Saturday, January 23, 2016

COAGULATION: part 7

     Deretan pohon sakura di sepanjang jalan menghujani dua orang yang sedang berjalan bergandengan  tangan di bawahnya. Sesekali gadis itu meletakkan kepalanya ke bahu laki – laki yang selalu menyunggingkan senyum di wajahnya. Laki – laki itu mengeluarkan sebuah kotak dan memberikannya pada si gadis yang langsung membukanya. Sebuah kalung berbentuk malaikat.  Laki – laki itu memasangkannya pada leher si gadis lalu mencium lembut bibirnya.
     Hujan turun menyapa jalanan ramai kota Seoul. Seorang gadis menggigil kedinginan, merapatkan sweater warna birunya, berdiri di depan sebuah kafe menunggu seseorang. Tangannya menengadah berusaha menangkap buliran – buliran air hujan saat tiba – tiba seorang laki – laki memeluknya, mendaratkan ciuman di keningnya seraya mengangsurkan setangkai bunga tulip sebelum akhirnya menggandeng lengan gadis itu berlari di bawah naungan jasnya menuju mobil berwarna silver.
    Secangkir caffelatte dan sepotong strawberry cake. Semerbak wangi keduanya membaur dengan bau parfum yang mendamaikan hati kedua insan manusia yang selalu menghabiskan waktu yang mereka punya sebaik mungkin dengan saling membuka hati masing – masing. Dua pasang mata yang selalu menatap penuh kasih, jari jemari saling bertautan dan senyum  yang selalu tersunggging menularkan kebahagiaan mereka pada pengunjung kafe bahkan selalu mendapatkan setangkai mawar dari pemilik kafe.
    Di tempat yang sama dimana deretan pohon sakura menghujani kelopak pinknya, dedaunan mulai menguning, sinar matahari begitu menyilaukan berusaha menyaingin hembusan angin dingin. Kedua insan yang selalu bahagia itu kini terlibat pertengkaran, dua pasang mata yang biasanya penuh cinta itu berubah dengan kesakitan dan kesedihan, tidak ada senyum hanya ada air mata. Sepasang lengan yang biasanya merengkuh tubuh mungil gadis itu penuh kasih kini melunglai tak berdaya. Menatap pilu kepergian gadis yang dia tahu takkan lagi bisa dia kejar.
Setangkai bunga tulip
Sebuah kalung berliontin malaikat
Secangkir caffelatte
Sepotong strawberry shortcake
Mobil silver
Pelukan yang menghangatkan
Senyum di wajah berlesung pipit
Mata teduhnya
Selembar potret
Dan...... Teuki ataukah Park Jung Soo

Writer pov
PEWARIS TUNGGAL S&J CORP BERTUNANGAN!!!
    Kangin menatap nanar headline surat kabar di tangannya. Dengan gemetar karena amarah dia meremas dan membuang ke lantai kantornya. Bagaimana mungkin pria itu dengan seenaknya bertunangan setelah menghancurkan Shinmin??? Meskipun Shinmin tak mengingatnya, bukan berarti dia bebas melanjutkan hidupnya seakan tak ada yang terjadi.
    Kangin khawatir dengan kondisi Shinmin yang belakangan ini terlihat diam dan menghindarinya. Awalnya dia mengira semua disebabkan berakhirnya hubungan Shinmin dengan Hankyung bulan lalu, kalau saja Hankyung tak menyerahkan kotak harta karun milik Shinmin padanya. Shinmin yang tampak linglung, Hankyung yang mendadak pergi ke China, kotak milik Shinmin dan segelas caffelatte yang tak tersentuh di meja pantry. Hanya satu. Ingatan Shinmin perlahan pulih.
    “Kangin!!” teriakan Chulie yang menerobos masuk membuyarkan lamunan Kangin.
   “Hyung, apa kau tak bisa mengetuk pintu?” dengus Kangin seraya menyentuh dadanya untuk memastikan dia tak terkena serangan jantung karena ulah urakan Chulie.
   “Aiissh... mengetuk pintu tak penting sekarang. Ini... ini.... Jung soo keparat itu...” gerutu Chulie kesal.
   “Arra...” sahut Kangin. Chulie menghempaskan tubuhnya ke sofa di ujung ruangan Kangin. Memijit keningnya.
    “Kau tau??!!”
    “Ung.... aku baca di koran barusan,” kata Kangin melirik koran yang sudah tak berbentuk.
    “Sialan!! Aku bunuh juga orang itu,” gumam Chulie kesal.
   “Hyung, tak ada gunanya membunuh JungSoo. Dia boleh bertunangan dengan siapa pun,” sahut Kangin pelan. Jarinya mengetuk meja kerjanya, gelisah.
   “Tapi...Shinmin...”
   “Shinmin bahkan tak mengingat dia. Kalaupun ingat, tidak mungkin Shinmin mau kembali padanya. Mereka sudah sepakat untuk putus,” kata Kangin memenggal ucapan Heechul. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya.
    “Mereka putus karena Shinmin amnesia,” sanggah Heechul emosi.
    “Menurutmu mereka pasti bersama kalau Shinmin tak amnesia? Shinmin terluka. Bayangkan kalau Shinmin membaca kabar ini kalau dia tak amnesia. Apa yang akan terjadi, Hyung?”
    “Shinmin akan hancur. Aku tahu itu. Tapi.... entahlah.....kondisi Shinmin sama saja, amnesia maupun tidak. Sorot mata yang terluka dan menyedihkan. Mungkin, hatinya masih mengingat JungSoo,” kata Heechul sedih. Dia sering memergoki Shinmin melamun dan entah kenapa setiap dia melihat mata Shinmin, ada luka.
    “Bagaimana kalau ternyata ingatan Shinmin telah kembali??” tanya Kangin menoleh ke arah Heechul yang langsung melompat kaget.
    “Mwo??? Kembali?? Tidak mungkin!!”
   “Hyung, aku melihat Shinmin memandangi kalung pemberian Jungsoo Hyung dan menangisinya. Dan kotak dari Hankyung??? Itu alasan Hankyung memutuskan Shinmin,” jelas Kangin semakin resah. Mereka berdua saling berpandangan. Berusaha menguak tingkah laku Shinmin beberapa hari ini. Bagaimana kalau ini benar? Bagaimana kalau sikap Shinmin bukan patah hati karena putus dari Hankyung??
    “Jadi.....jadi.....”

    Shinmin menaruh ponsel di tangannya ke atas meja dengan gemetar. Ada rasa perih di relung hatinya setelah membaca berita yang barusan terpampang di layar ponselnya. Sudah tidak mungkin baginya untuk meraih lelaki itu. Semua ingatannya sudah pulih, termasuk rasa benci yang dulu ada untuk lelaki itu. Kebencian karena merasa dibohongi, kebencian karena adanya dendam, kebencian yang membuatnya untuk melupakan semuanya. Namun, kebencian itu tidak mampu menghapus perasaannya untuk Teuki atau Jung Soo. Buktinya, saat dia mengingat semuanya kebencian itu entah menguap kemana.
    Hankyung. Perasaan bersalah menyelip di hati Shinmin saat dia memberitahukan semuanya, dan bukannya marah, Hankyung hanya tersenyum dan memeluknya erat. Dia membebaskan dirinya, memberikan sebuah kotak harta karun milik Shinmin yang dia titipkan dulu. Kotak yang berisi kenangan bersama Teuki. Membukanya berarti mengakui bahwa dia masih sangat mencintai lelaki itu.
    Di awal dia amnesia, tidak ada keinginan untuk mencari ingatannya yang hilang. Ada Hankyung di sisinya, yang sedari dulu seingat Shinmin sudah ada di hatinya. Meskipun ada rasa bersalah saat melihat kesedihan di wajah Teuki. Tapi, entah kenapa lambat laun ada perasaan aneh menjalari dirinya. Memaksa untuk mencari jawaban, bukan saja tentang Teuki tapi juga hal – hal yang terlupakan.
    Semuanya terlambat. Teuki sudah melupakannya. Mungkin saja selama ini Teuki tidak pernah benar – benar tulus mencintainya. Terakhir kali mereka bertemu tidak ada kata bantahan dari mulut Teuki terhadap tuduhannya. Saat Teuki melepaskan tangannya di Jeju dulu itu, Teuki pergi meninggalkannya. Maaf. Hanya maaf. Permintaan maaf yang Shinmin tidak tahu maknanya saat itu.
Terakhir kali. Untuk terakhir kali dia ingin bertemu dengan Teuki. Untuk mengatakan maaf. Ya, maaf.
    “Min...Shinmin...Shinmin!!” tegur Hyun Ra. Tepukan pelan di pundaknya membangunkan Shinmin dari lamunan. Saat ditolehnya, ekspresi Hyun Ra memberinya jawaban tanpa bertanya. Berita itu.
    “Aku sudah tahu,” kata Shinmin seraya duduk di kursi. Hyun Ra mengambil kursi di sebelah Shinmin dan tak melepas tatapan ke sahabatnya itu.
     “Kau tak apa – apa?” diraih dan digenggamnya tangan Shinmin yang terasa dingin.
    “Bohong kalau aku bilang tak apa, rasanya sakit. Kenapa sekarang?” Shinmin tertunduk menatap sandal rumahnya. Dihela napas panjang.
   “Shinmin...... sudah sejak awal aku katakan, untuk tidak berusaha mengingatkan tentang Teuki oppa. Bukan karena kau membencinya, tapi karena kau sangat mencintai oppa. Aku tidak mau kau terluka lagi,” kata Hyun Ra sedih.
    Dia hampir kena serangan jantung saat suatu sore Shinmin mengetuk pintu apartemennya dengan kondisi basah kuyup. Dia kira Shinmin habis bertengkar dengan Hankyung oppa, ternyata lebih dari itu, Shinmin mendapatkan kembali ingatannya.
   “Aku ingin bertemu dengannya,” kata Shinmin menatap Hyun Ra yang langsung bengong.
   “Untuk apa??? Apa tak cukup kau menyakiti dirimu sendiri?” tanya Hyun Ra setelah lepas dari rasa kagetnya.
   “Aku berutang maaf padanya, Hyun Ra. Maaf yang seharusnya aku ucapkan karena telah menyakitinya,” kata Shinmin lirih. Ada kristal bening di sudut matanya. Hyun Ra mengelus punggung tangan Shinmin lembut.
    “Menyakitinya?”
    “Aku mengenal oppa dengan sangat baik. Diapun terluka melihatku saat itu, lebih dari rasa sakit yang aku rasakan. Aku melihatnya dengan jelas tapi menutup mata karena emosi. Aku tahu tidak akan bisa bersama oppa lagi, aku hanya ingin dia lepas dari rasa bersalahnya. Itu saja. Aku akan katakan kalau aku baik – baik saja,” jelas Shinmin. Dia sudah memikirkan hal ini semenjak hari dimana dia mengingat semuanya. Rasa sakit itu, rasa sayang itu, rasa sedih itu. Dan tatapan mata Teuki di hari terakhir mereka bertemu sudah memberinya banyak jawaban.
    “Shinmin...... apa kau yakin?”
    “Ya,” angguk Shinmin mantap. Hyun Ra menghela napas panjang.
   “Baiklah. Ayo, kita pergi menemuinya sekarang,” seru Hyun Ra seraya menarik lengan Shinmin untuk bangkit dari duduk. Ragu, Shinmin meraih jaketnya dan mengikuti Hyun Ra.

    Teuki melirik arloji di pergelangan tangannya, jengkel melihat jarum jam tak juga bergerak sedari tadi. Rasanya ingin sekali kabur dari ruangan kantor yang terasa pengap sejak beberapa saat setelah berita tentang pertunangannya tersiar. Ditarik laci kedua di mejanya dan menarik keluar sebuah bingkai poto yang tersembunyi dibawah berkas – berkasnya. Potret seorang gadis. Shinmin.
    Sudah hampir setahun dia tidak melihat gadis itu. Apakah dia baik – baik saja? Apakah dia bahagia dengan Hankyung? Apakah ingatannya belum pulih? Ah... seandainya ingatan gadis itu pulih pasti akan berdiri di hadapannya entah mengutuk atau mengguyur segelas kopi ke bajunya.  Tapi, ketika mengingat bagaimana terlukanya gadis itu karena dirinya, dia berharap ingatan itu hilang selamanya.
    Dia merindukan gadis itu. Dengan segala kemanjaan, keusilan dan kebawelannya. Penyesalan yang terlambat. Andai....ah... terlalu banyak andai di otaknya. Bahkan sampai terakhir dia berbohong pada gadis itu dengan alasan demi kebaikan gadis itu. Benarkah?? Apa bukan demi dirinya sendiri yang takut menghadapi kenyataan pahit itu? Betapa dilupakan terasa menyakitkan sekali, bahkan rasa nyeri itu masih terasa hingga kini di ulu hatinya. Terlebih saat musim semi datang.
    Kalau menuruti emosi, dia ingin berlari ke hadapan Shinmin dan merengkuhnya. Jung Soo menggeleng, berusaha membuang pikirannya. Perlahan, kembali disisipkan potret Shinmin ke tempat semula. Sudah waktunya dia berjalan sendiri, tanpa Shinmin.
    Tatapan Jung Soo teralihkan oleh kedip di layar ponselnya. Sebuah pesan dari.... Hyun Ra??!!! Secepat kilat diraihnya ponsel dan membaca pesan singkat, tergesa meraih jas dari kursi dan melesat keluar ruangan, tanpa mempedulikan tatapan asistennya yang kebingungan.
Oppa, Shinmin ingin bertemu. Di tempat biasa.

    Shinmin berdiri dengan gelisah. Di tendangnya dedaunan di ujung sepatu boots coklatnya. Tak jauh dari dia berdiri, Hyun Ra duduk diam di sebuah bangku taman. Sesekali melirik jalanan berharap sosok yang mereka tunggu segera datang. Hyun Ra meringis kalau teringat bahwa Jung Soo sudah bertunangan 2 hari lalu   , apakah pertemuan mereka hari ini akan mengubah semuanya? Shinmin boleh saja berkata dia akan melepaskan Jung Soo oppa, hanya ingin meminta maaf. Tapi, apakah Jung Soo akan melepaskan Shinmin lagi????
    “Bagaimana kalau oppa lupa tempat biasa yang dimaksud?” tanya Shinmin tidak bisa menutupi kegelisahannya.
    “Kau mungkin saja tidak ingat, tapi, oppa???? Tidak... dia tak akan lupa. Tenang saja, sebentar lagi dia akan datang,” sahut Hyun Ra terkekeh geli. Dia yakin Jung Soo tidak akan pernah melupakan tempat ini. Beberapa kali dia memergoki lelaki itu duduk di sebuah bangku, termenung.
    “Apa aku egois jika berharap oppa kembali padaku?” tanya Shinmin menatap ujung bootsnya. Beberapa lembar daun maple jatuh.
    “Bukankah itu wajar dalam memperjuangkan cinta?” Hyun Ra balik bertanya. Kemana hilangnya sahabat pemberaninya itu? Shinmin diam.
    “Bagaimana kalau dia sudah tidak mencintaiku lagi? Melupakanku?” akhirnya dikeluarkan apa yang selama ini menghantui pikirannya.
    “Apa kata hatimu, Shinmin?”
    “Entahlah....”
    “Menurutmu dia akan datang?” tanya Shinmin lagi. Di tolehnya Hyun Ra yang sedang memandang ke arah lain.
    “Pasti,” jawabnya pendek.
    “Bagaimana kau yakin?”
    “Karena dia sedang berlari kesini,” sahut Hyun Ra tersenyum pada Shinmin lalu menoleh kembali pada satu sosok yang sedang berlari kecil ke arah mereka. Shinmin mengikuti arah pandang Hyun Ra. Itu dia......
    Dia, orang yang selama ini dia lupakan tapi tidak demikian dalam hatinya.  Rambut cepak berwarna coklat itu, mata almond itu, sorot mata teduh itu, lesung pipit itu, senyum itu.... Mata Shinmin tidak bisa beralih dari sosok yang semakin mendekat itu. Langkah panjang Jung Soo berubah menjadi lambat, seraya mengatur napas dan debaran jantungnya, dia berjalan mendekati Shinmin yang masih mematung.
    “Shinmin...” panggil Jung Soo hampir berbisik. Rasanya tidak bisa percaya dengan apa yang dia lihat. Gadis yang dia rindukan, berdiri di hadapannya. Sekuat tenaga dia menahan dorongan untuk memeluk gadis itu.
    Mereka berdua hanya saling pandang, tanpa satu patah kata yang keluar. Shinmin nampak gelisah, berulang kali Jung Soo memergoki tangan Shinmin memilin ujung jaket berwarna biru miliknya. Tidak ada yang berubah dari gadis itu. Apakah ingatannya sudah kembali karena itukah dia ingin bertemu? Atau ada hal lainnya? Antara rasa takut dan penasaran menyelimuti hati Jung Soo.
    “Shinmin, apa kabar?” akhirnya Jung soo mampu bicara.
    “Baik. Oppa?”
    “Seperti biasa. Apa...ingatanmu..” ragu, Jung Soo bertanya. Shinmin mengangguk pelan.
    “Ya, aku ingat semuanya,” sahut Shinmin. Binar mata Jung Soo mengelam.  
    “Shinmin.....”
    “Setahun lalu, di Jeju, oppa bilang akan kembali padaku kalau ingatanku kembali. Oppa ingat itu?” suara Shinmin bergetar. Lelaki di hadapannya ini bukan miliknya lagi. Apa dia tak terlalu egois? Jung Soo maju selangkah. Dia ingin membelai kepala Shinmin namun tanganya berhenti di udara.
    “Shinmin, apa kau tahu penyebab semua itu? Kecelakaan itu? Amnesiamu? Itu semua karena oppa,” kata Jung Soo sedih. Dia tidak mau Shinmin mengingat hal buruk itu, lebih tak ingin lagi berbohong pada gadis itu seperti yang pernah dia lakukan.
    “Bukan. Itu bukan karena oppa. Tapi karena Shinmin...”
   “Karena Shinmin tidak ingin mengingat oppa, karena oppa sudah menyakitimu,” potong Jung Soo. Rasa nyeri kembali menyerang dadanya.
   “Bukan.... Shinmin ingat semuanya, oppa. Termasuk perasaan Shinmin. Rasa takut kehilangan oppa, rasa takut dengan perasaan oppa pada Shinmin. Aku takut oppa tidak pernah mencintai Shinmin, untuk itu aku berharap amnesia. Maaf..” jelas Shinmin lirih. Ditatapnya lelaki di depannya itu. Jung Soo mengerjapkan matanya, masih berusaha mencerna apa yang barusan dia dengar.
    “Shinmin... tidak ada yang perlu dimaafkan, kau tidak bersalah apapun. Oppa dibutakan rasa amarah, dendam, dan ketika oppa menyadari perasaan oppa padamu, semua terlambat. Kau bahkan tidak mengingat oppa, itu hukuman bagi oppa. Oppa yang harusnya minta maaf padamu. Oppa terlalu banyak menyakitimu,” kata Jung Soo. Diraih dan digenggamnya tangan Shinmin. Dirasakan tangan mungil itu sedikit gemetar.
    “Oppa....”
   “Satu hal yang perlu kau tahu, setiap kebersamaan kita, tidak ada satupun kebohongan,” kata Jung Soo menyakinkan Shinmin. Ditatapnya tepat manik mata Shinmin, menangkap bayangannya sendiri di bola mata hitam itu.
     “Aku tahu semua sudah terlambat, jalan kita sudah berbeda. Shinmin hanya ingin mengucapkan semoga berbahagia pada oppa. Shinmin tidak ingin oppa selalu merasa bersalah, Shinmin baik – baik saja,” kata Shinmin seraya memalingkan wajahnya.
    “Oppa bahagia melihat kau baik – baik saja, senyum itu.... oppa merindukannya.”
    “Shinmin juga merindukan oppa.”
    Diraihnya tubuh Shinmin ke dalam pelukannya. Dan Shinmin menghirup dalam – dalam wangi yang dia rindukan, wangi mint. Untuk terakhir kalinya. Karena mungkin tidak akan ada lagi kesempatan untuknya memiliki Jung Soo. Hal yang sama dirasakan oleh Jung Soo, asalkan Shinmin bahagia, dia akan melepaskannya. Kali ini, biarkan kali ini saja, waktu berhenti, untuk mereka berdua.

    Epilog
   Bulir sakura berjatuhan di halaman rumah Hyun Ra. Berkali – kali dia bersin dan membersihkan buliran sakura itu dari rambutnya dengan jengkel. Dia benci sekali dengan musim semi. Buliran sakura, serbuk bunga, cuaca yang tak menentu, musim liburan yang sibuk. Entahlah, dia lebih suka musim dingin.
    Hyun Ra baru saja akan menutup pintu gerbang ketika sosok Sungmin keluar dari mobil sport berwarna putih dan melambai ke arahnya. Bergegas Hyun Ra berjalan ke arah sahabatnya dan memberengut kesal.
    “Garden party??!! Kau dengar itu?!!” teriaknya kesal sambil mengibaskan gaun panjang berwarna hijau yang dia pakai, berusaha mengusir bulir sakura yang bandel.
    “Hahahahaha...” Sungmin hanya terkekeh tanpa berniat membantu Hyun Ra.
    “Apa mereka berniat menyiksaku?” sungut Hyun Ra lagi seraya masuk ke dalam mobil Sungmin.
    “Ayolaaah.... ini cocok untuk mereka berdua. Spring... love in the air..” seru Sungmin kalem setelah duduk di belakang kemudi. Cengiran lebar menghiasi wajahnya.
    “Love in the air katamu??!!! Ingatkan aku untuk memukul kepalamu,” gerutu Hyun Ra kesal. Dia mengipasi wajahnya yang memerah dengan sebuah undangan berwarna biru yang awalnya tergeletak di dashboard mobil Sungmin.
     “Sudahlah, nanti kita terlambat. Kau tau kan, dia lebih mengerikan daripada musim semi ini,” kata Sungmin tertawa. Hyun Ra mengangguk setuju.
    “Kau benar. Kajja..”

SAVE THE DATE
02.02.2011
PARK JUNG SOO
&
KIM SHINMIN


No comments:

Post a Comment