?”
   “Mianhae….” Ujarnya pelan, wajahnya mengesankan kalau dia menyesal. Membuatku bingung dengan perkataan maafnya, untuk apa? Apa dia melakukan kesalahan? Apa karena merasa bersalah tidak pernah ada waktu untukku? Karena tidak pernah mau setiap aku ajak bertemu kedua oppaku? Karena melarangku pergi ke Thailand? Aku memandang Teuki oppa tak mengerti.
    “NE???”


No comments:

Post a Comment