“Kau harus putus hubungan dengannya!!” kata
Kangin oppa tegas. Aku tersentak kaget mendengar nada oppa yang serius dan
tegas sekaligus terluka.
“Tapi kenapa, oppa? Kenapa Shinmin harus
putus dengan Teuki oppa?” desakku ingin tahu. Aku ga mau putus begitu saja
dengan Teuki oppa meskipun demi Kangin oppa sekalipun.
“Shinmin, apa kau tahu siapa dia?” Kangin
oppa menanyakan sesuatu yang tak kumengerti maksudnya.
“Tentu saja Shinmin tahu,” sahutku heran.
Bagaimana aku tidak tahu tentang Teuki oppa yang merupakan kekasihku?
“Dia bilang padamu siapa namanya?” lagi –
lagi Kangin oppa memberikan pertanyaan yang aneh dan makin membuatku bingung.
“Lee Teuk. Emang kenapa?” jawabku menatap
Kangin oppa heran. Dia menghela napas panjang dan balik menatapku tajam.
Memangnya dia harus mengaku bernama siapa? Eunhyuk? Yunho?? Emang Lee Teuk kan
namanya.
“Apa kau tahu siapa dia yang sebenarnya??”
bentak Kangin oppa marah membuatku terperanjat. Mata oppa yang biasanya lembut
kini berkilat menakutkan. Seumur hidupku, baru kali ini mendapati Kangin oppa
marah. Dengan alasan yang tak kumengerti.
“Apa maksud oppa?”
“Oppa ga mau tahu, kau harus putus
dengannya. Mulai hari ini oppa atau Chulie hyung akan mengantar dan
menjemputmu, kau tidak boleh keluar dari rumah apalagi bertemu dengannya lagi.
Arraseo??!!” ultimaltum Kangin oppa. Setelah mengeluarkan ancamannya dia
beranjak pergi meninggalkanku termangu dalam kebingungan di ruang keluarga.
Saat aku menoleh dia sudah menghilang dari balik pintu dan terlihat marah
sekali.
“Oppa!!” panggilku seraya mengejarnya. Di
depan pintu HanKyung oppa mencekal lenganku mencegah langkah kakiku mengejar
Kangin oppa.
“Biarkan saja dia sendiri dulu. Dia masih
butuh waktu,” saran HanKyung oppa. Sayup aku mendengar deru mesin mobil Kangin
oppa. Aku menoleh pada HanKyung oppa.
“Tapi kenapa, oppa? Shinmin ga ngerti.
Oppa, beritahu Shinmin ada apa sebenarnya,” kataku lirih. Dadaku sesak, ada
setumpuk bebatuan seakan dijejalkan ke dalamnya membuat sulit bernapas.
Tanganku mencengkeram lengan HanKyung oppa kuat – kuat.
“Oppa tidak dalam posisi tepat untuk
memberitahukannya padamu. Untuk saat ini, Shinmin menuruti saja apa kata
Kangin. Semua demi kebaikan Shinmin juga. Shinmin harus tahu, semua yang Kangin
dan Chulie lakukan semata karena menyayangimu,” kata HanKyung oppa
menasehatiku. Ditepuknya pundakku pelan berusaha memberikan aku kekuatan.
Nyaris aku jatuh karena limbung, dengan sigap HanKyung oppa menangkap tubuhku
dan memelukku. Mengusap belakang kepalaku dengan lembut.
“Hiks hiks..oppa….ottoke?? Shinmin ga mau
putus dengan Teuki oppa,” rintihku diantara sedu sedan. Air mata tak lagi bisa
aku tahan, kini membasahi kemeja HanKyung oppa.
“Ya..ya..oppa tahu…..” kata HanKyung oppa
lembut. Kubiarkan tubuhku dalam pelukan HanKyung oppa, kubiarkan emosiku
tumpah, kubiarkan semua luka itu mengalir keluar. Dan seperti seorang kakak
yang bijaksana, HanKyung oppa mampu menenangkanku.
Awal dari tragedi ini adalah pesta ulang
tahunku ke 22, minggu lalu.
Semua berjalan sesuai rencana, sahabat
terdekat dan keluargaku berkumpul di rumah. Tinggal menunggu Teuki oppa yang
memberitahukan lewat telephon dia akan sedikit terlambat karena masih ada rapat
di kantornya. Wajahku yang bersemu merah dan memancarkan keceriaan yang tidak
wajar membuat kedua oppaku curiga dan tak hentinya menginterogasiku. Apalagi
ketika omma menyuruhku memotong kue ulang tahun aku menolak dengan mengatakan
masih menunggu seseorang. Gagal mengorek informasi dari mulutku, giliran Hyun
Ra, sahabatku menjadi sasaran berondongan pertanyaan Chulie oppa. Membuat
sahabatku gelagapan bingung mesti menjawab apa karena pada kenyataannya dia
juga tidak tahu menahu perihal kekasih misteriusku. Hyun Ra menghela napas lega
saat Hyeon Nae onnie menyeret Chulia oppa dan menyuruhnya tutup mulut. Berbeda
dengan Kangin oppa yang diam tak mengeluarkan suara hanya menatapku tajam.
Tak
lama kemudian mobil Teuki oppa terdengar memasuki halaman rumahku. Dia
melangkah keluar dari mobil dan berjalan masuk menuju tempat aku berdiri dengan
penuh percaya diri. Sebuket bunga mawar merah ditangannya melengkapi
penampilannya yang memakai jas berwarna putih. Lalu dia menyerahkan buket mawar
dan sebuah kotak saat memberiku ucapan selamat ulang tahun. Bahkan dengan
berani mencium pipiku membuat wajahku makin merah saja. Seperti melihat seorang
pangeran dari negeri dongeng. Semua mata memandang ke arahnya, terlebih Hyun Ra
yang terkejut setengah mati mendapati direktur tempat dia magang adalah
kekasihku. Terlambat aku sadari reaksi Chulie oppa dan Kangin oppa yang seperti
melihat hantu. Nampak kaku dan Kangin oppa bahkan mengatupkan rahangnya kuat –
kuat seakan menahan marah saat aku mengenalkan Teuki oppa pada mereka. Saling
menyebutkan nama tanpa sedikit senyum dari mereka bertiga. Hanya sambutan appa
dan omma yang terasa hangat.
Sesekali aku memergoki Kangin oppa melirik
tajam pada Teuki oppa atau mereka saling bertukar pandang yang sulit aku ungkapkan
maknanya. Kebenciankah? Apa mungkin mereka saling mengenal sebelumnya? Rasanya
tidak mungkin. Teuki oppa mengatakan bahwa ini adalah kali pertama mereka
bertemu. Ah, sepertinya itu reaksi wajar yang ditunjukkan oleh kedua oppaku
pada kekasih adiknya. Bukan kali ini saja Kangin oppa menunjukkan kebencian
pada seseorang yang dekat denganku. Mayoritas teman lelakiku mundur teratur
dari langkah mereka mendekatiku karena kelakuan Kangin oppa. Teuki oppa nampak
tenang dan sesekali melempar senyum pada kedua oppaku yang terdiam mematung
agak jauh dari kami.
Setelah pesta usai, Kangin oppa maupun
Chulie oppa tidak membahas masalah pertemuan mereka dengan Teuki oppa. Sikap mereka agak berubah padaku, seperti
sedang mengawasi. Setiap kali aku pergi keluar rumah untuk kuliah atau sekedar
bertemu dengan Hyun Ra selalu dipertanyakan secara mendetail, apalagi kalau
pulang kuliah agak terlambat. Mendadak tingkat over protektif mereka menjadi
selevel lebih tinggi. Kalau aku protes pada omma atau appa mereka selalu mengatakan
karena kedua oppaku belum rela melihat aku mempunyai pacar.
Sewaktu aku menceritakan pada Teuki oppa
mengenai sikap Kangin oppa dan Chulie oppa dia hanya tertawa dan menyuruhku
untuk tidak khawatir. Dia bakalan berusaha untuk menarik simpati kedua oppaku
itu dengan berbagai cara. Seandainya dia mempunyai seorang adik perempuan dia
juga akan berlaku sama seperti kedua oppaku itu, melindunginya dengan berbagai
cara, rela mengorbankan apapun juga demi kebahagiaan sang adik. Makanya dia
mengerti dan maklum dengan sikap kedua oppaku yang berlebihan. Perkataan Teuki
oppa mampu menenangkanku.
Seandainya masalah sesederhana ucapan Teuki
oppa mungkin aku takkan segalau ini. Bagai bola salju yang makin membesar, pada
akhirnya menelanku. Seperti itulah kemarahan terpendam Kangin oppa. Ga ada
angin ga ada hujan tiba – tiba saja menyuruhku memutuskan hubungan dengan Teuki
oppa, tanpa memberikan alasan yang bisa aku terima secara logika. Setelah hari
ulang tahunku mereka memang sempat ketemu tanpa sengaja di kampusku saat
mendadak Kangin oppa muncul menjemputku dan kebetulan Teuki oppa juga ada di
sana dengan tujuan sama. Mereka saling menatap dan dengan tersenyum Teuki oppa
menyilahkan Kangin oppa membawaku pulang. Sikap mereka membuatku bingung.
“Shinmin, antar makanan ini ke oppamu di
rumah sakit,” kata omma suatu siang. Di atas meja depan omma sudah rapi rantang
berisi makanan. Aku menggeleng keras. Baru bangun tidur udah dapat mimpi buruk.
Rumah sakit??? No way!!!
“Omma, Shinmin ogah ke rumah sakit. Lagian
ngapain pake ngantar makanan buat oppa??” kataku mengelak. Omma kayak ga ngerti
aja kalau aku anti rumah sakit, sakit aja maunya dirawat di rumah, ini malah
disuruh ngantar makanan. Tau gitu tadi aku tidur sampai sore.
“Kasihan oppamu, dia semalam ada operasi
besar dan sekarang harus langsung jaga. Pasti tidak sempat makan, kau tahu
sendiri oppamu itu paling malas jaga kesehatannya sendiri,” jelas omma tak
menggoyahkan pendirianku.
“Omma aja deh yang pergi kesana atau nyuruh
sopir, Shinmin malas, ah!” tolakku. Langsung saja omma naik pitam dan ngomel ga
karuan.
“Aigooo…. Dongsaeng macam apa kau ini!
Oppamu selalu menomor satukan dirimu, ini kamu cuma disuruh ngantar makanan
kayak disuruh maju perang aja,” omel omma kesal seraya mengelap meja makan
secara berlebihan, menyenggol sebotol kecap hingga jatuh terguling.
“Sampai kapan kau menjauhi rumah sakit??
Toh, bangunan itu takkan menggigit atau menelanmu. Buang kenangan buruk itu, ga
selamanya rumah sakit itu identik dengan kematian. Udah sana, bawa makanan ini!
Jangan banyak alasan!!” cerocos omma lagi. Semanyun apapun aku sepertinya tak
menggerakkan hati omma untuk membiarkanku menolak mengantar makanan, malah
semakin keras memaksaku pergi.
“Arrasseo… oke.. oke… Shinmin pergi,”
sahutku kesal. Ku hentakkan kaki saat beranjak pergi.
“Mau kemana kau?” bentak omma saat
melihatku pergi begitu saja ke lantai atas.
“Ganti baju dulu, omma! Ga mungkin kan,
Shinmin pergi pake piyama!” sahutku sedikit ketus. Ada apa sih dengan omma hari
ini? Ga biasanya marah – marah tanpa alasan.
Huh, pasti gara – gara appa kemarin lebih
memilih pergi main golf daripada menemani omma pergi reuni. Kan aku yang kena
jadinya. Seandainya ada HanKyung oppa, aku pasti akan menyeretnya untuk
mengantarku. Sayang sekali dia sedang pergi ke Afrika, entah ngapain. Maen ma
singa Afrika kali!! Dengan masih ngedumel ga karuan aku berganti baju dan 10
menit kemudian turun, meraih rantang makanan dan berpamitan sekilas pada omma
yang juga cemberut.
Aku ga punya SIM, ga punya mobil pribadi
pula, terpaksa untuk ke rumah sakit aku menggunakan taksi. Aku memang ga bisa
menyetir mobil dan juga ga niat belajar, bukan karena appa ga mampu beliin
mobil. Alasan aku ga bisa nyetir berkaitan dengan kenapa aku benci rumah sakit.
12 tahun lalu, tepatnya saat berusia 10 tahun aku mengalami kecelakaan maut
yang mengerikan gara – gara kelalaian seorang pengemudi mobil, sampai sekarang
setiap teringat masih terasa ngilu di hatiku. Kecelakaan sewaktu wisata sekolah
telah merenggut nyawa kedua sahabatku, membuatku koma selama 2 minggu,
memaksaku tinggal di rumah sakit 1 tahun karena luka yang aku dapat teramat
parah. Nyaris cacat.
Selama di rumah sakit itulah aku melihat
sepupuku yang juga ikut dalam kecelakaan itu meregang nyawa tepat di depan
mataku. Setiap malam dihantui oleh bunyi sirine ambulan yang membawa korban
kecelakaan atau orang sakit, lalu melihat begitu banyak kematian, dokter atau
perawat berlalu lalang panik setiap ada kode merah alias emergency. Wajah –
wajah sedih penuh air mata ada di setiap sudut lorong rumah sakit. Bau obat
menyengat tajam membuatku mual. Dan karena harus mendekam di rumah sakit 1
tahun aku harus mengulang kelas. Sejak saat itu aku membenci rumah sakit dan
berjanji takkan menginjakkan kakiku di bangunan berjudul ‘rumah sakit’. Namun kini,
omma malah dengan tega memaksaku bukan hanya menginjakkan kakiku di halaman
rumah sakit tapi MASUK ke dalam rumah sakit itu.
Setengah hati, penuh rasa ragu akupun mulai
melangkahkan kakiku menuju halaman rumah sakit, keringat dingin membasahi
telapak tanganku meski berulang kali sudah aku usapkan ke celana jeansku.
Mendadak berhenti saat di tempat parkir aku melihat mobil Teuki oppa disana.
Seribu tanda tanya menyeruak dalam benakku. Ngapain Teuki oppa disini??
Pertama, dia sakit. Kedua, dia menjenguk seseorang yang sedang dirawat di sini.
Ketiga, dia bertemu dengan Kangin oppa atau Chulie oppa. Tunggu…. Untuk apa dia
bertemu dengan mereka??? Berusaha mengambil hati mereka?? Mencoba bicara baik –
baik tentang hubungan kami? Berantem?? Marah – marah karena kedua oppaku
memaksa kami putus?? Atau…lebih parahnya, dia dipanggil ama oppa untuk diinterogasi dan diultimaltum untuk
menjauhiku.
Bersama segala macam pikiran itu aku
bergegas memasuki pintu rumah sakit, membuang segala macam trauma dan
ketakutanku. Seorang satpam rumah sakit yang mengenalku terheran – heran
melihatku berkeliaran di rumah sakit. Bahkan petugas administrasi di meja depan
terbengong sampai mengacuhkan pasien di depannya saat melihatku melintas. Tak
ada seorangpun pegawai di rumah sakit ini yang tak tahu tentang kebencianku
terhadap rumah sakit. Makanya mereka heran melihatku mendadak muncul disini.
Aigo!! Aku lupa dimana letak ruangan Kangin
oppa dan Chulie oppa. Babo!! Apa perlu aku menelpon mereka? Ah, jangan – jangan
mereka sibuk. Tanya orang lain aja. Segera saja aku menghentikan seorang
perawat yang kebetulan berpapasan denganku dan menanyakan ruangan Kangin oppa
dan Chulie oppa.
“Shinmin-ssi, sedang apa disini?” tanya
perawat yang kuketahui bernama Shinae dari nametag di dadanya.
“Disuruh omma nganterin ini buat oppadeul,
sus,” sahutku mengangkat rantang di tanganku. Dia mengangguk sambil menahan
tawa.
“Sudah tidak takut lagi ke rumah sakit
rupanya. Hebat, Shinmin-ssi,” puji perawat itu membuatku tersenyum masam.
Terpaksa ini tuh, terpaksa!!!
“Mau gimana lagi, terpaksa. Daripada namaku
dicoret dari daftar keluarga ama omma,” jawabku ngasal. Ga mungkin setega itu
omma seandainya aku tetap menolak ke rumah sakit, paling juga di marahin atau
dipotong uang sakuku.
“Oh ya, sus. Ruangan Kangin oppa dan
Heechul oppa di sebelah mana, sih?” lanjutku bertanya. Ingin cepat menghindar
dari perawat ini, aku baru ingat dia perawat yang dulu merawatku selama di
rumah sakit, perawat yang ikut mencariku sewaktu kabur dari rumah sakit ke rumah
kakek. Pantas saja dia sangat mengenalku.
“Kangin-ssi di sebelah sana, sedangkan
Heechul-ssi ada di arah sebaliknya. Saya sedang menuju kantor Heechul-ssi, tapi
tadi dia sepertinya ada di ruangan Kangin-ssi. Jadi sebaiknya Shinmin-ssi
langsung aja ke ruangan Kangin-ssi di sebelah sana,” kata perawat Shinae
memberitahukan. Tangannya menunjukkan arah lorong di depanku yang lumayan
panjang. Setelah mengucapkan terima kasih aku buru – buru melanjutkan langkahku
menyusuri lorong yang nampak sepi ini.
Menurut petunjuk perawat Shinae, di ujung
lorong aku harus belok kanan dan akan menemukan kantor oppa. Tumben Heechul
oppa berkeliaran di kantor Kangin oppa. Eh, bisa saja sih, kan mereka sesama
dokter meskipun di rumah suka berantem demi profesionalitas harus akur di rumah
sakit. Apalagi kalau menyangkut hidup mati seseorang. Ah, kenapa tadi ga tanya
apa ada pasien bernama Lee Teuk atau ada tamu Kangin oppa. Dasar Shimin babo!!
Aish!! Gerutuku ga karuan.
Aigooo…ni lorong kenapa terasa panjang
banget ya? Menyeramkan pula. Sepi gini sih? Ga ada orang lalu lalang, pasien
kek, perawat kek, kerabat pasien kek, atau siapalah asalkan manusia. Bikin
merinding aja, makin bertambah poin untuk membenci rumah sakit. Babo!! Lagi –
lagi aku ngatain diriku sendiri seraya menepuk pelan keningku. Wajar kalau sepi
kan ini sepanjang lorong ga ada kamar rawat pasien kan aku tadi salah ambil
jalan lewat belakang, lorong ini menghubungkan dua divisi penting rumah sakit. Dan kantor oppa ada di antaranya, jika tadi
aku lewat depan pastilah ga akan melewati lorong ini, lebih ramai dan lebih
dekat. Tersesat di rumah sakit milik keluarga sendiri? Memalukan!! Apa kata
dunia??!!
Dr
Kim YoungWoon,SpOT. Dokter bedah ortopedi
Aha!! Akhirnya sampai juga di kantor oppa.
Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruang tunggu yang nampak sepi. Ga ada yang
lagi patah tulang rupanya, makanya ga ada pasien kontrol ke oppa. Hanya ada
seorang dokter assisten oppa sedang mengamati berkas – berkas di mejanya.
Perlahan aku menghampirinya.
“Chae Yon onnie, annyeong…” sapaku berbisik
pelan berusaha tak mengagetkannya.
“Wah…Shinmin??!!” serunya membelalakkan
mata. Ah, hampir semua orang yang aku temui terkaget – kaget melihat
kedatanganku.
“Ngapain kesini?? Tumben… kau sakit??”
tanya Chae Yon onnie memeriksa sekujur tubuhku dengan matanya. Aku menggeleng
pelan dan mengacungkan rantang di tanganku.
“Gara – gara omma takut oppadeul
kelaparan,” gerutuku dengan raut kesal. Chae yon onnie tersenyum kecil. Dia itu
calon murid ayahku tadinya tapi di tengah jalan entah kenapa mendadak pindah
spesialisasi bedah tulang belakang seperti spesialisasi Kangin oppa. Aku
mencium satu motif tersembunyi, pasti gara – gara Kangin oppa deh. Chae Yon
onnie baru dipekerjakan sekitar 2 tahun lalu di rumah sakit ini sebagai
asissten Kangin oppa.
“Aah… pantas kau datang ke tempat
menakutkan ini,” godanya tertawa. Aku tersenyum kecut mendengar ledekan Chae
Yon onnie. Sembari meletakkan rantang ke atas meja Chae Yon onnie aku
celingukan melihat ke arah ruangan oppa.
“Oppamu ada di dalam, Heechul-ssi juga baru
saja sampai. Jangan masuk dulu, masih ada tamu. Sepertinya sahabat kedua oppamu
itu,” beritahu Chae Yon onnie seperti tahu apa yang ada dalam pikiranku.
Sahabat oppa?? Siapa?? Makin membuatku penasaran.
“Shinmin, maaf onnie ga bisa menemanimu, harus
mengantarkan berkas ini ke direktur. Kau ga apa – apa menunggu sendiri disini?”
lanjut Chae Yon onnie seraya berdiri. Aku menoleh ke arahnya sekilas dan
mengangguk. Chae Yon onnie berlalu dari hadapanku, memberikan tepukan pelan di
bahuku sebagai ucapan maaf dan keluar dari ruangan.
Siapa sih, tamu oppa?? Berjingkat pelan aku
mendekati pintu ruangan Kangin oppa berniat ngintip dikit aja. Kebetulan pintu
tak ditutup rapat, ada celah kecil yang bisa aku manfaatin untuk melongok ke
dalam. Aku tak bermaksud menguping cuma ingin tahu siapa di dalam. Terkesiap
kaget, jantungku serasa mau copot saat melihat sosok Teuki oppa di sana
berhadapan dengan Kangin oppa yang nampak marah dan ekspresi Heechul oppa juga
tak kalah menyeramkan. Wah, kecurigaanku benar. Mereka sengaja memanggil Teuki
oppa untuk dimarahi. Awas kalian, oppa!! Desisku kesal. Tanganku yang menempel
di pintu siap membukanya lebih lebar terhenti saat mendengar dengan jelas
percakapan mereka.
“Hyung-nim, apa maumu sebenarnya?” tanya
Kangin oppa menahan emosi.
“Aku…ingin kau merasakan apa yang aku
rasakan,” sahut Teuki oppa santai. Semakin ku tajamkan telingaku, sepertinya
aku salah sangka. Kenapa aku merasa nada suara Teuki oppa barusan sedikit
mengintimidasi, ya?? Apa maksud ucapannya??
“Ini masalah antara kita, jangan libatkan
Shinmin!” nada suara Kangin oppa meninggi dan bergetar menahan marah. Masalah??
Mereka saling mengenalkah sebelumnya? Karena itukah tingkah mereka aneh waktu
ulang tahunku kemarin??? Berarti Teuki oppa berbohong padaku.
“Kau boleh memukulku atau membunuhku
sekalipun. Tapi, jangan sakiti Shinmin,” lanjut Kangin oppa hampir melayangkan
pukulannya ke Teuki oppa. Untung Chulie oppa sigap menahannya.
“Dia sangat berharga bagi kalian, kan.
Karena itu aku melibatkannya,” jawab Teuki oppa sinis membuatku terperangah.
Dia….. dimana kelembutan yang selama ini dia tunjukkan padaku?
“Yah!! Kau!! Lee Teuk… atau aku harus
memanggilmu Park Jung Soo??!!!” bentak Chulie oppa marah. Bagai disambar petir
saat mendengar nama itu meluncur dari bibir Chulie oppa, dia memanggil Teuki
oppa Park Jung Soo????
Brakk…. Klontang..klontang…. rantang di
tanganku terlepas jatuh ke lantai. Wajahku memucat. Mereka bertiga berpaling ke
pintu, terkejut melihatku berdiri di sana.
“Pa…Pa..Park… Jung…Soo????!!!”
-Flashback-
“Shinmin, kenalkan ini pacar oppa. Hyun
Young,” kata Kangin memperkenalkan seorang gadis cantik berambut panjang pada
Shinmin suatu sore saat menjemput Shinmin di tempat les. Gadis bernama Hyun
Young tersenyum sembari mengulurkan tangannya ke arah Shinmin. Senyuman itu
bagai bunga ceri berwarna pink, begitu memikat. Shinmin langsung menyukai onnie
di depannya itu dan membalas senyum.
“Hyun Young,” kata gadis itu menyebutkan
nama. Jemarinya yang lentik meraih jemari Shinmin dan menggenggamnya.
“Shinmin,” kata Shinmin malu – malu. Tangan
kirinya menarik kemeja Kangin, kebiasaan Shinmin setiap bertemu dengan orang
baru.
“Gimana, dia cantik sekali kan,” tanya
Kangin pada Hyun Young sambil memeluk Shinmin yang langsung tertunduk malu.
“Iya…. Seperti apa yang kau ceritakan
padaku,” jawab Hyun Young tersenyum. Kangin tertawa senang merangkul Shinmin
dan menepuk kepalanya.
“Oppa!!” protes Shinmin. Dia benci kalau
sudah diperlakukan seperti anak kecil, dia kan sudah 15 tahun sekarang. Apalagi
ada pacar oppanya di hadapan mereka.
“Aish!! Kau ini emang menggemaskan!!
Kesayangan oppa!!” tanpa mempedulikan protes Shinmin, Kangin mengacak rambut
Shinmin dan mencubit kedua pipinya. Hyun Young tertawa melihat keakraban mereka
berdua.
“Onnie…. Emang benar pacaran ma oppa??
Sudah lama??” tanya Shinmin setelah
berhasil menendang lutut Kangin dan lepas dari pelukannya. Hyun Young
mengangguk.
“Hmmm…
sudah lumayan lama,” sahutnya. Shinmin manggut – manggut, di benaknya dia
bertanya kok bisa orang secantik dan seanggun Hyun Young mau menjadi kekasih
oppanya yang aneh ini. Seakan tahu pikiran Shinmin, Kangin mendelik pada
adiknya yang dibalas leletan lidah.
“Shinmin, kau harus menjaga rahasia ini.
Oke??” pinta Kangin dengan tatapan mengancam. Shinmin mengangguk. Dia ga akan
memberitahukan pada siapapun juga, dia ga sebodoh itu mau kehilangan calon
kakak ipar sebaik dan secantik Hyun Young.
Sejak sore itu mereka bertiga sering jalan
bareng, Hyun Young yang merupakan anak bungsu di keluarganya sama seperti
Shinmin membuat mereka akrab dan cocok satu sama lain. Pergi ke salon atau
butik berdua kalau Kangin sibuk kuliah, curhat tentang cinta pertama Shinmin
pada Hyun Young. Memakai barang kembar, serasa benar – benar mempunyai kakak
perempuan. Rasa sayang dan perhatian Hyun Young pada Shinmin kadang bahkan
lebih besar daripada Kangin, kakak Shinmin sendiri. Itu karena Hyun Young dari
dulu selalu menginginkan seorang adik. Shinmin yang sudah bosan mempunyai kakak
laki – laki gembira bukan kepalang mendapatkan seorang onnie, kalau ada Hyun
Young dia bakal melupakan Kangin dan membuat Kangin keki karenanya. Apa boleh
buat, kedua gadis itu adalah kesayangannya, dia hanya bisa manyun saja.
Kadang – kadang Heechul juga ikut dalam
rombongan itu kalau kebetulan dia pulang dari Amerika. Ini rahasia mereka
berempat. Heechul yang biasanya selalu mengumbar gossip orang lain, untuk kali
ini dia menutup mulutnya rapat – rapat. Dia juga terkena magnet dari Hyun Young
dan selalu memanggilnya ‘adik ipar’, baginya baru pertama kali ini melihat
Kangin tertawa lepas karena seseorang. Kebahagiaan dongsaengnya lebih berharga
dari apapun juga. Sayangnya kebahagiaan serta kebersamaan Shinmin dan Hyun
Young, kekasih kakaknya harus berakhir, seiring tragedi yang menimpa hubungan
dua sejoli itu.
Hubungan tanpa restu itu sudah berjalan
selama 2 tahun, mereka berdua berjuang bersama untuk mendapat restu tapi belum
mendapatkan hasil. Terpaksa harus sembunyi – sembunyi. Segala usaha dikerahkan
untuk memisahkan mereka. Keinginan orang – orang yang ingin memisahkan mereka
dengan keinginan mereka berdua untuk terus bersama sama – sama kuat. Semakin
dikekang, semakin kuat cinta mereka. Hanya satu cara, menjauhkan mereka dengan
paksa. Hyun Young akan dikirim ke Kanada tempat kakaknya dan Kangin ke wajib
militer lebih awal.
Pada hari naas itu, Hyun Young kabur dari
rumah untuk menemui Kangin yang sedang menunggunya di pintu gerbang camp
militer, sekedar mengucapkan salam perpisahan dan berjanji akan saling setia
apapun yang terjadi sampai bertemu kemudian. Hujan mengguyur kota Seoul kala
itu, Hyun Young tak dapat mengendalikan mobilnya dan terjadilah kecelakaan yang
akhirnya merenggut nyawanya. Dan Kangin yang tak tahu menahu, penuh perasaan
getir membalikkan badan dan memasuki camp.
Shinmin dan Heechul diam – diam datang ke
pemakaman Hyun Young. Terpaksa menyamar dan mengaku teman Hyun Young, karena ucapan
duka cita dari keluarga mereka ditolak mentah – mentah, melarang siapapun yang
mempunyai hubungan dengan Kangin untuk menghadiri penghormatan dan pemakaman
Hyun Young, untung tak ada seorangpun keluarga Hyun Young pernah melihat mereka
berdua. Air mata tak bisa dibendung Shinmin, dia kehilangan bukan saja sahabat
tetapi juga seorang onnie yang terlanjur dia cintai, dia sayangi. Hadiah
terakhir dari Hyun Young, sepasang jepit kupu – kupu bertengger manis di rambut
Shinmin.
Senyum Hyun Young diphoto memorialnya
begitu cerah, Shinmin memandang potret itu tak berkedip. Senyum yang meluluhkan
kekerasan hati oppanya, senyum itu yang selalu menyambutnya di tempat parkir
ketika menjemputnya, senyum itu selalu mampu menghapus sedih Shinmin, senyum
yang takkan lagi dia lihat. Senyum terakhir untuk Kangin dua minggu sebelum
mereka dipisahkan. Senyum yang diharapkan Kangin menyambutnya ketika keluar
dari wajib militer. Tak bisa memikirkan bagaimana caranya dia memberitahu
musibah ini pada Kangin.
“Aku!! Park Jung Soo, bersumpah di
hadapanmu… akan membalas setiap tetes air mata, setiap tetes darahmu,
bagaimanapun caranya!! Oppa bersumpah, Hyun Young!!!”
Tiba – tiba seorang laki – laki bersimpuh
di hadapan jenasah Hyun Young dan berteriak dengan penuh marah. Mengejutkan
semua orang yang ada disana. Shinmin tak bisa melihat wajah laki – laki itu,
tapi suaranya mampu membuat Shinmin menggigil ketakutan. Laki – laki itu
diliputi rasa marah dan dendam… pada Kangin. Duduk bersujud dengan punggung
membungkuk dan kedua tangan mengepal meninju lantai berulang kali, seakan ada
bara api keluar dari punggungnya. Dia, Park Jung Soo kakak laki – laki Hyun
Young yang baru datang dari Kanada. Shinmin bisa merasakan tangan Heechul
mengepal kencang di sampingnya.
-------
No comments:
Post a Comment