Saturday, January 23, 2016

COAGULATION: part 3

“Kau harus putus hubungan dengannya!!” kata Kangin oppa tegas. Aku tersentak kaget mendengar nada oppa yang serius dan tegas sekaligus terluka.
“Tapi kenapa, oppa? Kenapa Shinmin harus putus dengan Teuki oppa?” desakku ingin tahu. Aku ga mau putus begitu saja dengan Teuki oppa meskipun demi Kangin oppa sekalipun.
“Shinmin, apa kau tahu siapa dia?” Kangin oppa menanyakan sesuatu yang tak kumengerti maksudnya.

“Tentu saja Shinmin tahu,” sahutku heran. Bagaimana aku tidak tahu tentang Teuki oppa yang merupakan kekasihku?
“Dia bilang padamu siapa namanya?” lagi – lagi Kangin oppa memberikan pertanyaan yang aneh dan makin membuatku bingung.
“Lee Teuk. Emang kenapa?” jawabku menatap Kangin oppa heran. Dia menghela napas panjang dan balik menatapku tajam. Memangnya dia harus mengaku bernama siapa? Eunhyuk? Yunho?? Emang Lee Teuk kan namanya.
“Apa kau tahu siapa dia yang sebenarnya??” bentak Kangin oppa marah membuatku terperanjat. Mata oppa yang biasanya lembut kini berkilat menakutkan. Seumur hidupku, baru kali ini mendapati Kangin oppa marah. Dengan alasan yang tak kumengerti.
“Apa maksud oppa?”
“Oppa ga mau tahu, kau harus putus dengannya. Mulai hari ini oppa atau Chulie hyung akan mengantar dan menjemputmu, kau tidak boleh keluar dari rumah apalagi bertemu dengannya lagi. Arraseo??!!” ultimaltum Kangin oppa. Setelah mengeluarkan ancamannya dia beranjak pergi meninggalkanku termangu dalam kebingungan di ruang keluarga. Saat aku menoleh dia sudah menghilang dari balik pintu dan terlihat marah sekali.
“Oppa!!” panggilku seraya mengejarnya. Di depan pintu HanKyung oppa mencekal lenganku mencegah langkah kakiku mengejar Kangin oppa.
“Biarkan saja dia sendiri dulu. Dia masih butuh waktu,” saran HanKyung oppa. Sayup aku mendengar deru mesin mobil Kangin oppa. Aku menoleh pada HanKyung oppa.
“Tapi kenapa, oppa? Shinmin ga ngerti. Oppa, beritahu Shinmin ada apa sebenarnya,” kataku lirih. Dadaku sesak, ada setumpuk bebatuan seakan dijejalkan ke dalamnya membuat sulit bernapas. Tanganku mencengkeram lengan HanKyung oppa kuat – kuat.
“Oppa tidak dalam posisi tepat untuk memberitahukannya padamu. Untuk saat ini, Shinmin menuruti saja apa kata Kangin. Semua demi kebaikan Shinmin juga. Shinmin harus tahu, semua yang Kangin dan Chulie lakukan semata karena menyayangimu,” kata HanKyung oppa menasehatiku. Ditepuknya pundakku pelan berusaha memberikan aku kekuatan. Nyaris aku jatuh karena limbung, dengan sigap HanKyung oppa menangkap tubuhku dan memelukku. Mengusap belakang kepalaku dengan lembut.
“Hiks hiks..oppa….ottoke?? Shinmin ga mau putus dengan Teuki oppa,” rintihku diantara sedu sedan. Air mata tak lagi bisa aku tahan, kini membasahi kemeja HanKyung oppa.
“Ya..ya..oppa tahu…..” kata HanKyung oppa lembut. Kubiarkan tubuhku dalam pelukan HanKyung oppa, kubiarkan emosiku tumpah, kubiarkan semua luka itu mengalir keluar. Dan seperti seorang kakak yang bijaksana, HanKyung oppa mampu menenangkanku.

Awal dari tragedi ini adalah pesta ulang tahunku ke 22, minggu lalu.
Semua berjalan sesuai rencana, sahabat terdekat dan keluargaku berkumpul di rumah. Tinggal menunggu Teuki oppa yang memberitahukan lewat telephon dia akan sedikit terlambat karena masih ada rapat di kantornya. Wajahku yang bersemu merah dan memancarkan keceriaan yang tidak wajar membuat kedua oppaku curiga dan tak hentinya menginterogasiku. Apalagi ketika omma menyuruhku memotong kue ulang tahun aku menolak dengan mengatakan masih menunggu seseorang. Gagal mengorek informasi dari mulutku, giliran Hyun Ra, sahabatku menjadi sasaran berondongan pertanyaan Chulie oppa. Membuat sahabatku gelagapan bingung mesti menjawab apa karena pada kenyataannya dia juga tidak tahu menahu perihal kekasih misteriusku. Hyun Ra menghela napas lega saat Hyeon Nae onnie menyeret Chulia oppa dan menyuruhnya tutup mulut. Berbeda dengan Kangin oppa yang diam tak mengeluarkan suara hanya menatapku tajam.
 Tak lama kemudian mobil Teuki oppa terdengar memasuki halaman rumahku. Dia melangkah keluar dari mobil dan berjalan masuk menuju tempat aku berdiri dengan penuh percaya diri. Sebuket bunga mawar merah ditangannya melengkapi penampilannya yang memakai jas berwarna putih. Lalu dia menyerahkan buket mawar dan sebuah kotak saat memberiku ucapan selamat ulang tahun. Bahkan dengan berani mencium pipiku membuat wajahku makin merah saja. Seperti melihat seorang pangeran dari negeri dongeng. Semua mata memandang ke arahnya, terlebih Hyun Ra yang terkejut setengah mati mendapati direktur tempat dia magang adalah kekasihku. Terlambat aku sadari reaksi Chulie oppa dan Kangin oppa yang seperti melihat hantu. Nampak kaku dan Kangin oppa bahkan mengatupkan rahangnya kuat – kuat seakan menahan marah saat aku mengenalkan Teuki oppa pada mereka. Saling menyebutkan nama tanpa sedikit senyum dari mereka bertiga. Hanya sambutan appa dan omma yang terasa hangat.
Sesekali aku memergoki Kangin oppa melirik tajam pada Teuki oppa atau mereka saling bertukar pandang yang sulit aku ungkapkan maknanya. Kebenciankah? Apa mungkin mereka saling mengenal sebelumnya? Rasanya tidak mungkin. Teuki oppa mengatakan bahwa ini adalah kali pertama mereka bertemu. Ah, sepertinya itu reaksi wajar yang ditunjukkan oleh kedua oppaku pada kekasih adiknya. Bukan kali ini saja Kangin oppa menunjukkan kebencian pada seseorang yang dekat denganku. Mayoritas teman lelakiku mundur teratur dari langkah mereka mendekatiku karena kelakuan Kangin oppa. Teuki oppa nampak tenang dan sesekali melempar senyum pada kedua oppaku yang terdiam mematung agak jauh dari kami.
Setelah pesta usai, Kangin oppa maupun Chulie oppa tidak membahas masalah pertemuan mereka dengan Teuki oppa.  Sikap mereka agak berubah padaku, seperti sedang mengawasi. Setiap kali aku pergi keluar rumah untuk kuliah atau sekedar bertemu dengan Hyun Ra selalu dipertanyakan secara mendetail, apalagi kalau pulang kuliah agak terlambat. Mendadak tingkat over protektif mereka menjadi selevel lebih tinggi. Kalau aku protes pada omma atau appa mereka selalu mengatakan karena kedua oppaku belum rela melihat aku mempunyai pacar.
Sewaktu aku menceritakan pada Teuki oppa mengenai sikap Kangin oppa dan Chulie oppa dia hanya tertawa dan menyuruhku untuk tidak khawatir. Dia bakalan berusaha untuk menarik simpati kedua oppaku itu dengan berbagai cara. Seandainya dia mempunyai seorang adik perempuan dia juga akan berlaku sama seperti kedua oppaku itu, melindunginya dengan berbagai cara, rela mengorbankan apapun juga demi kebahagiaan sang adik. Makanya dia mengerti dan maklum dengan sikap kedua oppaku yang berlebihan. Perkataan Teuki oppa mampu menenangkanku.
Seandainya masalah sesederhana ucapan Teuki oppa mungkin aku takkan segalau ini. Bagai bola salju yang makin membesar, pada akhirnya menelanku. Seperti itulah kemarahan terpendam Kangin oppa. Ga ada angin ga ada hujan tiba – tiba saja menyuruhku memutuskan hubungan dengan Teuki oppa, tanpa memberikan alasan yang bisa aku terima secara logika. Setelah hari ulang tahunku mereka memang sempat ketemu tanpa sengaja di kampusku saat mendadak Kangin oppa muncul menjemputku dan kebetulan Teuki oppa juga ada di sana dengan tujuan sama. Mereka saling menatap dan dengan tersenyum Teuki oppa menyilahkan Kangin oppa membawaku pulang. Sikap mereka membuatku bingung.

“Shinmin, antar makanan ini ke oppamu di rumah sakit,” kata omma suatu siang. Di atas meja depan omma sudah rapi rantang berisi makanan. Aku menggeleng keras. Baru bangun tidur udah dapat mimpi buruk. Rumah sakit??? No way!!!
“Omma, Shinmin ogah ke rumah sakit. Lagian ngapain pake ngantar makanan buat oppa??” kataku mengelak. Omma kayak ga ngerti aja kalau aku anti rumah sakit, sakit aja maunya dirawat di rumah, ini malah disuruh ngantar makanan. Tau gitu tadi aku tidur sampai sore.
“Kasihan oppamu, dia semalam ada operasi besar dan sekarang harus langsung jaga. Pasti tidak sempat makan, kau tahu sendiri oppamu itu paling malas jaga kesehatannya sendiri,” jelas omma tak menggoyahkan pendirianku.
“Omma aja deh yang pergi kesana atau nyuruh sopir, Shinmin malas, ah!” tolakku. Langsung saja omma naik pitam dan ngomel ga karuan.
“Aigooo…. Dongsaeng macam apa kau ini! Oppamu selalu menomor satukan dirimu, ini kamu cuma disuruh ngantar makanan kayak disuruh maju perang aja,” omel omma kesal seraya mengelap meja makan secara berlebihan, menyenggol sebotol kecap hingga jatuh terguling.
“Sampai kapan kau menjauhi rumah sakit?? Toh, bangunan itu takkan menggigit atau menelanmu. Buang kenangan buruk itu, ga selamanya rumah sakit itu identik dengan kematian. Udah sana, bawa makanan ini! Jangan banyak alasan!!” cerocos omma lagi. Semanyun apapun aku sepertinya tak menggerakkan hati omma untuk membiarkanku menolak mengantar makanan, malah semakin keras memaksaku pergi.
“Arrasseo… oke.. oke… Shinmin pergi,” sahutku kesal. Ku hentakkan kaki saat beranjak pergi.
“Mau kemana kau?” bentak omma saat melihatku pergi begitu saja ke lantai atas.
“Ganti baju dulu, omma! Ga mungkin kan, Shinmin pergi pake piyama!” sahutku sedikit ketus. Ada apa sih dengan omma hari ini? Ga biasanya marah – marah tanpa alasan.
Huh, pasti gara – gara appa kemarin lebih memilih pergi main golf daripada menemani omma pergi reuni. Kan aku yang kena jadinya. Seandainya ada HanKyung oppa, aku pasti akan menyeretnya untuk mengantarku. Sayang sekali dia sedang pergi ke Afrika, entah ngapain. Maen ma singa Afrika kali!! Dengan masih ngedumel ga karuan aku berganti baju dan 10 menit kemudian turun, meraih rantang makanan dan berpamitan sekilas pada omma yang juga cemberut.
Aku ga punya SIM, ga punya mobil pribadi pula, terpaksa untuk ke rumah sakit aku menggunakan taksi. Aku memang ga bisa menyetir mobil dan juga ga niat belajar, bukan karena appa ga mampu beliin mobil. Alasan aku ga bisa nyetir berkaitan dengan kenapa aku benci rumah sakit. 12 tahun lalu, tepatnya saat berusia 10 tahun aku mengalami kecelakaan maut yang mengerikan gara – gara kelalaian seorang pengemudi mobil, sampai sekarang setiap teringat masih terasa ngilu di hatiku. Kecelakaan sewaktu wisata sekolah telah merenggut nyawa kedua sahabatku, membuatku koma selama 2 minggu, memaksaku tinggal di rumah sakit 1 tahun karena luka yang aku dapat teramat parah. Nyaris cacat.
Selama di rumah sakit itulah aku melihat sepupuku yang juga ikut dalam kecelakaan itu meregang nyawa tepat di depan mataku. Setiap malam dihantui oleh bunyi sirine ambulan yang membawa korban kecelakaan atau orang sakit, lalu melihat begitu banyak kematian, dokter atau perawat berlalu lalang panik setiap ada kode merah alias emergency. Wajah – wajah sedih penuh air mata ada di setiap sudut lorong rumah sakit. Bau obat menyengat tajam membuatku mual. Dan karena harus mendekam di rumah sakit 1 tahun aku harus mengulang kelas. Sejak saat itu aku membenci rumah sakit dan berjanji takkan menginjakkan kakiku di bangunan berjudul ‘rumah sakit’. Namun kini, omma malah dengan tega memaksaku bukan hanya menginjakkan kakiku di halaman rumah sakit tapi MASUK ke dalam rumah sakit itu.
Setengah hati, penuh rasa ragu akupun mulai melangkahkan kakiku menuju halaman rumah sakit, keringat dingin membasahi telapak tanganku meski berulang kali sudah aku usapkan ke celana jeansku. Mendadak berhenti saat di tempat parkir aku melihat mobil Teuki oppa disana. Seribu tanda tanya menyeruak dalam benakku. Ngapain Teuki oppa disini?? Pertama, dia sakit. Kedua, dia menjenguk seseorang yang sedang dirawat di sini. Ketiga, dia bertemu dengan Kangin oppa atau Chulie oppa. Tunggu…. Untuk apa dia bertemu dengan mereka??? Berusaha mengambil hati mereka?? Mencoba bicara baik – baik tentang hubungan kami? Berantem?? Marah – marah karena kedua oppaku memaksa kami putus?? Atau…lebih parahnya, dia dipanggil ama oppa untuk  diinterogasi dan diultimaltum untuk menjauhiku.
Bersama segala macam pikiran itu aku bergegas memasuki pintu rumah sakit, membuang segala macam trauma dan ketakutanku. Seorang satpam rumah sakit yang mengenalku terheran – heran melihatku berkeliaran di rumah sakit. Bahkan petugas administrasi di meja depan terbengong sampai mengacuhkan pasien di depannya saat melihatku melintas. Tak ada seorangpun pegawai di rumah sakit ini yang tak tahu tentang kebencianku terhadap rumah sakit. Makanya mereka heran melihatku mendadak muncul disini.
Aigo!! Aku lupa dimana letak ruangan Kangin oppa dan Chulie oppa. Babo!! Apa perlu aku menelpon mereka? Ah, jangan – jangan mereka sibuk. Tanya orang lain aja. Segera saja aku menghentikan seorang perawat yang kebetulan berpapasan denganku dan menanyakan ruangan Kangin oppa dan Chulie oppa.
“Shinmin-ssi, sedang apa disini?” tanya perawat yang kuketahui bernama Shinae dari nametag di dadanya.
“Disuruh omma nganterin ini buat oppadeul, sus,” sahutku mengangkat rantang di tanganku. Dia mengangguk sambil menahan tawa.  
“Sudah tidak takut lagi ke rumah sakit rupanya. Hebat, Shinmin-ssi,” puji perawat itu membuatku tersenyum masam. Terpaksa ini tuh, terpaksa!!!
“Mau gimana lagi, terpaksa. Daripada namaku dicoret dari daftar keluarga ama omma,” jawabku ngasal. Ga mungkin setega itu omma seandainya aku tetap menolak ke rumah sakit, paling juga di marahin atau dipotong uang sakuku.
“Oh ya, sus. Ruangan Kangin oppa dan Heechul oppa di sebelah mana, sih?” lanjutku bertanya. Ingin cepat menghindar dari perawat ini, aku baru ingat dia perawat yang dulu merawatku selama di rumah sakit, perawat yang ikut mencariku sewaktu kabur dari rumah sakit ke rumah kakek. Pantas saja dia sangat mengenalku.
“Kangin-ssi di sebelah sana, sedangkan Heechul-ssi ada di arah sebaliknya. Saya sedang menuju kantor Heechul-ssi, tapi tadi dia sepertinya ada di ruangan Kangin-ssi. Jadi sebaiknya Shinmin-ssi langsung aja ke ruangan Kangin-ssi di sebelah sana,” kata perawat Shinae memberitahukan. Tangannya menunjukkan arah lorong di depanku yang lumayan panjang. Setelah mengucapkan terima kasih aku buru – buru melanjutkan langkahku menyusuri lorong yang nampak sepi ini.
Menurut petunjuk perawat Shinae, di ujung lorong aku harus belok kanan dan akan menemukan kantor oppa. Tumben Heechul oppa berkeliaran di kantor Kangin oppa. Eh, bisa saja sih, kan mereka sesama dokter meskipun di rumah suka berantem demi profesionalitas harus akur di rumah sakit. Apalagi kalau menyangkut hidup mati seseorang. Ah, kenapa tadi ga tanya apa ada pasien bernama Lee Teuk atau ada tamu Kangin oppa. Dasar Shimin babo!! Aish!! Gerutuku ga karuan.
Aigooo…ni lorong kenapa terasa panjang banget ya? Menyeramkan pula. Sepi gini sih? Ga ada orang lalu lalang, pasien kek, perawat kek, kerabat pasien kek, atau siapalah asalkan manusia. Bikin merinding aja, makin bertambah poin untuk membenci rumah sakit. Babo!! Lagi – lagi aku ngatain diriku sendiri seraya menepuk pelan keningku. Wajar kalau sepi kan ini sepanjang lorong ga ada kamar rawat pasien kan aku tadi salah ambil jalan lewat belakang, lorong ini menghubungkan dua divisi penting rumah sakit.  Dan kantor oppa ada di antaranya, jika tadi aku lewat depan pastilah ga akan melewati lorong ini, lebih ramai dan lebih dekat. Tersesat di rumah sakit milik keluarga sendiri? Memalukan!! Apa kata dunia??!!
Dr Kim YoungWoon,SpOT. Dokter bedah ortopedi
Aha!! Akhirnya sampai juga di kantor oppa. Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruang tunggu yang nampak sepi. Ga ada yang lagi patah tulang rupanya, makanya ga ada pasien kontrol ke oppa. Hanya ada seorang dokter assisten oppa sedang mengamati berkas – berkas di mejanya. Perlahan aku menghampirinya.
“Chae Yon onnie, annyeong…” sapaku berbisik pelan berusaha tak mengagetkannya.
“Wah…Shinmin??!!” serunya membelalakkan mata. Ah, hampir semua orang yang aku temui terkaget – kaget melihat kedatanganku.
“Ngapain kesini?? Tumben… kau sakit??” tanya Chae Yon onnie memeriksa sekujur tubuhku dengan matanya. Aku menggeleng pelan dan mengacungkan rantang di tanganku.
“Gara – gara omma takut oppadeul kelaparan,” gerutuku dengan raut kesal. Chae yon onnie tersenyum kecil. Dia itu calon murid ayahku tadinya tapi di tengah jalan entah kenapa mendadak pindah spesialisasi bedah tulang belakang seperti spesialisasi Kangin oppa. Aku mencium satu motif tersembunyi, pasti gara – gara Kangin oppa deh. Chae Yon onnie baru dipekerjakan sekitar 2 tahun lalu di rumah sakit ini sebagai asissten Kangin oppa.
“Aah… pantas kau datang ke tempat menakutkan ini,” godanya tertawa. Aku tersenyum kecut mendengar ledekan Chae Yon onnie. Sembari meletakkan rantang ke atas meja Chae Yon onnie aku celingukan melihat ke arah ruangan oppa.
“Oppamu ada di dalam, Heechul-ssi juga baru saja sampai. Jangan masuk dulu, masih ada tamu. Sepertinya sahabat kedua oppamu itu,” beritahu Chae Yon onnie seperti tahu apa yang ada dalam pikiranku. Sahabat oppa?? Siapa?? Makin membuatku penasaran.
“Shinmin, maaf onnie ga bisa menemanimu, harus mengantarkan berkas ini ke direktur. Kau ga apa – apa menunggu sendiri disini?” lanjut Chae Yon onnie seraya berdiri. Aku menoleh ke arahnya sekilas dan mengangguk. Chae Yon onnie berlalu dari hadapanku, memberikan tepukan pelan di bahuku sebagai ucapan maaf dan keluar dari ruangan.
Siapa sih, tamu oppa?? Berjingkat pelan aku mendekati pintu ruangan Kangin oppa berniat ngintip dikit aja. Kebetulan pintu tak ditutup rapat, ada celah kecil yang bisa aku manfaatin untuk melongok ke dalam. Aku tak bermaksud menguping cuma ingin tahu siapa di dalam. Terkesiap kaget, jantungku serasa mau copot saat melihat sosok Teuki oppa di sana berhadapan dengan Kangin oppa yang nampak marah dan ekspresi Heechul oppa juga tak kalah menyeramkan. Wah, kecurigaanku benar. Mereka sengaja memanggil Teuki oppa untuk dimarahi. Awas kalian, oppa!! Desisku kesal. Tanganku yang menempel di pintu siap membukanya lebih lebar terhenti saat mendengar dengan jelas percakapan mereka.
“Hyung-nim, apa maumu sebenarnya?” tanya Kangin oppa menahan emosi.
“Aku…ingin kau merasakan apa yang aku rasakan,” sahut Teuki oppa santai. Semakin ku tajamkan telingaku, sepertinya aku salah sangka. Kenapa aku merasa nada suara Teuki oppa barusan sedikit mengintimidasi, ya?? Apa maksud ucapannya??
“Ini masalah antara kita, jangan libatkan Shinmin!” nada suara Kangin oppa meninggi dan bergetar menahan marah. Masalah?? Mereka saling mengenalkah sebelumnya? Karena itukah tingkah mereka aneh waktu ulang tahunku kemarin??? Berarti Teuki oppa berbohong padaku.
“Kau boleh memukulku atau membunuhku sekalipun. Tapi, jangan sakiti Shinmin,” lanjut Kangin oppa hampir melayangkan pukulannya ke Teuki oppa. Untung Chulie oppa sigap menahannya.
“Dia sangat berharga bagi kalian, kan. Karena itu aku melibatkannya,” jawab Teuki oppa sinis membuatku terperangah. Dia….. dimana kelembutan yang selama ini dia tunjukkan padaku?
“Yah!! Kau!! Lee Teuk… atau aku harus memanggilmu Park Jung Soo??!!!” bentak Chulie oppa marah. Bagai disambar petir saat mendengar nama itu meluncur dari bibir Chulie oppa, dia memanggil Teuki oppa Park Jung Soo????
Brakk…. Klontang..klontang…. rantang di tanganku terlepas jatuh ke lantai. Wajahku memucat. Mereka bertiga berpaling ke pintu, terkejut melihatku berdiri di sana.
“Pa…Pa..Park… Jung…Soo????!!!”

-Flashback­-
“Shinmin, kenalkan ini pacar oppa. Hyun Young,” kata Kangin memperkenalkan seorang gadis cantik berambut panjang pada Shinmin suatu sore saat menjemput Shinmin di tempat les. Gadis bernama Hyun Young tersenyum sembari mengulurkan tangannya ke arah Shinmin. Senyuman itu bagai bunga ceri berwarna pink, begitu memikat. Shinmin langsung menyukai onnie di depannya itu dan membalas senyum.
“Hyun Young,” kata gadis itu menyebutkan nama. Jemarinya yang lentik meraih jemari Shinmin dan menggenggamnya.
“Shinmin,” kata Shinmin malu – malu. Tangan kirinya menarik kemeja Kangin, kebiasaan Shinmin setiap bertemu dengan orang baru.
“Gimana, dia cantik sekali kan,” tanya Kangin pada Hyun Young sambil memeluk Shinmin yang langsung tertunduk malu.
“Iya…. Seperti apa yang kau ceritakan padaku,” jawab Hyun Young tersenyum. Kangin tertawa senang merangkul Shinmin dan menepuk kepalanya.
“Oppa!!” protes Shinmin. Dia benci kalau sudah diperlakukan seperti anak kecil, dia kan sudah 15 tahun sekarang. Apalagi ada pacar oppanya di hadapan mereka.
“Aish!! Kau ini emang menggemaskan!! Kesayangan oppa!!” tanpa mempedulikan protes Shinmin, Kangin mengacak rambut Shinmin dan mencubit kedua pipinya. Hyun Young tertawa melihat keakraban mereka berdua.
“Onnie…. Emang benar pacaran ma oppa?? Sudah lama??” tanya Shinmin  setelah berhasil menendang lutut Kangin dan lepas dari pelukannya. Hyun Young mengangguk.
 “Hmmm… sudah lumayan lama,” sahutnya. Shinmin manggut – manggut, di benaknya dia bertanya kok bisa orang secantik dan seanggun Hyun Young mau menjadi kekasih oppanya yang aneh ini. Seakan tahu pikiran Shinmin, Kangin mendelik pada adiknya yang dibalas leletan lidah.
“Shinmin, kau harus menjaga rahasia ini. Oke??” pinta Kangin dengan tatapan mengancam. Shinmin mengangguk. Dia ga akan memberitahukan pada siapapun juga, dia ga sebodoh itu mau kehilangan calon kakak ipar sebaik dan secantik Hyun Young.
Sejak sore itu mereka bertiga sering jalan bareng, Hyun Young yang merupakan anak bungsu di keluarganya sama seperti Shinmin membuat mereka akrab dan cocok satu sama lain. Pergi ke salon atau butik berdua kalau Kangin sibuk kuliah, curhat tentang cinta pertama Shinmin pada Hyun Young. Memakai barang kembar, serasa benar – benar mempunyai kakak perempuan. Rasa sayang dan perhatian Hyun Young pada Shinmin kadang bahkan lebih besar daripada Kangin, kakak Shinmin sendiri. Itu karena Hyun Young dari dulu selalu menginginkan seorang adik. Shinmin yang sudah bosan mempunyai kakak laki – laki gembira bukan kepalang mendapatkan seorang onnie, kalau ada Hyun Young dia bakal melupakan Kangin dan membuat Kangin keki karenanya. Apa boleh buat, kedua gadis itu adalah kesayangannya, dia hanya bisa manyun saja.
Kadang – kadang Heechul juga ikut dalam rombongan itu kalau kebetulan dia pulang dari Amerika. Ini rahasia mereka berempat. Heechul yang biasanya selalu mengumbar gossip orang lain, untuk kali ini dia menutup mulutnya rapat – rapat. Dia juga terkena magnet dari Hyun Young dan selalu memanggilnya ‘adik ipar’, baginya baru pertama kali ini melihat Kangin tertawa lepas karena seseorang. Kebahagiaan dongsaengnya lebih berharga dari apapun juga. Sayangnya kebahagiaan serta kebersamaan Shinmin dan Hyun Young, kekasih kakaknya harus berakhir, seiring tragedi yang menimpa hubungan dua sejoli itu.
Hubungan tanpa restu itu sudah berjalan selama 2 tahun, mereka berdua berjuang bersama untuk mendapat restu tapi belum mendapatkan hasil. Terpaksa harus sembunyi – sembunyi. Segala usaha dikerahkan untuk memisahkan mereka. Keinginan orang – orang yang ingin memisahkan mereka dengan keinginan mereka berdua untuk terus bersama sama – sama kuat. Semakin dikekang, semakin kuat cinta mereka. Hanya satu cara, menjauhkan mereka dengan paksa. Hyun Young akan dikirim ke Kanada tempat kakaknya dan Kangin ke wajib militer lebih awal.
Pada hari naas itu, Hyun Young kabur dari rumah untuk menemui Kangin yang sedang menunggunya di pintu gerbang camp militer, sekedar mengucapkan salam perpisahan dan berjanji akan saling setia apapun yang terjadi sampai bertemu kemudian. Hujan mengguyur kota Seoul kala itu, Hyun Young tak dapat mengendalikan mobilnya dan terjadilah kecelakaan yang akhirnya merenggut nyawanya. Dan Kangin yang tak tahu menahu, penuh perasaan getir membalikkan badan dan memasuki camp.
Shinmin dan Heechul diam – diam datang ke pemakaman Hyun Young. Terpaksa menyamar dan mengaku teman Hyun Young, karena ucapan duka cita dari keluarga mereka ditolak mentah – mentah, melarang siapapun yang mempunyai hubungan dengan Kangin untuk menghadiri penghormatan dan pemakaman Hyun Young, untung tak ada seorangpun keluarga Hyun Young pernah melihat mereka berdua. Air mata tak bisa dibendung Shinmin, dia kehilangan bukan saja sahabat tetapi juga seorang onnie yang terlanjur dia cintai, dia sayangi. Hadiah terakhir dari Hyun Young, sepasang jepit kupu – kupu bertengger manis di rambut Shinmin.
Senyum Hyun Young diphoto memorialnya begitu cerah, Shinmin memandang potret itu tak berkedip. Senyum yang meluluhkan kekerasan hati oppanya, senyum itu yang selalu menyambutnya di tempat parkir ketika menjemputnya, senyum itu selalu mampu menghapus sedih Shinmin, senyum yang takkan lagi dia lihat. Senyum terakhir untuk Kangin dua minggu sebelum mereka dipisahkan. Senyum yang diharapkan Kangin menyambutnya ketika keluar dari wajib militer. Tak bisa memikirkan bagaimana caranya dia memberitahu musibah ini pada Kangin.
“Aku!! Park Jung Soo, bersumpah di hadapanmu… akan membalas setiap tetes air mata, setiap tetes darahmu, bagaimanapun caranya!! Oppa bersumpah, Hyun Young!!!”
Tiba – tiba seorang laki – laki bersimpuh di hadapan jenasah Hyun Young dan berteriak dengan penuh marah. Mengejutkan semua orang yang ada disana. Shinmin tak bisa melihat wajah laki – laki itu, tapi suaranya mampu membuat Shinmin menggigil ketakutan. Laki – laki itu diliputi rasa marah dan dendam… pada Kangin. Duduk bersujud dengan punggung membungkuk dan kedua tangan mengepal meninju lantai berulang kali, seakan ada bara api keluar dari punggungnya. Dia, Park Jung Soo kakak laki – laki Hyun Young yang baru datang dari Kanada. Shinmin bisa merasakan tangan Heechul mengepal kencang di sampingnya.  
-------

No comments:

Post a Comment