Menatap selembar photo yang terselip secara
rahasia di buku kuliahku sekali lagi untuk menyuntikkan semangat sebelum
bergegas keluar kamar dan berangkat ke kampus, kukembalikan buku itu diantara
buku kuliahku di lemari buku tepat sebelum Kangin oppa menerobos masuk dan
mengejutkanku.
“Aigo, oppa! Ngagetin Shinmin aja!”
teriakku kaget setengah mati. Sembunyi – sembunyi tangan kananku mendorong buku
lebih ke dalam lagi. Oppa memandangku dengan mengerenyitkan dahi. Heran
melihatku terkaget – kaget sedemikian rupa seolah ketahuan sedang berbuat
jahat.
“Kau sedang ngapain tadi? Sekaget itu liat
oppa, kau menyembunyikan sesuatu, ya?? Apa??” selidik Kangin oppa membuatku
gelagapan. Matanya jelalatan bagai sinar laser memindai seluruh tubuhku mencari
barang bukti kejahatan. Secepat kilat kutarik tanganku dari buku dan memasukkan
ke dalam saku celana.
“Iiih.. oppa!! Ga ada yang Shinmin
sembunyiin, kok. Abisnya oppa kebiasaan masuk kamar cewek ga ngetuk pintu dulu,
gimana kalo Shinmin lagi ganti baju??!!” kataku mengalihkan pembicaraan,
memprotes kebiasaannya yang suka nyelonong masuk kamarku setiap saat.
“Salah sendiri pintu ga kau kunci, lagian
kalopun kau ganti baju emang kenapa??? Ama oppa ini,” sahut Kangin oppa cuek.
Mataku melotot ke arahnya kesal.
“OPPA!! Shinmin kan udah 22 tahun, bukan
Shinmin 5 tahun!! Iiihhh.. nyebelin deh, punya oppa kayak oppa! Dasar yadong,”
sungutku kesal. Kangin oppa tertawa melihat reaksiku.
“Iya..iya..mianhae. Lain kali oppa ketuk
pintu dulu sebelum masuk kamarmu,” kata oppa berjanji.
“Kalau inget!” sambungnya tertawa sambil
lari keluar kamarku sebelum kena pukulan dariku.
“Oppaaaaa…….” Teriakku mengejar Kangin oppa
yang sudah turun ke lantai bawah. Hampir saja aku menabrak Chulie oppa yang
baru keluar kamarnya, untung saja rem kakiku paten. Bukannya lega terhindar
dari tabrakan maut itu *lebay* Chulie oppa malah menarik dan memelukku,
mengacak rambutku, mencubiti kedua pipiku dengan gemas dan memperlakukan aku
seperti bayi umur 5 tahun aja. Sekuat apapun tenaga yang aku keluarkan untuk
lepas dari cengkeraman oppa lebayku itu, sia – sia. Aku hanya bisa berteriak –
teriak heboh dan pasrah diseret oppa ke lantai bawah. 2 kali Chulie oppa mendaratkan ciumannya di keningku.
Parahnya lagi, setiba di ruang makan ternyata ada HanKyung oppa tersenyum –
senyum ga jelas melihat tingkah oppa. Malu! Ingin rasanya aku terjun ke mangkuk
sup omma dan menjelma menjadi sepotong wortel untuk menyembunyikan mukaku.
“Oppa, lepasin!!” rengekku sambil mendorong
tubuh Heechul oppa menjauh.
“Kalian berdua, pagi – pagi sudah bikin
heboh. Ga sadar umur, ya?” tanya Kangin oppa minta aku injak tuh oppaku.
Bukannya dia yang bikin gara – gara, eh sekarang sok pasang wajah tanpa dosa
gitu. Rupanya Chulie oppa juga ga terima dengan olokan Kangin oppa, langsung
memukul pelan belakang kepala Kangin oppa sampai membuat mukanya hampir
menyentuh mangkuk di depannya.
“Aish, hyung!” Kangin oppa ga jadi protes
begitu melihat muka sangar Chulie oppa. Aku hanya bisa tertawa melihat ulah
mereka. Begini ini nasib jadi anak bungsu dan satu – satunya anak perempuan di
rumah. Selalu jadi sasaran kejahilan dan perhatian dari para oppaku itu. Dan,
salah satu cara Chulie oppa biar bisa dekat denganku dengan kelakuan ajaibnya
itu sebenarnya paling aku benci. Sayangnya dia ga pernah nyadar malah mencari –
cari kesempatan untuk bertingkah aneh seperti barusan. Kalau lagi ga ada orang
lain sih, ga apa, tapi kalau ada orang seperti HanKyung oppa, aigooo… ga
terbilang berapa kali aku ingin melempar Chulie oppa ke perapian di ruang
keluarga.
“Shinmin, selamat pagi. Seperti biasa, pagi
ini kau cantik sekali,” sapa HanKyung oppa sambil menggodaku. Karena sudah
ratusan kali aku mendengar rayuan gombalnya itu, sekarang sudah kebal hanya
menjawabnya dengan senyuman manisku saja.
“Heh!! Kau ini…mau mati?? Pake rayu – rayu
Shinmin segala!” omel Chulie oppa ga terima. Rupanya HanKyung oppa telinganya
juga udah kebal, tanpa mempedulikan omelan oppa dia malah menjulurkan setangkai
bunga mawar yang sebenarnya dia ambil dari vas bunga omma di ruang depan. Sambil
terkikik geli kuambil bunga mawar dan menaruhnya di sebelah piringku. Omma
tersenyum geli melihat kelakuan kami. Dalam pandangan omma, dia seperti melihat
4 anak kecil setingkat playgroup.
“Waaah..Hyung!! Dia harus dikasih
pelajaran, nih! Berani – beraninya dia..Shinmin…dia..Shinmin....,” saking
kesalnya Kangin oppa sampai tidak bisa menemukan kata – kata yang tepat. Masih
dengan gaya santai HanKyung oppa beranjak dari tempat dia duduk semula dan
pindah di kursi sebelahku.
“Huwaaaaaa.. Han!! Kau cari mati!! Kangin!!
Ambil pisau bedahmu! Otak Han perlu direparasi!!” kali ini Chulie oppa mencak –
mencak seperti Merlin kebakaran jenggot aja. Astagaaa… dia benar ga nyadar
kalau kami berdua ini malah makin senang menggoda mereka setelah melihat reaksi
mereka yang heboh dan lucu itu???
“Hyung!! Perlu kita seret ke halaman
belakang trus masukin kandang Choco ni orang,” sungut Kangin oppa. Mereka
berdua kompak kalau melawan HanKyung oppa, selain itu mereka akan musuhan. Oppa
yang aneh, batinku geli.
“Kasihan kau Shinmin, punya oppa psikopat
semua. Pasti hari – harimu sangat menyedihkan dan melelahkan menghadapi mereka
dengan tingkahnya yang abnormal itu,” kata HanKyung oppa bersimpati, menatap
kedua mataku seraya menggenggam jemariku. Hampir saja meledak tawa yang sedari
tadi aku tahan melihat kelakuan sobat oppaku satu ini. Mereka bertiga memang ga
ada yang normal satupun.
“Oppa datang untuk menyelamatkanmu,”
sambungnya mirip dengan adegan drama Romeo Juliet membuatku terkikik geli.
“Hei..hei..lepasin tangan Shinmin!! Enak
aja ngatain kita psikopat. Kau itu yang playboy kelas teri!! Cepat lepasin!!”
omel Kangin oppa seraya menarik tangan HanKyung oppa dari jemariku. Menyeret
HanKyung oppa dan mendudukkannya jauh dariku, segera saja Chulie oppa menempati
kursi di sebelahku seakan dia sedang melindungiku dari penyihir jahat semacam
Voldemort dan melotot tajam ke arah HanKyung oppa yang hanya nyengir saja.
“Udah ah, Shinmin mau sarapan ntar telat
kuliah. Kalian lanjutin aja berantemnya,” kataku kemudian mulai makan tanpa
mempedulikan ketiga orang abnormal itu yang masih perang dingin. Beberapa saat
kami berempat terdiam menikmati sarapan. Oh ya, HanKyung oppa sudah beberapa
hari ini memang menginap di rumahku karena sibuk dengan pekerjaannya di yayasan
sosial miliknya dan Kangin oppa. Rumahnya terlalu jauh di luar kota Seoul kalau
dia harus pulang pergi. Menambah satu orang lagi oppa abnormal di rumahku.
“Shinmin! Laki – laki yang kemarin
bersamamu di kafe siapa? Kekasihmu??” tanya HanKyung oppa tiba – tiba hampir
membuatku tersedak. Chulie oppa kaget sampai menjatuhkan sendoknya, langsung
menatapku. Kursi Kangin oppa berderit sedemikian kerasnya saat dia berdiri
mendadak. Aish!!
“Kau..punya pacar?? Siapa?? Sejak kapan??
Keluarganya siapa???” berondong Chulie oppa. Aku terdiam ga tahu harus menjawab
apa. Aku belum siap memberitahukan pada mereka. Aku melirik si biang keladi,
HanKyung oppa yang tenang – tenang saja setelah menghembuskan angin topan
barusan.
“Bukan Sungmin kan?? Kau masih berhubungan
dengan manusia itu??” tanya Kangin oppa sedikit kesal. Sejak dulu dia memang
tidak begitu menyukai hubunganku dengan Sungmin karena menurutnya Sungmin
terlalu perfectionist dan tidak cocok denganku. Tapi aku merasa bukan itu alasan sebenarnya,
Kangin oppa cemburu.
“Sungmin??!! Dia sudah pulang dari
Amerika?? Dia??” selidik Chulie oppa mencengkeram lenganku. Serasa berada di
ruang interogasi aja.
“Aniyo…Sungmin masih di Amerika. Dan Kangin
oppa…. Aku dan Sungmin, kami hanya berteman saja sekarang,” jelasku kesal. Tidak
membuat kedua oppaku puas rupanya, malah makin membuat mereka penasaran.
“Jadi.. siapa laki – laki itu?? Cepat
beritahu oppa!” paksa Chulie oppa mengguncang lenganku yang langsung aku
kibaskan.
“Ah… bukan siapa – siapa, dia hanya teman
kuliah Shinmin aja,” sahutku berusaha menghindari tatapan mata kedua oppaku. Mata
mereka berdua bagaikan laser atau mikroskop yang mampu melihat kebohongan atau
ketidak beresan sekecil apapun itu.
“Bohong!! Mukamu merah, tuh. Itu tandanya
kau menyembunyikan sesuatu,” bantah Chulie oppa sambil menyentuh pipiku. Kutepiskan
tangannya dan makin menyembunyikan wajahku dengan menunduk dan membiarkan
rambut menutupinya.
“Ayo… katakan pada oppa, siapa laki – laki
itu. Siapa orang gila yang berani – beraninya macarin adik kesayangan oppa?”
cerocos Chulie oppa memaksaku membuka mulut. Dengan tergesa aku meraih tas dan
berdiri.
“Tau ah!! Shinmin kuliah dulu.. Bye oppa!”
tanpa banyak kata aku langsung kabur dari ruang makan, tanpa mempedulikan
teriakan Chulie oppa di belakangku. Hanya HanKyung oppa yang membalas salamku
dengan lambaian tangan.
“Woi…Shinmin!! Beritahu oppa siapa dia!!
SHINMIN!!”
Semoga saja omma tidak mendengar percakapan
kami barusan. Untung saja omma tadi tidak ikut sarapan, langsung masuk ruang
kerjanya. Bisa makin runyam urusannya kalau omma sampai tahu masalah ini, dia
pasti berulah nekat lagi. Hubunganku dengan Sungmin sampai ada di blog omma,
photo kami berdua saat kencan atau gandengan tangan ada semua di blog omma.
Membuat kami berdua seperti artis saja. Semua orang tahu tentang hubungan kami,
salah satu alasan kenapa Kangin oppa tidak menyetujui hubunganku dan Sungmin. Waktu
putuspun kisahnya ada di blog omma. Mendapatkan ratusan komentar dari para
pembaca kurang kerjaan, memberikan dukungan ataupun menyayangkan berakhirnya
hubungan kami.
Hmm.. memang sudah hampir 5 bulan ini aku
menjalin hubungan dengan seseorang yang aku kenal sewaktu menjadi relawan di
Padang setahun lalu. Dia Lee Teuk atau Teuki oppa. Aku tidak berniat
menyembunyikan hubungan ini dari keluargaku ataupun semua temanku, hanya ingin
mencari waktu yang tepat untuk mengumumkannya. Hanya Sungmin yang tahu. Teuki
oppa juga belum siap untuk bertemu dengan keluargaku. Baginya, kalau sudah
bertemu dengan pihak keluarga itu artinya dia sudah siap untuk melangkah lebih
jauh. Entahlah, aku tak mengerti maksudnya.
Masih aku ingat pertama kali kami bertemu.
Waktu itu aku baru tiba di Padang, sedangkan dia sudah ada disana sejak sebelum
gempa terjadi. Hotel tempat dia menginap luluh lantak rata dengan tanah, dia
selamat karena waktu terjadi gempa dia sedang ada di luar hotel. Melihat
keadaan Padang yang sedemikian rupa, Teuki oppa memutuskan menjadi relawan dan
langsung bergabung dengan relawan dari Indonesia berusaha menyelamatkan korban
yang masih tertimbun di bawah reruntuhan.
Kemudian dia mengambil alih tim psikologi
untuk membantu memulihkan luka psikis para korban karena rupanya Teuki oppa
lancar berbahasa Indonesia. Saat itulah aku bertemu dengannya. Dia banyak
membantuku dan menjagaku karena HanKyung oppa ataupun Kangin oppa sibuk di
tempat lain. Mengajakku keliling kota Padang, bercerita banyak mengenai kota
tersebut ataupun Indonesia. Dia sudah mengelilingi hampir seluruh kota di
Indonesia, Bali, Jogja, Surabaya dan banyak lagi. Aku begitu terpesona saat
melihatnya bercerita pada anak – anak korban bencana mengenai tempat – tempat
yang sudah pernah dia singgahi, meskipun aku tidak mengerti perkataanya, tapi
dari ekspresi gembira anak – anak itu aku bisa merasakan kehangatan dan
keceriaan. Teuki oppa mengajariku banyak hal, dari cara bercerita untuk anak –
anak pengungsian, aneka ragam kehidupan, bermain permainan Indonesia sampai
memasak makanan Indonesia.
Sepertinya, bukan anak – anak korban
bencana itu saja yang merasakan berkurangnya penderitaan namun juga para
relawan di sekitar kami. Aku menganggap Teuki oppa seperti lilin, kecil dan
sederhana namun mampu memberikan cahaya serta kehangatan di sekitarnya. Senyumnya,
tawanya, sinar matanya… semua yang ada padanya menyihirku. Mungkin saat itulah
aku jatuh cinta padanya. Hingga pada suatu pagi aku mendapati dia sudah
meninggalkan Padang untuk kembali ke Korea tanpa meninggalkan pesan. Dua minggu
kemudian akupun kembali ke Korea, dengan harapan bertemu dengannya secara tidak
sengaja di suatu tempat.
Dan, 6 bulan lalu aku benar – benar bertemu
dengannya di perusahaan tempat sahabatku Hyun Ra magang. Dia direktur
perusahaan itu. Tidak ada yang berubah dari Teuki oppa semenjak kami terakhir
kali bertemu beberapa bulan sebelumnya. Setelah sering berjalan bersama selama
sebulan, Teuki oppa menyatakan perasaannya dan memintaku menjadi kekasihnya.
“Oppa!” panggilku ke Teuki oppa yang sedang
bersandar di sebuah pohon sambil menatap dedaunan yang mulai menguning. Teuki
oppa menoleh dan melemparkan senyuman lebarnya ke arahku.
“Ngapain oppa disini?” tanyaku heran
melihat kehadirannya di kampus pada jam kerja.
“Mengajakmu makan siang,” sahutnya tersenyum.
Tanpa menunggu jawabanku Teuki oppa sudah menarik tanganku menuju mobilnya yang
terparkir tak jauh dari kami.
“Jam makan siang kan udah abis, emang ga
apa – apa?” tanyaku lagi. Oppa menyuruhku diam dan masuk ke dalam mobil.
“Beda ya jam makan siang karyawan ma bos
itu. Bisa kapan aja dan berapa lama suka – suka sang bos lah…” sindirku setelah
mobil meluncur meninggalkan kampusku. Teuki oppa hanya tertawa kecil mendengar
sindiranku.
“Yah!! Oppa menyesuaikan jam makan siang
oppa dengan jadwal kuliahmu. Emangnya enak nahan lapar??” gerutu Teuki oppa
pura – pura kesal.
Karena kesibukan Teuki oppa dan jadwal
kuliahku yang padat, kami hampir tidak punya waktu untuk bertemu. Sebenarnya
hari minggu adalah waktu yang tepat untuk kencan, tapi kalau aku keluar rumah
pasti kedua oppa aneh kesayanganku bakal heboh dan omma mendadak menjadi
detektif atau stalker. Dan tanpa menunggu esok hari, bakal ribuan photo kami
berdua terpampang di blog gossip omma. Terpaksa nyuri waktu seperti sekarang
ini. Meskipun kini harus ekstra hati – hati lagi setelah kemarin HanKyung oppa
membuat geger dengan menanyakan perihal Teuki oppa yang tanpa sengaja dia lihat
bersamaku.
Sesampainya di restoran kami melanjutkan
obrolan di mobil seputar aktivitas selama seminggu. Bisa aku lihat Teuki oppa
lelah dengan setumpuk pekerjaannya namun masih menyempatkan waktu untuk
menjemputku dan mengajakku makan siang. Senyum tidak pernah lepas dari wajahnya
seakan memberitahukan padaku kalau dia baik – baik saja dan tidak perlu
khawatir. Semakin hari, semakin dalam perasaan sayang dan cintaku padanya. Di
mataku dia terlalu sempurna.
“Oppa, minggu depan Shinmin ke Thailand,”
kataku memberitahukan rencana liburanku dengan sahabatku sewaktu dia
mengantarkanku kembali ke kampus.
“Ama siapa?” tanya Teuki oppa melirikku
sekilas.
“Dua teman Shinmin,” jawabku.
“Andwe,” katanya singkat bernada
memerintah.
“Wae?”
“Pokoknya kau tak boleh pergi ke Thailand
kecuali dengan oppa. Ngerti?!!” perintah Teuki oppa seenaknya tanpa
mempedulikan pendapatku sama sekali. Aku mengerenyit heran.
“Tapi kenapa?”
“Kalau oppa bilang ga boleh ya berarti ga
boleh,” sahutnya ketus.
“Aish, oppa!! Tahu begitu tadi Shinmin ga
bilang ke oppa,” gerutuku kesal. Huh… berantakan deh rencana liburanku. Lagian
kenapa juga minta pendapat Teuki oppa, kan omma dan appa sudah merestui
kepergianku bahkan memberikan uang saku lebih.
“Nanti oppa yang bakal ajak kau ke
Thailand,” kata Teuki oppa sambil mengusap lembut puncak kepalaku berusaha
membujukku agar tidak ngambek.
“Jeongmal??” seruku tak percaya. Kedua bola
mataku membesar mendengar ucapannya.
“Iya,” sahutnya menganggukkan kepala,
membuatku berteriak kecil kegirangan.
“Oke. Arraseo… Shinmin ga pergi,” putusku.
“Kau emang kekasih oppa yang baik,” puji
Teuki oppa mencubit pipiku lembut. Teuki oppa sudah 3 kali pergi kesana dan
menjelajahi seluruh kota Thailand, dia tahu tempat – tempat keren untuk
disinggahi. Sepertinya akan lebih mengasyikkan pergi bersamanya daripada kedua
temannku.
“Trus..kapan oppa ngajak Shinmin ke
Thailand?” tanyaku kemudian.
“ Ntar kalo kita udah nikah,” sahutnya
enteng tak urung membuat kedua pipiku semburat memerah. Apakah itu artinya dia
akan segera melamarku?? Bisa – bisa Kangin oppa dan Chulie oppa langsung
membuangku ke Afrika.
“Emang oppa mau nglamar Shinmin?” tanyaku
hati – hati dengan jantung berdebar kencang. Aku menoleh ke arah Teuki oppa
yang serius menatap lampu lalu lintas beranjak berubah warna hijau, melarikan
mobil secepatnya.
“Iya, setelah kau lulus kuliah,” sahutnya
cuek. Aku shock dibuatnya. Astagaa… itukan 2 tahun lagi. Langsung aku memasang
muka cemberut. Kirain…..
“Aigoooo… egois! Itu sama aja bohong. Masa
2 ato 3 tahun lagi Shinmin baru bisa ke Thailand?!!” sungutku disambut tawa
kecil dari Teuki oppa. Dia emang paling bisa menggodaku, membuatku kesal,
membuatku keki setengah mati. Entah kenapa aku tak pernah bisa marah padanya
meskipun berulang kali dia membuatku kesal. Apa ini karena cinta? Kalau aku
menceritakannya pada Sungmin, dia pasti langsung tertawa terpingkal – pingkal
dan mengolokku abis – abisan.
“Bulan depan kau ulang tahun, kan?” tanya
Teuki oppa mengalihkan pembicaraan. Ah iya, bulan depan usiaku genap 22 tahun.
Waktu berjalan sangat cepat, seakan baru kemarin aku ulang tahun ke 21, lima
hari sebelum keberangkatanku ke Padang. Itu artinya sudah setahun aku mengenal
Teuki oppa.
“Kau melamun lagi,” tegur Teuki oppa
menyentuh pelan lenganku. Aku terkesiap dan tertunduk malu menghindari tatapan
mata Teuki oppa.
“Ingin kado apa dari oppa?” tanya Teuki
oppa lagi.
“Hmm… cukup oppa datang ke pesta ulang
tahunku aja,” sahutku setengah berharap dia benar mau datang ke pestaku. Saat
itu aku ingin mengenalkannya pada semua keluargaku sebagai kekasihku. Aku
menatap Teuki oppa yang nampak gelisah. Apa karena permintaanku tadi?
“Kalau itu yang kau mau, akan oppa
lakukan,” kata Teuki oppa setelah beberapa saat terdiam lalu menoleh padaku dan
tersenyum.
“Benar?? Janji??” tanyaku memastikan. Teuki
oppa mengangguk.
“Yup. Kau bahagia?”
“Ne!! neomu neomu haengbokhaesseo….” Seruku senang. Hampir saja aku memeluknya
kalau tidak ingat dia sedang mengemudi. Dia emang kekasihku yang terbaik di
seluruh dunia.
“Hahahaha… kau ini lucu!! Ne ne arraseo,
oppa pasti datang,” janjinya seraya menepuk pelan pipiku. Tak terasa kami sudah
sampai di kampusku, padahal aku masih ingin bersama Teuki oppa. Setengah tak
rela aku turun dari mobi.
“Gomawo. Bye oppa, ati – ati di jalan,”
kataku dari sisi mobil dia mengemudi. Teuki oppa mengangguk dan tersenyum
sekali lagi. Aku sudah membalikkan badan berjalan ke arah dalam kampus ketika
Teuki oppa memanggilku.
“Shinmin!”
“Ne?”
“Mianhae….” Ujarnya pelan, wajahnya
mengesankan kalau dia menyesal. Membuatku bingung dengan perkataan maafnya,
untuk apa? Apa dia melakukan kesalahan? Apa karena merasa bersalah tidak pernah
ada waktu untukku? Karena tidak pernah mau setiap aku ajak bertemu kedua
oppaku? Karena melarangku pergi ke Thailand? Aku memandang Teuki oppa tak
mengerti.
“NE???”
No comments:
Post a Comment