Deretan pohon sakura di sepanjang jalan menghujani
dua orang yang sedang berjalan bergandengan
tangan di bawahnya. Sesekali gadis itu meletakkan kepalanya ke bahu laki
– laki yang selalu menyunggingkan senyum di wajahnya. Laki – laki itu
mengeluarkan sebuah kotak dan memberikannya pada si gadis yang langsung
membukanya. Sebuah kalung berbentuk malaikat. Laki – laki itu memasangkannya
pada leher si gadis lalu mencium lembut bibirnya.
Hujan turun menyapa jalanan ramai kota Seoul.
Seorang gadis menggigil kedinginan, merapatkan sweater warna birunya, berdiri
di depan sebuah kafe menunggu seseorang. Tangannya menengadah berusaha
menangkap buliran – buliran air hujan saat tiba – tiba seorang laki – laki
memeluknya, mendaratkan ciuman di keningnya seraya mengangsurkan setangkai
bunga tulip sebelum akhirnya menggandeng lengan gadis itu berlari di bawah
naungan jasnya menuju mobil berwarna silver.
Secangkir caffelatte dan sepotong strawberry cake.
Semerbak wangi keduanya membaur dengan bau parfum yang mendamaikan hati kedua
insan manusia yang selalu menghabiskan waktu yang mereka punya sebaik mungkin
dengan saling membuka hati masing – masing. Dua pasang mata yang selalu menatap
penuh kasih, jari jemari saling bertautan dan senyum yang selalu tersunggging menularkan
kebahagiaan mereka pada pengunjung kafe bahkan selalu mendapatkan setangkai
mawar dari pemilik kafe.
Di tempat yang sama dimana deretan pohon sakura
menghujani kelopak pinknya, dedaunan mulai menguning, sinar matahari begitu
menyilaukan berusaha menyaingin hembusan angin dingin. Kedua insan yang selalu
bahagia itu kini terlibat pertengkaran, dua pasang mata yang biasanya penuh
cinta itu berubah dengan kesakitan dan kesedihan, tidak ada senyum hanya ada
air mata. Sepasang lengan yang biasanya merengkuh tubuh mungil gadis itu penuh
kasih kini melunglai tak berdaya. Menatap pilu kepergian gadis yang dia tahu
takkan lagi bisa dia kejar.
Setangkai bunga tulipSebuah kalung berliontin malaikatSecangkir caffelatteSepotong strawberry shortcakeMobil silverPelukan yang menghangatkanSenyum di wajah berlesung pipitMata teduhnyaSelembar potretDan...... Teuki ataukah Park Jung Soo
Writer pov
PEWARIS TUNGGAL
S&J CORP BERTUNANGAN!!!
Kangin menatap
nanar headline surat kabar di tangannya. Dengan gemetar karena amarah dia
meremas dan membuang ke lantai kantornya. Bagaimana mungkin pria itu dengan
seenaknya bertunangan setelah menghancurkan Shinmin??? Meskipun Shinmin tak
mengingatnya, bukan berarti dia bebas melanjutkan hidupnya seakan tak ada yang
terjadi.
Kangin khawatir
dengan kondisi Shinmin yang belakangan ini terlihat diam dan menghindarinya.
Awalnya dia mengira semua disebabkan berakhirnya hubungan Shinmin dengan
Hankyung bulan lalu, kalau saja Hankyung tak menyerahkan kotak harta karun
milik Shinmin padanya. Shinmin yang tampak linglung, Hankyung yang mendadak
pergi ke China, kotak milik Shinmin dan segelas caffelatte yang tak tersentuh
di meja pantry. Hanya satu. Ingatan Shinmin perlahan pulih.
“Kangin!!”
teriakan Chulie yang menerobos masuk membuyarkan lamunan Kangin.
“Hyung, apa kau
tak bisa mengetuk pintu?” dengus Kangin seraya menyentuh dadanya untuk
memastikan dia tak terkena serangan jantung karena ulah urakan Chulie.
“Aiissh...
mengetuk pintu tak penting sekarang. Ini... ini.... Jung soo keparat itu...”
gerutu Chulie kesal.
“Arra...” sahut
Kangin. Chulie menghempaskan tubuhnya ke sofa di ujung ruangan Kangin. Memijit
keningnya.
“Kau tau??!!”
“Ung.... aku baca
di koran barusan,” kata Kangin melirik koran yang sudah tak berbentuk.
“Sialan!! Aku
bunuh juga orang itu,” gumam Chulie kesal.
“Hyung, tak ada
gunanya membunuh JungSoo. Dia boleh bertunangan dengan siapa pun,” sahut Kangin
pelan. Jarinya mengetuk meja kerjanya, gelisah.
“Tapi...Shinmin...”
“Shinmin bahkan
tak mengingat dia. Kalaupun ingat, tidak mungkin Shinmin mau kembali padanya.
Mereka sudah sepakat untuk putus,” kata Kangin memenggal ucapan Heechul. Ada
sesuatu yang mengganjal di benaknya.
“Mereka putus
karena Shinmin amnesia,” sanggah Heechul emosi.
“Menurutmu mereka
pasti bersama kalau Shinmin tak amnesia? Shinmin terluka. Bayangkan kalau
Shinmin membaca kabar ini kalau dia tak amnesia. Apa yang akan terjadi, Hyung?”
“Shinmin akan
hancur. Aku tahu itu. Tapi.... entahlah.....kondisi Shinmin sama saja, amnesia
maupun tidak. Sorot mata yang terluka dan menyedihkan. Mungkin, hatinya masih
mengingat JungSoo,” kata Heechul sedih. Dia sering memergoki Shinmin melamun
dan entah kenapa setiap dia melihat mata Shinmin, ada luka.
“Bagaimana kalau
ternyata ingatan Shinmin telah kembali??” tanya Kangin menoleh ke arah Heechul
yang langsung melompat kaget.
“Mwo??? Kembali??
Tidak mungkin!!”
“Hyung, aku
melihat Shinmin memandangi kalung pemberian Jungsoo Hyung dan menangisinya. Dan
kotak dari Hankyung??? Itu alasan Hankyung memutuskan Shinmin,” jelas Kangin
semakin resah. Mereka berdua saling berpandangan. Berusaha menguak tingkah laku
Shinmin beberapa hari ini. Bagaimana kalau ini benar? Bagaimana kalau sikap
Shinmin bukan patah hati karena putus dari Hankyung??
“Jadi.....jadi.....”
Shinmin menaruh
ponsel di tangannya ke atas meja dengan gemetar. Ada rasa perih di relung
hatinya setelah membaca berita yang barusan terpampang di layar ponselnya.
Sudah tidak mungkin baginya untuk meraih lelaki itu. Semua ingatannya sudah
pulih, termasuk rasa benci yang dulu ada untuk lelaki itu. Kebencian karena
merasa dibohongi, kebencian karena adanya dendam, kebencian yang membuatnya
untuk melupakan semuanya. Namun, kebencian itu tidak mampu menghapus
perasaannya untuk Teuki atau Jung Soo. Buktinya, saat dia mengingat semuanya
kebencian itu entah menguap kemana.
Hankyung.
Perasaan bersalah menyelip di hati Shinmin saat dia memberitahukan semuanya,
dan bukannya marah, Hankyung hanya tersenyum dan memeluknya erat. Dia
membebaskan dirinya, memberikan sebuah kotak harta karun milik Shinmin yang dia
titipkan dulu. Kotak yang berisi kenangan bersama Teuki. Membukanya berarti
mengakui bahwa dia masih sangat mencintai lelaki itu.
Di awal dia
amnesia, tidak ada keinginan untuk mencari ingatannya yang hilang. Ada Hankyung
di sisinya, yang sedari dulu seingat Shinmin sudah ada di hatinya. Meskipun ada
rasa bersalah saat melihat kesedihan di wajah Teuki. Tapi, entah kenapa lambat
laun ada perasaan aneh menjalari dirinya. Memaksa untuk mencari jawaban, bukan
saja tentang Teuki tapi juga hal – hal yang terlupakan.
Semuanya
terlambat. Teuki sudah melupakannya. Mungkin saja selama ini Teuki tidak pernah
benar – benar tulus mencintainya. Terakhir kali mereka bertemu tidak ada kata
bantahan dari mulut Teuki terhadap tuduhannya. Saat Teuki melepaskan tangannya
di Jeju dulu itu, Teuki pergi meninggalkannya. Maaf. Hanya maaf. Permintaan
maaf yang Shinmin tidak tahu maknanya saat itu.
Terakhir kali.
Untuk terakhir kali dia ingin bertemu dengan Teuki. Untuk mengatakan maaf. Ya,
maaf.
“Min...Shinmin...Shinmin!!”
tegur Hyun Ra. Tepukan pelan di pundaknya membangunkan Shinmin dari lamunan.
Saat ditolehnya, ekspresi Hyun Ra memberinya jawaban tanpa bertanya. Berita
itu.
“Aku sudah tahu,”
kata Shinmin seraya duduk di kursi. Hyun Ra mengambil kursi di sebelah Shinmin
dan tak melepas tatapan ke sahabatnya itu.
“Kau tak apa – apa?” diraih dan digenggamnya
tangan Shinmin yang terasa dingin.
“Bohong kalau aku
bilang tak apa, rasanya sakit. Kenapa sekarang?” Shinmin tertunduk menatap sandal
rumahnya. Dihela napas panjang.
“Shinmin......
sudah sejak awal aku katakan, untuk tidak berusaha mengingatkan tentang Teuki
oppa. Bukan karena kau membencinya, tapi karena kau sangat mencintai oppa. Aku
tidak mau kau terluka lagi,” kata Hyun Ra sedih.
Dia hampir kena
serangan jantung saat suatu sore Shinmin mengetuk pintu apartemennya dengan
kondisi basah kuyup. Dia kira Shinmin habis bertengkar dengan Hankyung oppa,
ternyata lebih dari itu, Shinmin mendapatkan kembali ingatannya.
“Aku ingin bertemu dengannya,” kata Shinmin
menatap Hyun Ra yang langsung bengong.
“Untuk apa??? Apa
tak cukup kau menyakiti dirimu sendiri?” tanya Hyun Ra setelah lepas dari rasa
kagetnya.
“Aku berutang
maaf padanya, Hyun Ra. Maaf yang seharusnya aku ucapkan karena telah
menyakitinya,” kata Shinmin lirih. Ada kristal bening di sudut matanya. Hyun Ra
mengelus punggung tangan Shinmin lembut.
“Menyakitinya?”
“Aku mengenal
oppa dengan sangat baik. Diapun terluka melihatku saat itu, lebih dari rasa
sakit yang aku rasakan. Aku melihatnya dengan jelas tapi menutup mata karena
emosi. Aku tahu tidak akan bisa bersama oppa lagi, aku hanya ingin dia lepas
dari rasa bersalahnya. Itu saja. Aku akan katakan kalau aku baik – baik saja,”
jelas Shinmin. Dia sudah memikirkan hal ini semenjak hari dimana dia mengingat
semuanya. Rasa sakit itu, rasa sayang itu, rasa sedih itu. Dan tatapan mata
Teuki di hari terakhir mereka bertemu sudah memberinya banyak jawaban.
“Shinmin......
apa kau yakin?”
“Ya,” angguk
Shinmin mantap. Hyun Ra menghela napas panjang.
“Baiklah. Ayo,
kita pergi menemuinya sekarang,” seru Hyun Ra seraya menarik lengan Shinmin
untuk bangkit dari duduk. Ragu, Shinmin meraih jaketnya dan mengikuti Hyun Ra.
Teuki melirik
arloji di pergelangan tangannya, jengkel melihat jarum jam tak juga bergerak
sedari tadi. Rasanya ingin sekali kabur dari ruangan kantor yang terasa pengap
sejak beberapa saat setelah berita tentang pertunangannya tersiar. Ditarik laci
kedua di mejanya dan menarik keluar sebuah bingkai poto yang tersembunyi
dibawah berkas – berkasnya. Potret seorang gadis. Shinmin.
Sudah hampir
setahun dia tidak melihat gadis itu. Apakah dia baik – baik saja? Apakah dia
bahagia dengan Hankyung? Apakah ingatannya belum pulih? Ah... seandainya
ingatan gadis itu pulih pasti akan berdiri di hadapannya entah mengutuk atau
mengguyur segelas kopi ke bajunya. Tapi,
ketika mengingat bagaimana terlukanya gadis itu karena dirinya, dia berharap
ingatan itu hilang selamanya.
Dia merindukan
gadis itu. Dengan segala kemanjaan, keusilan dan kebawelannya. Penyesalan yang
terlambat. Andai....ah... terlalu banyak andai di otaknya. Bahkan sampai
terakhir dia berbohong pada gadis itu dengan alasan demi kebaikan gadis itu.
Benarkah?? Apa bukan demi dirinya sendiri yang takut menghadapi kenyataan pahit
itu? Betapa dilupakan terasa menyakitkan sekali, bahkan rasa nyeri itu masih
terasa hingga kini di ulu hatinya. Terlebih saat musim semi datang.
Kalau menuruti emosi,
dia ingin berlari ke hadapan Shinmin dan merengkuhnya. Jung Soo menggeleng,
berusaha membuang pikirannya. Perlahan, kembali disisipkan potret Shinmin ke
tempat semula. Sudah waktunya dia berjalan sendiri, tanpa Shinmin.
Tatapan Jung Soo
teralihkan oleh kedip di layar ponselnya. Sebuah pesan dari.... Hyun Ra??!!!
Secepat kilat diraihnya ponsel dan membaca pesan singkat, tergesa meraih jas
dari kursi dan melesat keluar ruangan, tanpa mempedulikan tatapan asistennya
yang kebingungan.
Oppa, Shinmin ingin bertemu. Di tempat biasa.
Shinmin berdiri
dengan gelisah. Di tendangnya dedaunan di ujung sepatu boots coklatnya. Tak
jauh dari dia berdiri, Hyun Ra duduk diam di sebuah bangku taman. Sesekali
melirik jalanan berharap sosok yang mereka tunggu segera datang. Hyun Ra
meringis kalau teringat bahwa Jung Soo sudah bertunangan 2 hari lalu , apakah pertemuan mereka hari ini akan
mengubah semuanya? Shinmin boleh saja berkata dia akan melepaskan Jung Soo
oppa, hanya ingin meminta maaf. Tapi, apakah Jung Soo akan melepaskan Shinmin
lagi????
“Bagaimana kalau
oppa lupa tempat biasa yang dimaksud?” tanya Shinmin tidak bisa menutupi
kegelisahannya.
“Kau mungkin saja
tidak ingat, tapi, oppa???? Tidak... dia tak akan lupa. Tenang saja, sebentar
lagi dia akan datang,” sahut Hyun Ra terkekeh geli. Dia yakin Jung Soo tidak
akan pernah melupakan tempat ini. Beberapa kali dia memergoki lelaki itu duduk
di sebuah bangku, termenung.
“Apa aku egois
jika berharap oppa kembali padaku?” tanya Shinmin menatap ujung bootsnya. Beberapa
lembar daun maple jatuh.
“Bukankah itu
wajar dalam memperjuangkan cinta?” Hyun Ra balik bertanya. Kemana hilangnya
sahabat pemberaninya itu? Shinmin diam.
“Bagaimana kalau
dia sudah tidak mencintaiku lagi? Melupakanku?” akhirnya dikeluarkan apa yang
selama ini menghantui pikirannya.
“Apa kata hatimu,
Shinmin?”
“Entahlah....”
“Menurutmu dia
akan datang?” tanya Shinmin lagi. Di tolehnya Hyun Ra yang sedang memandang ke
arah lain.
“Pasti,” jawabnya
pendek.
“Bagaimana kau
yakin?”
“Karena dia
sedang berlari kesini,” sahut Hyun Ra tersenyum pada Shinmin lalu menoleh
kembali pada satu sosok yang sedang berlari kecil ke arah mereka. Shinmin
mengikuti arah pandang Hyun Ra. Itu dia......
Dia, orang yang
selama ini dia lupakan tapi tidak demikian dalam hatinya. Rambut cepak berwarna coklat itu, mata almond
itu, sorot mata teduh itu, lesung pipit itu, senyum itu.... Mata Shinmin tidak
bisa beralih dari sosok yang semakin mendekat itu. Langkah panjang Jung Soo
berubah menjadi lambat, seraya mengatur napas dan debaran jantungnya, dia
berjalan mendekati Shinmin yang masih mematung.
“Shinmin...” panggil
Jung Soo hampir berbisik. Rasanya tidak bisa percaya dengan apa yang dia lihat.
Gadis yang dia rindukan, berdiri di hadapannya. Sekuat tenaga dia menahan
dorongan untuk memeluk gadis itu.
Mereka berdua
hanya saling pandang, tanpa satu patah kata yang keluar. Shinmin nampak
gelisah, berulang kali Jung Soo memergoki tangan Shinmin memilin ujung jaket
berwarna biru miliknya. Tidak ada yang berubah dari gadis itu. Apakah ingatannya
sudah kembali karena itukah dia ingin bertemu? Atau ada hal lainnya? Antara
rasa takut dan penasaran menyelimuti hati Jung Soo.
“Shinmin, apa
kabar?” akhirnya Jung soo mampu bicara.
“Baik. Oppa?”
“Seperti biasa.
Apa...ingatanmu..” ragu, Jung Soo bertanya. Shinmin mengangguk pelan.
“Ya, aku ingat
semuanya,” sahut Shinmin. Binar mata Jung Soo mengelam.
“Shinmin.....”
“Setahun lalu, di
Jeju, oppa bilang akan kembali padaku kalau ingatanku kembali. Oppa ingat itu?”
suara Shinmin bergetar. Lelaki di hadapannya ini bukan miliknya lagi. Apa dia
tak terlalu egois? Jung Soo maju selangkah. Dia ingin membelai kepala Shinmin
namun tanganya berhenti di udara.
“Shinmin, apa kau
tahu penyebab semua itu? Kecelakaan itu? Amnesiamu? Itu semua karena oppa,”
kata Jung Soo sedih. Dia tidak mau Shinmin mengingat hal buruk itu, lebih tak
ingin lagi berbohong pada gadis itu seperti yang pernah dia lakukan.
“Bukan. Itu bukan
karena oppa. Tapi karena Shinmin...”
“Karena Shinmin
tidak ingin mengingat oppa, karena oppa sudah menyakitimu,” potong Jung Soo.
Rasa nyeri kembali menyerang dadanya.
“Bukan....
Shinmin ingat semuanya, oppa. Termasuk perasaan Shinmin. Rasa takut kehilangan
oppa, rasa takut dengan perasaan oppa pada Shinmin. Aku takut oppa tidak pernah
mencintai Shinmin, untuk itu aku berharap amnesia. Maaf..” jelas Shinmin lirih.
Ditatapnya lelaki di depannya itu. Jung Soo mengerjapkan matanya, masih
berusaha mencerna apa yang barusan dia dengar.
“Shinmin... tidak
ada yang perlu dimaafkan, kau tidak bersalah apapun. Oppa dibutakan rasa
amarah, dendam, dan ketika oppa menyadari perasaan oppa padamu, semua
terlambat. Kau bahkan tidak mengingat oppa, itu hukuman bagi oppa. Oppa yang
harusnya minta maaf padamu. Oppa terlalu banyak menyakitimu,” kata Jung Soo.
Diraih dan digenggamnya tangan Shinmin. Dirasakan tangan mungil itu sedikit
gemetar.
“Oppa....”
“Satu hal yang
perlu kau tahu, setiap kebersamaan kita, tidak ada satupun kebohongan,” kata
Jung Soo menyakinkan Shinmin. Ditatapnya tepat manik mata Shinmin, menangkap
bayangannya sendiri di bola mata hitam itu.
“Aku tahu semua sudah terlambat, jalan kita
sudah berbeda. Shinmin hanya ingin mengucapkan semoga berbahagia pada oppa.
Shinmin tidak ingin oppa selalu merasa bersalah, Shinmin baik – baik saja,”
kata Shinmin seraya memalingkan wajahnya.
“Oppa bahagia
melihat kau baik – baik saja, senyum itu.... oppa merindukannya.”
“Shinmin juga
merindukan oppa.”
Diraihnya tubuh
Shinmin ke dalam pelukannya. Dan Shinmin menghirup dalam – dalam wangi yang dia
rindukan, wangi mint. Untuk terakhir kalinya. Karena mungkin tidak akan ada
lagi kesempatan untuknya memiliki Jung Soo. Hal yang sama dirasakan oleh Jung
Soo, asalkan Shinmin bahagia, dia akan melepaskannya. Kali ini, biarkan kali
ini saja, waktu berhenti, untuk mereka berdua.
Epilog
Bulir sakura
berjatuhan di halaman rumah Hyun Ra. Berkali – kali dia bersin dan membersihkan
buliran sakura itu dari rambutnya dengan jengkel. Dia benci sekali dengan musim
semi. Buliran sakura, serbuk bunga, cuaca yang tak menentu, musim liburan yang
sibuk. Entahlah, dia lebih suka musim dingin.
Hyun Ra baru saja
akan menutup pintu gerbang ketika sosok Sungmin keluar dari mobil sport
berwarna putih dan melambai ke arahnya. Bergegas Hyun Ra berjalan ke arah
sahabatnya dan memberengut kesal.
“Garden party??!!
Kau dengar itu?!!” teriaknya kesal sambil mengibaskan gaun panjang berwarna
hijau yang dia pakai, berusaha mengusir bulir sakura yang bandel.
“Hahahahaha...”
Sungmin hanya terkekeh tanpa berniat membantu Hyun Ra.
“Apa mereka
berniat menyiksaku?” sungut Hyun Ra lagi seraya masuk ke dalam mobil Sungmin.
“Ayolaaah.... ini
cocok untuk mereka berdua. Spring... love in the air..” seru Sungmin kalem
setelah duduk di belakang kemudi. Cengiran lebar menghiasi wajahnya.
“Love in the air
katamu??!!! Ingatkan aku untuk memukul kepalamu,” gerutu Hyun Ra kesal. Dia
mengipasi wajahnya yang memerah dengan sebuah undangan berwarna biru yang
awalnya tergeletak di dashboard mobil Sungmin.
“Sudahlah, nanti
kita terlambat. Kau tau kan, dia lebih mengerikan daripada musim semi ini,”
kata Sungmin tertawa. Hyun Ra mengangguk setuju.
“Kau benar.
Kajja..”
SAVE THE DATE
02.02.2011
PARK JUNG SOO
&
KIM SHINMIN
No comments:
Post a Comment